Thursday, November 5, 2020

 PENGAWETAN PANGAN 

Oleh: Marlyn M. Pandean, S.Pd., SKM., MPH. 

A. Tujuan dan Konsep Pengawetan  

Pengawetan Pangan ditujukan untuk mencegah terjadinya  perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada produk pangan, yaitu  menurunnya nilai gizi dan mutu sensori bahan pangan, dengan cara  mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi terjadinya  perubahan-perubahan kimia, fisik dan fisiologis alami yang tidak  diinginkan, serta mencegah terjadinya kontaminasi.  

Ada tiga konsep metoda pengawetan yang umum dijalankan yaitu  pengawetan secara kimiawi, pengawetan secara biologis dan  pengawetan secara fisik.  

B. Berbagai Jenis Pengawetan  

1. Pengawetan Secara Kimiawi  

Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan penambahan  bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang  diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan  diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan. 

Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari  sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan  sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan 

sebagai akibat dari perlakuan pra pengolahan, pengolahan atau  penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam  pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini : 

1) Seharusnya tidak menimbulkan penipuan. 

2) Seharusnya tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan. 3) Seharusnya tidak memungkinkan pertumbuhan organisme organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan  sedangkan pertumbuhan mikroorganisme-mikroorganisme lainnya  tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata. 

Di Australia, badan Kesehatan nasional dan Penelitian Kedokteran  (National Health and Medical Research Council, NH & MRC)  mendefinisikan bahan pengawet seperti berikut ini (keharusan  pemasangan etiket tidak termasuk di sini ) : 

1) Bahan pengawet berarti setiap bahan yang dapat menghambat,  memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi,  pembusukan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam  atau pada setiap bahan pangan dan termasuk untuk tujuan-tujuan  dari standar, asam benzoat, sulfit, metabisulfit, nisin, asam sorbat  dan propionat atau garam-garamnya dan setiap peroksida, tetapi  tidak termasuk antioksidan yang tertulis dalam resep garam, tawas  (natrium atau kalium nitrat), nitrit, gula-gula, asam asetat atau  garam-garam natrium, cuka, alkohol, spiritus yang dapat diminum, 

gliserin, herb ekstrak hop, rempah-rempah atau minyak atsiri yang  digunakan untuk memberi cita rasa atau setiap bahan yang  ditambahkan ke dalam bahan pangan oleh pengolahan curing  yang dikenal sebagai pengasapan. 

2) Penambahan bahan pengawet pada setiap bagian dari bahan  pangan, kecuali yang khusus diizinkan dalam standar, dilarang. 3) Bilamana lebih dari satu bahan pengawet ditambahkan  

sehubungan dengan standar, jumlah dari fraksi-fraksi yang didapat  pada pembagian jumlah setiap bahan pengawet yang digunakan  oleh jumlah maksimum bahan pengawet seperti itu yang diizinkan,  apabila digunakan tersendiri tidak boleh melebihi dari satuannya. 

4) Kecuali jika diizinkan oleh standar, bagian dari bahan pangan yang  disiapkan dari sebagian bahan pangan yang diberi bahan  pengawet, yang diizinkan seharusnya mengandung bahan  pengawet dalam jumlah yang tidak melebihi daripada hasil  penambahan dari bahan pangan atau bahan-bahan pangan yang  mengandung bahan-bahan pengawet dalam jumlah yang  diizinkan. 

5) Di mana suatu bahan pengawet diizinkan untuk ditambahkan pada  setiap bahan pangan yang mungkin secara alamiah mengandung  bahan pengawet semacam itu, jumlah keseluruhan dari bahan  pengawet yang ada dalam bahan pangan yang disiapkan  seharusnya tidak melebihi proporsi yang diizinkan oleh standar ini.

Jadi bahan-bahan yang didefinisikan sebagai bahan pengawet  kimia yang digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran  adalah belerangdioksida (SO2), benzoat, sorbat dan sedikit digunakan  antibiotika nisin. Peranan dari asam propionat dalam produk-produk  serelia, dan nitrit, nitrat dan bahan bahan-bahan yang ada dalam asap  dalam pengawetan produk-produk daging dan ikan diuraikan di bagian  yang lain. 

Pengawetan pangan dengan garam dan asam 

Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda  pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara  luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Demikian pula,  pengasaman pangan telah digunakan secara luas, sebelum  peranannya sebagai penghambat kerusakan dipahami. Pengasapan  dan pengeringan telah juga digunakan secara luas dalam  kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk-produk daging  dan ikan. 

Garam dan asam digunakan secara luas dalam pengawetan  produk-produk sayuran, di mana mentimun, kubis dan bawang  merupakan contoh-contoh yang penting di masyarakat Barat. Garam  adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging  dan bahan pangan lainnya di Indonesia. 

Sifat-sifat Antimikroorganisme dari Garam dan asam

Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada  jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan  berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme  pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan  juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau  dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6 %).  Mikroorganisme patogenik, termasuk Chlostridium botullinum dengan  pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh  konsentrasi garam sampai 10-12 %. Walaupun begitu, beberapa  mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat  tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk  menghambat organisme yang tidak dikehendaki.  

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi  mengendalikan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas  dari pengaruh racunnya. Beberapa organisme seperti bakteri halofilik  dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi  mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama  untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan. 

Asam, terutama asam asetat dan laktat dapat berada dalam  makanan awet sebagai akibat dari penambahan asam pada bahan bahan pangan yang tidak difermentasi, atau sebagai hasil fermentasi  oleh mikroorganisme pada jaringan-jaringan berkarbohidrat dan  bahan-bahan dasar lainnya. Suatu fermentasi penghasil asam yang 

penting adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat karena  pertolongan Acetobacter sp. 

Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme.  Pertama adalah karena pengaruhnya terhadap pH dan yang lainnya  adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai  yang beragam untuk asam-asam yang berlainan. Jadi, pada pH yang  sama, asam asetat lebih bersifat menghambat terhadap  mikroorganisme tertentu dari pada asam laktat yang lebih  menghambat dari pada asam sitrat. Asam-asam benzoat, parahidroksi  benzoat dan asam-asam sorbat juga menunjukkan pengaruh  antimikroorganisme yang berbeda-beda. Banyak produk asinan yang  mempunyai kestabilan mikroorganisme tersendiri akibat dari pengaruh  pengawetan dari asam itu sendiri, yang paling penting adalah asam  asetat atau asam dalam hubungannya dengan proses pasteurisasi  medium. Telah dikembangkan dari pengalaman bertahun-tahun  bahwa kadar asam asetat minimum yang dibutuhkan untuk  menghasilkan daya awet yang memuaskan untuk produk-produk acar  adalah sekitar 3,6 %, berdasarkan bahan-bahan yang mudah  menguap dari produk. Adanya gula, garam, rempah-rempah dan lain lain menurunkan kebutuhan akan asam, karena kadar air yang  tersedia dalam produk telah diturunkan dan beberapa bahan tersebut  mempunyai sifat-sifat antimikroorganisme. Walaupun pendekatan ini  hanya bersifat pengalaman saja, tetapi telah memberikan metoda 

yang berguna untuk menilai dan meramalkan stabilitas  mikroorganisme dari produk-produk acar. 

Teknologi Pengolahan Acar  Sayuran 

Proses pengolahan acar tradisional untuk produk-produk seperti  mentimun meliputi dua tahapan yaitu pengasinan dan fermentasi  untuk menghasilkan stok garam, dan pengolahan selanjutnya dari stok  garam untuk menghasilkan produk yang dapat diterima. 

Sayur-sayuran setelah persiapan yang memadai, kemudian  direndam dalam larutan garam 3 – 10 % di mana dalam kondisi  anaerobik yang terbentuk, organisme-organisme pembentuk asam  laktat berkembang menyebabkan terhambatnya organisme 

organisme pembusuk, untuk jangka waktu beberapa minggu  tergantung keadaannya. Dengan diberikannya cukup garam dan  terdapatnya karbohidrat yang dapat difermentasi pada mulanya,  produk-produk yang sudah difermentasi secara lengkap yang  mengandung sampai 20 % garam dan 0,5 – 1,5 % asam cukup aman  dari kerusakan oleh mikroorganisme dan dapat disimpan untuk jangka  waktu yang cukup lama. Walaupun demikian, konsentrasi garamnya  terlalu tinggi untuk langsung dikonsumsi dan selama pengolahan  jumlah garam diturunkan sampai kira-kira 5 %, jadi dibutuhkan 

kenaikan kadar asam atau pengolahan pasteurisasi dengan panas  untuk menjadikan produk aman dari kerusakan oleh mikroorganisme. 

Dalam produksi sauerkraut, kubis diiris tipis-tipis dan dibiarkan  terjadi fermentasi alamiah dengan adanya garam 2 sampai 2,5 %.  Seperti pada fermentasi sayur-sayuran alamiah lainnya dengan  adanya garam, garam ini akan menghambat organisme pembusuk  dan memungkinkan pertumbuhan berikutnya dari penghasil-penghasil  asam utama seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus  cerevisae, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum.  Keluarnya karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari  fermentasi memberikan kondisi aerobik untuk organisme-organisme  yang diinginkan. Kadar asam antara 1,5 – 1,7 % sudah cukup dilihat  dari segi organoleptik, tetapi pasteurisasi dengan pemanasan  dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme selama  penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau botol tertutup). 

Banyak sayur-sayuran lainnya dan beberapa buah-buahan dibuat  acar dengan cara pengolahan yang sama seperti di atas, keterangan  lebih terperinci dapat ditemukan dalam karangan Binstead, devey dan  Dakin (1971) dan Pederson (1971). Banyak dari bahan-bahan pangan  tradisional asal tanaman dan ternak di negara-negara yang sedang  berkembang belum dipelajari secara teriperinci, dan hal ini memberi  perhatian cukup besar bagi setiap ahli teknologi pangan yang ingin 

mengetahui dan mencari jalan untuk membantu suplai bahan pangan  di negaranya. 

Kerusakan Karena Mikroorganisme dari produk-produk Acar 

Hanya sedikit organisme yang telah ditemukan yang dapat merusak  bahan-bahan pangan yang telah cukup diasin dan diasamkan.  Stabilitas mikroorganismedari produk-produk ini tergantung dari suatu  interaksi yang kompleks dari pengawetan atau pengaruh  penghambatan karena garam, asam, pH, pengaruh aw karena garam  dan penambahan gula, rempah-rempah, bahan pengawet kimia,  besarnya perlakuan pasteurisasi dan faktor-faktor lingkungan lainnya  (seperti oksigen, zat-zat gizi) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan  organisme-organisme yang mencemari. Walaupun organsime 

organisme tersebut telah diketahui, misalnya untuk dapat tumbuh  dalam bahan pangan di mana kadar asam asetat dalam bahan-bahan  yang mudah menguap di atas 3,6 %, distribusinya sangat terbatas  (kecuali dalam lingkungan acar) dan karenanya kerusakan tidak bisa  terjadi. Acar-acar yang mengandung sekitar 1 % asam asetat dan  dipasteurisasi untuk stabilitasnya akan tetap stabil terhadap  mikroorganisme untuk jangka waktu cukup lama setelah dibuka, 

sebagai akibat dari distribusi terbatas dari mikroorganisme perusak  yang tahan terhadap asam asetat. Penyimpanan dingin untuk produk produk acar yang sudah dibuka biasanya memberikan daya simpan  yang cukup memuaskan.

GULA 

Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam  produk-produk makanan. Beberapa di antaranya yang biasa dijumpai  termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buahan,  buah-buah bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup,  acar manis, chutney, susu kental manis, madu. 

Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas  mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam  konsentrasi yang cukup (di atas 70 % padatan terlarut biasanya  dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu  kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kada gula yang  tinggi bersama kadar asam yang tinggi (pH rendah), perlakuan  dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu  rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerang  dioksida, asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan  pangan yang penting. 

Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam  konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40 % padatan terlarut) sebagian  dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan  mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang. 

Minimun aw untuk larutan-larutan jenuh gula dan garam terlihat  pada tabel 1.

Walaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan  merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan  berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang  mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi nilai aw yang sama  dapat menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap  kerusakan karena mikroorganisme. 

Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak  oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif  mudah dirusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat  oleh hal-hal lain. 

Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan  dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang  sama, dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti  selai. 

Tabel 6.1. Minimum aw untuk Larutan-larutan Jenuh Gula dan Garam 

Sukrosa Glukosa Gula invert 

Komponen Batas kelarutan (% b/b 

67 

47 

63 

Minimum A

0,86 

0,92 

0,82 

Sukrosa (38 %) + gula invert (62 %) 

75 

0,71

Natrium klorida 27 0,75 

Selai, Jeli, Marmalade, produk-produk Selai Lainnya 

Produk-produk ini terdiri dari buah-buahan, pulp buah-buahan, sari  buah atau potongan-potongan buah yang diolah menjadi satu struktur  seperti gel berisi buah-buahan, gula, asam dan pektin. Sifat-sifat yang  penting dari produk ini termasuk kestabilannya terhadap  mikroorganisme dan struktur fisiknya. 

Stabilitas mikroorganisme dari selai dan produk-produk serupa  dikendalikan oleh sejumlah faktor : 

1) Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut  antara 65 – 73 %. 

2) pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,1 – 3,5 tergantung  pada tipe pektin dan konsentrasi. 

3) Aw biasanya dalam kisaran 0,75 – 0,83. 

4) Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105 – 106 0C),  kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu  rendah. 

5) Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika  diisikan ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas).

Struktur khusus dari produk-produk jeli buah-buahan disebabkan  karena terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Pektin (asam  poligalakturonat, derajat metoksilasi yang beragam sampai sekita 12  % gugusan MeO) terdapat secara alamiah dalam jaringan buah 

buahan sebagai hasil dari degradasi protopektin selama pematangan,  dan mungkin ditambahkan dalam bentuk padat atau cair untuk  melengkapi buah-buahan yang kekurangan pektin seperti arbei. 

Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah : 

1) Pektin, 0,75 – 1,5 % (tergantung pada tipenya. 

2) Gula, 6,5 – 70 %. 

3) Asam, pH 3,2 – 3,4. 

Walaupun demikian, beberapa aspek lainnya seperti tipe pektin,  tipe asam, mutu buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisian  dapat juga memberi pengaruh yang nyata pada mutu akhir dan  stabilitas fisik dan stabilitas terhadap mikroorganisme dari produk.  Kelainan utama dari produk-produk jeli adalah : 

1) Kristalisasi yang disebabkan karena padatan terlarut yang  berlebihan, (inversi) sukrosa yang tidak cukup atau gula tidak cukup terlarut. 

2) Keras, gel, yang kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang  berlebihan. 

3) Kurang masak, gel yang berbentuk seperti sirup karena kelebihan  gula dalam hubungannya dengan kadar pektin.

4) Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan. 

Pemasakan selai dilakukan baik pada tekanan atmosfer (pada suhu  sampai 1060C, atau sama dengan kira-kira 68 % padatan) atau dalam  keadaan vakum, biasanya suhu tidak melebihi 650 C kecuali untuk  pengisian. 

Keuntungan dari pemasakan vakum termasuk : 

1) Pemasakan suhu rendah menolong mempertahankan warna, cita  rasa dan keutuhan buah dan menghindarkan degradasi pektin yang  berlebihan. 

2) Pemanasan setempat yang berlebihan dapat dihindarkan. 3) Penetrasi gula ke dalam buah-buahan lebih efektif. 

4) Inversi sukrosa berkurang. 

Kerugiannya termasuk : 

1) Modal instalasi yang tinggi. 

2) Pengusiran belerang dioksida dari pulp yang diawetkan dengan  bahan kimia tidak cukup memadai. 

Sirup buah-buahan (cordial) 

Produk-produk ini biasanya mengandung bahan-bahan pengawet  kimia seperti belerang dioksida, asam bensoat atau asam sorbat (atau  garam-garamnya) dan kadang-kadang gliserol, disamping gula dan  asam. Konsentrasi gula dalam kisaran antara 25 – 50 % saja tidak 

cukup untuk mencegah kerusakan karena mikroorganisme apabila  produk disimpan pada suhu kamar. 

Sari Buah Pekat 

Penguapan dari suatu sari buah yang kuat (pH 2,5 – 4) sampai  mencapai tingkat padatan terlarut kira-kira 700 Brix ( = % b/b)  cenderung untuk membawa bahan yang dikentalkan ini relatif aman  dari kerusakan mikroorganisme. Pada padatan terlarut yang lebih  rendah, tambahan metoda-metoda pengawetan seperti bahan-bahan  pengawet kimia lainnya (belerangdioksida dan lain-lain) atau  penyimpanan dingin (didinginkan, dibekukan) atau pasteurisasi  dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme. 

Buah-buahan bergula (kristal, kembang gula) 

Kestabilan terhadap mikroorganisme dari produk-produk ini adalah  karena padatan terlarut yang tinggi sebagai hasil pemberian sirup dan  dehidrasi selanjutnya dari jaringan-jaringan yang mengandung gula.  Meskipun beberapa produk mengandung belerangdioksida, adanya  komponen ini dalam produk akhir dibutuhkan terutama untuk  mempertahankan warna (pencegahan terhadap pencoklatan non  enzimatik) dan bukan untuk stabilitasnya terhadap mikroorganisme. 

2. Pengawetan Secara Biologis 

Pengawetan secara biologis melibatkan proses fermentasi, baik  fermentasi asam atau fermentasi alkohol.  

3. Pengawetan Secara Fisik  

Merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendekatan fisik,  antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada proses  pemanasan dan radiasi; dengan penurunan suhu terkendali seperti  pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur  kandungan air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses  pemekatan, pengeringan, atau pengeringan beku dan dengan  penggunaan kemasan pelindung. Pengawetan secara fisik  mematikan mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan  cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang mencegah  terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu  pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan  pengemasan yang mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat  bahwa metoda-metoda pengawetan yang dapat berhasil  menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini umumnya  memberikan konsekuensi yang merugikan mutu sensori dan nilai gizi  produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan pada proses  sterilisasi pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel  bahan, mengurai chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan  flavor dan merusak beberapa vitamin yang terkandung. Sehingga  didalam memilih metoda pengawetan yang akan diterapkan selalu 

berUpaya meminimalkan kerugian yang akan didapat dan  memaksimumkan kualitas produk yang bisa diraih. 

Cara Pengawetan Secara Fisik  

a. Penambahan Sejumlah Energi  

Pasteurisasi adalah perlakuan panas guna membunuh  sebagian dari mikroorganisme patogen yang ada dalam suatu  bahan pangan.  

Pasteurisasi umumnya dilakukan untuk kelompok produk  pangan yang memiliki pH lebih kecil atau sama dengan 3,7  misalnya jus, bubur buah. Produk ini diawetkan dengan cara  dipanaskan pada suhu 100 0C dengan target mematikan yeast  dan mold.  

Untuk pasteurisasi susu dengan metoda HTST pemanasan  pada 72 0C selama 15 detik. 

Pasteurisasi biasanya diikuti dengan metode pengawetan lain  seperti pendinginan, atau dengan penambahan bahan kimia agar  tercipta lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan  mikroorganisme, misalnya penambahan gula pada produk susu  kental manis, penambahan asam pada acar dan jus buah-buahan,  pengemasan , seperti pada produk minuman bir kemasan botol  untuk menjaga kondisi anaerob didalam botol dan fermentasi  menggunakan mikroba tertentu. 

Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai pada proses  pasteurisasi bergantung pada :  

a) ketahanan terhadap panas mikroba yang diincar untuk dimusnahkan;dan  

b) kepekaan atribut mutu produk pangan terhadap panas.  Metoda High-Temperature and Short-Time (HTST)  menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Contohnya  pada pasteurisasi HTST susu menggunakan suhu 70 0C selama  15 detik. Sebaliknya Low-Temperature Long-Time menggunakan  suhu rendah dengan waktu yang lebih lama, untuk susu pada  650C dibutuhkan 30 menit. Umumnya HTST menghasilkan  kualitas produk yag maksimum.  

STERILISASI  

Proses sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah  perlakuan panas yang menyebabkan mikroorganisme dan  sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi penyimpanan  normal. Artinya, hanya menghasilkan produk yang steril komersil,  tidak seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora  mikrobadorman berada didalam produk, dan akan segera tumbuh  bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.  

Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut  bergantung pada beberapa hal : 

1) Sifat bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat  keasamannya (pH). 

2) Kondisi penyimpanan pasca proses. 

3) Ketahanan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4) Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipengaruhi  oleh jenis kemasan dan media pemanasan.  

5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada produk  yang akan  

disterilkan.  

Sehingga desain proses pemanasan bahan pangan dibagi  menjadi :  

1. Produk pangan dengan kandungan asam tinggi, pH 3,70C bakteri pembentuk spora tidak tumbuh pada range pH ini.  Kriteria proses pemanasan ditujukan untuk inaktifasi Yeast  dan Jamur (mold), dengan suhu proses pemanasan 100 0

2. Produk pangan dengan kandungan asam sedang, 3,7 0C pH  4,5; 

3. Produk pangan dengan kandungan asam rendah, pH 4,5  kriteria proses pemanasan didesain untuk membunuh  mikroorganisme patogen anaerob pembentuk spora paling  tahan terhadap panas dan mengeluarkan toksin yaitu  Clostridium botulinum. Toksin ini sangat berbahaya, hanya 

dalam jumlah berat seperjuta miligram sudah mematikan  manusia. Tapi toksin ini rusak dengan pemanasan kondisi  basah selama 10 menit suhu 1000C . Produk pangan dengan  keasaman rendah memerlukan proses pemanasan dengan  suhu 121,1 0C dalam waktu sesuai dengan F 0 bahan  tersebut. F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk proses  sterilisasi pada 121,1 oC . Nilai F tergantung kepada tipe dan  ukuran produk pangan yang disterilkan.  

b. Penurunan Suhu Terkendali 

Penurunan suhu akan menurunkan aktifitas  mikroorganisme dan aktifitas sistem ensim dalam bahan. Ini  berarti mencegah membusuknya produk pangan, dengan kata  lain Upaya mengawetkan produk pangan bisa dilakukan  dengan menerapkan penurunan suhu terkendali.  

PENDINGINAN  

Pendinginan efektif digunakan untuk pengawetan jangka  pendek. Pada penyimpanan dingin produk disimpan pada  suhu diatas titik beku tetapi dibawah 15 oC. Penyimpanan  dingin tidak hanya dipakai untuk pengawetan, kadang dipakai  untuk membantu proses lain, misalnya untuk mempermudah  pemotongan daging, roti, pelepasan biji, dsb.

Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada  kisaran suhu diatas titik beku dan dibawah 15 0C .  Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan  untuk penyimpanan jangka pendek karena karakteristik  keunggulan berikut:  

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme  2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia  peruraian seperti reaksi pencoklatan, oksidasi lemak,  perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat  gizi.  

3. Kehilangan air rendah.  

Hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin yaitu  terjadinya cold shortening pada produk pangan hasil hewani  dan chilling injury untuk produk buah dan sayuran, dan  pengerasan (efek retrogradasi) produk pangan karbohidrat  tergelatinisasi. Cold shortening menyebabkan daging menjadi  bertekstur keras sewaktu dimasak karena tidak mampu  mempertahankan kandungan airnya. Chilling injury terjadi bila  buah atau sayur diekspose pada kondisi penyimpanan  dibawah dari suhu optimum penyimpanannya. Tanda tandanya biasanya adalah terjadi pencoklatan (dibagian luar  atau dibagian dalam atau keduanya) buah, cacat pada kulit  buah, busuk berlebihan, gagal matang. Retrogradasi adalah 

proses pengerasan setelah terjadinya proses gelatinisasi.  Pada suhu dingin proses ini berlangsung lebih cepat,  akibatnya untuk produk pangan seperti bread (roti) menjadi  keras sekali teksturnya, sehingga tidak nyaman lagi dimakan.  

PEMBEKUAN  

Pembekuan adalah metoda pengawetan yang cukup  memuaskan bila dipakai untuk penyimpanan jangka panjang  produk pangan. Pembekuan mempertahankan warna, flavor  dan nutrisi terkandung suatu produk pangan. Pembekuan  adalah penurunan suhu produk ke bawah titik beku hingga  penyimpanan produk pada suhu – 180C . Pada proses  pembekuan, air yang terkandung dalam produk pangan akan  berubah dari bentuk cair (liquid phase), mengalami  pengkristalan, ke bentuk padat (solid phase), Pada  prosesnya, semula air terkandung akan turun suhunya  menuju titik beku, kemudian terbentuk inti kristal yang  kemudian tumbuh menjadi kristal. Bila proses pembekuan  lambat atau laju pembekuan rendah, kristal yang terjadi  berukuran besar-besar dan kristal es terbentuk pada lokasi  ekstraselular, sebaliknya bila proses pengkristalan cepat,  kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan seragam.  Ukuran kristal yang terbentuk ini akan mempengaruhi kualitas 

produk sewaktu thawing (dicairkan kembali), kristal yang  halus membuat produk beku tersebut dinilai berkualitas tinggi  karena bentuk produk lebih bisa dipertahankan dan nutrisi  yang hilang/keluar dari produk lebih rendah.  

Pada pembekuan, suhu produk pangan akan dibawa ke  suhu dibawah titik bekunya, dan sebagian air seperti  disebutkan diatas berubah dari keadaan cair menjadi kristal kristal es. Kosentrasi bahan padat terlarut didalam produk  pangan akan naik karena sebagian air berubah menjadi es,  berarti menurunkan aktifitas air produk. Oleh karena itu  pengawetan pada produk pangan beku merupakan kombinasi  suhu rendah dan aktifitas air rendah.  

c. Pengaturan Kandungan Air  

Pada proses pengawetan produk pang an dengan  pengaturan kandungan air, intinya adalah menurunkan  aktifitas air produk tersebut. Aktifitas air (Aw) suatu produk  pangan akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme  pada produk tersebut.  

PENGENTALAN

Pengentalan adalah proses penghilangan sebagian air dari  suatu suspensi dengan proses pendidihan, biasanya  dilakukan dengan alat yang disebut evaporator. 

Tujuan dilakukannya pengentalan produk tidak hanya  untuk Upaya pengawetan. Kadangkala untuk memudahkan  proses berikutnya, contohnya untuk mengentalkan produk  yang akan dikeringkan dengan pengering semprot, atau juga  ditujukan untuk mengurangi volume, misalnya pada  pembuatan concentrated juice, sehingga memberikan  kenyamanan sewaktu berbelanja, dan jus tersebut bisa  diencerkan kembali seperti semula bila dibutuhkan. Berikut  susu kental manis salah satu produk yang mengalami proses  pengentalan.  

Proses ini intensif digunakan pada industri pengolahan  dairy products misalnya pada proses pengentalan susu, pada  industri jus untuk menghasilkan jus kental, pada pada industri  gula untuk mengentalkan larutan gula guna proses kristalisasi.  Proses pengentalan ini kadang juga digunakan untuk  menaikkan kandungan padatan persiapan untuk proses  pengeringan semprot atau pengeringan beku. Pada proses  pemekatan didalam evaporator, pertama panas latent medium  pemanas dipindahkan ke bahan untuk menaikkan suhu bahan  menuju ke titik didihnya. 

PENGERINGAN  

Pengeringan adalah suatu Upaya pengawetan dengan  cara menurunkan aktifitas air (Aw) produk melalui  penghilangan air yang dikandung produk dengan proses  penguapan, sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh  berkembang. Ada berbagai metoda dan alat untuk proses  pengeringan, namun yang banyak dipakai adalah metoda  pengeringan dengan mengekspose produk pangan pada  udara yang telah dipanaskan 

1. Pengeringan Osmotik 

Sistem pengeringan osmotik dipakai didalam  pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk pada  beberapa produk yang diawetkan dengan cara  pengeringan biasa semisal tekstur menjadi sangat keras  dan kehilangan flavor.  

Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan  lapisan semipermeable dengan cara merendam produk  kedalam larutan gula atau larutan garam sebelum proses  pengeringan. Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan  produk pangan semi basah. Selanjutnya produk  dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan 

2. Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan  pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses  yang ditiru dari alam. Pengeringan merupakan suatu  pengawetan pangan yang paling luas digunakan. 

Pengeringan bahan makanan dapat menggunakan  panas sinar matahari atau panas buatan seperti panas api,  atau kamar dengan udara panas. 

Dehidrasi berarti mengendalikan kondisi iklim di dalam  suatu ruangan atau lingkungan mikro. Bahan makanan  kering yang berasal dari unit dehidrasi dapat memiliki  kualitas yang lebih baik dari pada yang dikeringkan dengan  matahari. Walaupun begitu pengeringan dengan matahari  tetap merupakan cara pengawetan makanan yang  terbesar. 

Kualitas masak bahan pangan kering buatan biasanya  lebih baik dari pada bahan pangan kering matahari. Akan  tetapi, daging hewan dan ikan yang dikeringkan dengan  matahari memiliki daya tahan yang tinggi. 

Kenyataan menunjukkan bahwa dehidrasi merupakan  suatu proses yang lebih mahal dari pada pengeringan  matahari, dan hasilnya memiliki harga yang lebih tinggi.  Selanjutnya pengeringan dengan matahari tidak dapat 

dipraktekkan secara luas, karena beberapa daerah  memiliki cuaca yang berbeda. 

Pengeringan bisa dipakai untuk bermacam jenis hasil  pertanian. Secara umum produk dipersiapkan sesuai  dengan kebutuhan, utuh atau mengalami pengecilan  ukuran. Ada perlakuan blansir atau pencelupan dengan  larutan tertentu untuk mempertahankan warna atau bahkan  fermentasi bila dibutuhkan untuk menciptakan fungsi lain,  misalnya pembentukan flavor. Suhu yang dipakai juga bisa  beragam tergantung pada desain proses pengeringan yang  ingin dilakukan.  

RADIASI MAKANAN 

Radiasi makanan adalah radiasi pengion yang terukur  dengan tepat sehingga makanan terhindar dari kerusakan  dan atau pencemaran oleh serangga dan organisme lain. 

Makanan diradiasi untuk maksud yang sama seperti  pada proses pemanasan atau perlakuan pada suhu  menengah, atau pembekuan atau penambahan bahan  kimia yaitu membunuh serangga, jamur dan bakteri  penyebab kerusakan makanan dan penyakit, agar  makanan dapat disimpan lebih lama dalam keadaan yang  lebih baik di gudang atau rumah.

Keuntungan makanan yang diradiasi adalah : 

- Membasmi serangga dan parasit 

- Memperpanjang masa simpan 

- Memperlambat pematangan dan penuaan - Memberantas penyakit bawaan makanan 

- Mencegah mikroba dalam makanan yang sudah diolah  sebelum dimakan. 

Efek radiasi terhadap makanan: 

- Cenderung melunakkan makanan terutama buah buahan. 

- Timbul aroma yang tidak diinginkan pada beberapa jenis  makanan, terutama susu. 

- Radiasi pengion yang tinggi dapat menjadikan bagian  makanan bersifat radioaktif. 

- Dari hasil penelitian di India, anak-anak penderita kurang  gizi yang diberi makan tepung gandum yang baru di  radiasi menunjukkan perubahan kromosom yang lebih  besar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak  makan tepung yang diradiasi. 

- Beberapa vitamin seperti: Riboflavin, Niosin dan vitamin  D tidak begitu peka terhadap radiasi tetapi vitamin A, B,  B1, E dan K mudah rusak.

- Efek terhadap bakteri gram negatif seperti Salmonella  dapat musnah tetapi spora bakteri tetap tinggi dengan  dosis tinggi. 

3. Pengalengan  

Pengalengan biasa dipakai untuk mengawetkan produk  pangan dengan pH lebih dari 4,5. Ada beberapa tahapan  proses untuk persiapan sebelum dikemas pada kemasan  kaleng khusus, selanjutnya proses yang utama yaitu proses  sterilisasi, dilakukan dengan cara pemanasan produk yang  telah dikemas tersebut pada suhu 121,1 0C.  

Prosedur umum pengalengan komersial dapat  digambarkan sebagai berikut : 

- Menerima produk mentah 

- Menyiapkan produk (mencuci, memilah, mengupas,  memotong, mengiris, mengambil tulang, dsb) 

- Mengisi bahan makanan ke dalam kemasan 

- Mengeluarkan udara dari kemasan yang berisi - Menutup kemasan yang berisi 

- Proses pemanasan 

- Mendinginkan kemasan 

- Menyimpan makanan kaleng. 

Penggunaan panas yang cukup untuk mematikan  mikroba pembusuk di sisi lain juga mengakibatkan 

terjadinya perubahan warna, cita rasa, tekstur, nilai gizi  dari bahan pangan dalam pengalengan. 

Bila proses pengalengan sudah berhasil, kemasan harus  disimpan dalam kondisi di mana pembusukan biologis tidak  akan terjadi. Organisme termofilis mungkin ada, tetapi  tanpa adanya kondisi suhu dalam ruang penyimpanan yang  mendukung, pembusukan tidak terjadi. Walaupun  pembusukan dapat dicegah, reaksi-reaksi kimia membawa  banyak perubahan-perubahan dalam makanan kaleng  selama penyimpanan. Reaksi-reaksi tersebut akan  mempengaruhi cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizi  makanan. 

Proses pengalengan dan pencucian bahan makanan  yang kurang sempurna memungkinkan tumbuh dan  berkembangnya bakteri anaerob. Clostridium  botullinumyang sangat berbahaya. Keracunan bakteri ini  tergolong dalam intoksikasi yaitu keracunan karena racun  yang dikeluarkan oleh bakteri. Ciri yang umum pada  makanan kalengan yang tercemar bakteri Clostridium  botullinum adalah bentuk kaleng yang sudah tidak  sempurna seperti menggembung atau penyok (cekung).💪👀


9 comments:

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*co
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    ReplyDelete
  2. Numpang promo ya Admin^^ (f)
    ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
    ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
    add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^ x-)

    ReplyDelete
  3. Selamat malam bu, terima kasih untuk materinya
    Nama : Vilnagia Sondakh
    S1 terapan sanitasi lingkungan
    Sem : V

    ReplyDelete
  4. Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya.

    Nama : Virjgin A. Suruh
    Nim : 711335119058
    Sem/tkt : V/III
    Prodi : D-IV kesehatan Lingkungan

    ReplyDelete
  5. Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
    Nama: Natasya T Lampou
    Nim : 711335119041
    Sem/Tkt: V/III
    Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan

    ReplyDelete
  6. Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
    Nama: Meylisa L Tumboimbela
    Nim : 711335119038
    Sem/Tkt: V/III
    Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan

    ReplyDelete
  7. Selamat pagi ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
    Nama: Felix E. Massie
    Nim : 711335119001
    Sem/Tkt: V/III
    Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan

    ReplyDelete
  8. Selamat sore ibu, terima kasih untuk materinya
    Nama : Veren Solang
    Nim : 711335119056
    Prodi : DIV kesehatan Lingkungan
    Tkt III semester 5

    ReplyDelete
  9. Selamat pagi ibu, terimakasih untuk materinya 🙏
    Nama : Ribka Waruis
    NIM :711335118037
    Prodi : D-IV/semester 5

    ReplyDelete