PENGAWETAN PANGAN
Oleh: Marlyn M. Pandean, S.Pd., SKM., MPH.
A. Tujuan dan Konsep Pengawetan
Pengawetan Pangan ditujukan untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada produk pangan, yaitu menurunnya nilai gizi dan mutu sensori bahan pangan, dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi terjadinya perubahan-perubahan kimia, fisik dan fisiologis alami yang tidak diinginkan, serta mencegah terjadinya kontaminasi.
Ada tiga konsep metoda pengawetan yang umum dijalankan yaitu pengawetan secara kimiawi, pengawetan secara biologis dan pengawetan secara fisik.
B. Berbagai Jenis Pengawetan
1. Pengawetan Secara Kimiawi
Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan penambahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan.
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan
sebagai akibat dari perlakuan pra pengolahan, pengolahan atau penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini :
1) Seharusnya tidak menimbulkan penipuan.
2) Seharusnya tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan. 3) Seharusnya tidak memungkinkan pertumbuhan organisme organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme-mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata.
Di Australia, badan Kesehatan nasional dan Penelitian Kedokteran (National Health and Medical Research Council, NH & MRC) mendefinisikan bahan pengawet seperti berikut ini (keharusan pemasangan etiket tidak termasuk di sini ) :
1) Bahan pengawet berarti setiap bahan yang dapat menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap bahan pangan dan termasuk untuk tujuan-tujuan dari standar, asam benzoat, sulfit, metabisulfit, nisin, asam sorbat dan propionat atau garam-garamnya dan setiap peroksida, tetapi tidak termasuk antioksidan yang tertulis dalam resep garam, tawas (natrium atau kalium nitrat), nitrit, gula-gula, asam asetat atau garam-garam natrium, cuka, alkohol, spiritus yang dapat diminum,
gliserin, herb ekstrak hop, rempah-rempah atau minyak atsiri yang digunakan untuk memberi cita rasa atau setiap bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pangan oleh pengolahan curing yang dikenal sebagai pengasapan.
2) Penambahan bahan pengawet pada setiap bagian dari bahan pangan, kecuali yang khusus diizinkan dalam standar, dilarang. 3) Bilamana lebih dari satu bahan pengawet ditambahkan
sehubungan dengan standar, jumlah dari fraksi-fraksi yang didapat pada pembagian jumlah setiap bahan pengawet yang digunakan oleh jumlah maksimum bahan pengawet seperti itu yang diizinkan, apabila digunakan tersendiri tidak boleh melebihi dari satuannya.
4) Kecuali jika diizinkan oleh standar, bagian dari bahan pangan yang disiapkan dari sebagian bahan pangan yang diberi bahan pengawet, yang diizinkan seharusnya mengandung bahan pengawet dalam jumlah yang tidak melebihi daripada hasil penambahan dari bahan pangan atau bahan-bahan pangan yang mengandung bahan-bahan pengawet dalam jumlah yang diizinkan.
5) Di mana suatu bahan pengawet diizinkan untuk ditambahkan pada setiap bahan pangan yang mungkin secara alamiah mengandung bahan pengawet semacam itu, jumlah keseluruhan dari bahan pengawet yang ada dalam bahan pangan yang disiapkan seharusnya tidak melebihi proporsi yang diizinkan oleh standar ini.
Jadi bahan-bahan yang didefinisikan sebagai bahan pengawet kimia yang digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran adalah belerangdioksida (SO2), benzoat, sorbat dan sedikit digunakan antibiotika nisin. Peranan dari asam propionat dalam produk-produk serelia, dan nitrit, nitrat dan bahan bahan-bahan yang ada dalam asap dalam pengawetan produk-produk daging dan ikan diuraikan di bagian yang lain.
Pengawetan pangan dengan garam dan asam
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Demikian pula, pengasaman pangan telah digunakan secara luas, sebelum peranannya sebagai penghambat kerusakan dipahami. Pengasapan dan pengeringan telah juga digunakan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk-produk daging dan ikan.
Garam dan asam digunakan secara luas dalam pengawetan produk-produk sayuran, di mana mentimun, kubis dan bawang merupakan contoh-contoh yang penting di masyarakat Barat. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya di Indonesia.
Sifat-sifat Antimikroorganisme dari Garam dan asam
Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6 %). Mikroorganisme patogenik, termasuk Chlostridium botullinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12 %. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki.
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Beberapa organisme seperti bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.
Asam, terutama asam asetat dan laktat dapat berada dalam makanan awet sebagai akibat dari penambahan asam pada bahan bahan pangan yang tidak difermentasi, atau sebagai hasil fermentasi oleh mikroorganisme pada jaringan-jaringan berkarbohidrat dan bahan-bahan dasar lainnya. Suatu fermentasi penghasil asam yang
penting adalah perubahan alkohol menjadi asam asetat karena pertolongan Acetobacter sp.
Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme. Pertama adalah karena pengaruhnya terhadap pH dan yang lainnya adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai yang beragam untuk asam-asam yang berlainan. Jadi, pada pH yang sama, asam asetat lebih bersifat menghambat terhadap mikroorganisme tertentu dari pada asam laktat yang lebih menghambat dari pada asam sitrat. Asam-asam benzoat, parahidroksi benzoat dan asam-asam sorbat juga menunjukkan pengaruh antimikroorganisme yang berbeda-beda. Banyak produk asinan yang mempunyai kestabilan mikroorganisme tersendiri akibat dari pengaruh pengawetan dari asam itu sendiri, yang paling penting adalah asam asetat atau asam dalam hubungannya dengan proses pasteurisasi medium. Telah dikembangkan dari pengalaman bertahun-tahun bahwa kadar asam asetat minimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya awet yang memuaskan untuk produk-produk acar adalah sekitar 3,6 %, berdasarkan bahan-bahan yang mudah menguap dari produk. Adanya gula, garam, rempah-rempah dan lain lain menurunkan kebutuhan akan asam, karena kadar air yang tersedia dalam produk telah diturunkan dan beberapa bahan tersebut mempunyai sifat-sifat antimikroorganisme. Walaupun pendekatan ini hanya bersifat pengalaman saja, tetapi telah memberikan metoda
yang berguna untuk menilai dan meramalkan stabilitas mikroorganisme dari produk-produk acar.
Teknologi Pengolahan Acar Sayuran
Proses pengolahan acar tradisional untuk produk-produk seperti mentimun meliputi dua tahapan yaitu pengasinan dan fermentasi untuk menghasilkan stok garam, dan pengolahan selanjutnya dari stok garam untuk menghasilkan produk yang dapat diterima.
Sayur-sayuran setelah persiapan yang memadai, kemudian direndam dalam larutan garam 3 – 10 % di mana dalam kondisi anaerobik yang terbentuk, organisme-organisme pembentuk asam laktat berkembang menyebabkan terhambatnya organisme
organisme pembusuk, untuk jangka waktu beberapa minggu tergantung keadaannya. Dengan diberikannya cukup garam dan terdapatnya karbohidrat yang dapat difermentasi pada mulanya, produk-produk yang sudah difermentasi secara lengkap yang mengandung sampai 20 % garam dan 0,5 – 1,5 % asam cukup aman dari kerusakan oleh mikroorganisme dan dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Walaupun demikian, konsentrasi garamnya terlalu tinggi untuk langsung dikonsumsi dan selama pengolahan jumlah garam diturunkan sampai kira-kira 5 %, jadi dibutuhkan
kenaikan kadar asam atau pengolahan pasteurisasi dengan panas untuk menjadikan produk aman dari kerusakan oleh mikroorganisme.
Dalam produksi sauerkraut, kubis diiris tipis-tipis dan dibiarkan terjadi fermentasi alamiah dengan adanya garam 2 sampai 2,5 %. Seperti pada fermentasi sayur-sayuran alamiah lainnya dengan adanya garam, garam ini akan menghambat organisme pembusuk dan memungkinkan pertumbuhan berikutnya dari penghasil-penghasil asam utama seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisae, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum. Keluarnya karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari fermentasi memberikan kondisi aerobik untuk organisme-organisme yang diinginkan. Kadar asam antara 1,5 – 1,7 % sudah cukup dilihat dari segi organoleptik, tetapi pasteurisasi dengan pemanasan dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme selama penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau botol tertutup).
Banyak sayur-sayuran lainnya dan beberapa buah-buahan dibuat acar dengan cara pengolahan yang sama seperti di atas, keterangan lebih terperinci dapat ditemukan dalam karangan Binstead, devey dan Dakin (1971) dan Pederson (1971). Banyak dari bahan-bahan pangan tradisional asal tanaman dan ternak di negara-negara yang sedang berkembang belum dipelajari secara teriperinci, dan hal ini memberi perhatian cukup besar bagi setiap ahli teknologi pangan yang ingin
mengetahui dan mencari jalan untuk membantu suplai bahan pangan di negaranya.
Kerusakan Karena Mikroorganisme dari produk-produk Acar
Hanya sedikit organisme yang telah ditemukan yang dapat merusak bahan-bahan pangan yang telah cukup diasin dan diasamkan. Stabilitas mikroorganismedari produk-produk ini tergantung dari suatu interaksi yang kompleks dari pengawetan atau pengaruh penghambatan karena garam, asam, pH, pengaruh aw karena garam dan penambahan gula, rempah-rempah, bahan pengawet kimia, besarnya perlakuan pasteurisasi dan faktor-faktor lingkungan lainnya (seperti oksigen, zat-zat gizi) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan organisme-organisme yang mencemari. Walaupun organsime
organisme tersebut telah diketahui, misalnya untuk dapat tumbuh dalam bahan pangan di mana kadar asam asetat dalam bahan-bahan yang mudah menguap di atas 3,6 %, distribusinya sangat terbatas (kecuali dalam lingkungan acar) dan karenanya kerusakan tidak bisa terjadi. Acar-acar yang mengandung sekitar 1 % asam asetat dan dipasteurisasi untuk stabilitasnya akan tetap stabil terhadap mikroorganisme untuk jangka waktu cukup lama setelah dibuka,
sebagai akibat dari distribusi terbatas dari mikroorganisme perusak yang tahan terhadap asam asetat. Penyimpanan dingin untuk produk produk acar yang sudah dibuka biasanya memberikan daya simpan yang cukup memuaskan.
GULA
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Beberapa di antaranya yang biasa dijumpai termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buahan, buah-buah bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis, chutney, susu kental manis, madu.
Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70 % padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kada gula yang tinggi bersama kadar asam yang tinggi (pH rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerang dioksida, asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting.
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40 % padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang.
Minimun aw untuk larutan-larutan jenuh gula dan garam terlihat pada tabel 1.
Walaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi nilai aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme.
Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama, dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai.
Tabel 6.1. Minimum aw untuk Larutan-larutan Jenuh Gula dan Garam
Sukrosa Glukosa Gula invert
Komponen Batas kelarutan (% b/b
67
47
63
Minimum Aw
0,86
0,92
0,82
Sukrosa (38 %) + gula invert (62 %)
75
0,71
Natrium klorida 27 0,75
Selai, Jeli, Marmalade, produk-produk Selai Lainnya
Produk-produk ini terdiri dari buah-buahan, pulp buah-buahan, sari buah atau potongan-potongan buah yang diolah menjadi satu struktur seperti gel berisi buah-buahan, gula, asam dan pektin. Sifat-sifat yang penting dari produk ini termasuk kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur fisiknya.
Stabilitas mikroorganisme dari selai dan produk-produk serupa dikendalikan oleh sejumlah faktor :
1) Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65 – 73 %.
2) pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,1 – 3,5 tergantung pada tipe pektin dan konsentrasi.
3) Aw biasanya dalam kisaran 0,75 – 0,83.
4) Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105 – 106 0C), kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah.
5) Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas).
Struktur khusus dari produk-produk jeli buah-buahan disebabkan karena terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Pektin (asam poligalakturonat, derajat metoksilasi yang beragam sampai sekita 12 % gugusan MeO) terdapat secara alamiah dalam jaringan buah
buahan sebagai hasil dari degradasi protopektin selama pematangan, dan mungkin ditambahkan dalam bentuk padat atau cair untuk melengkapi buah-buahan yang kekurangan pektin seperti arbei.
Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah :
1) Pektin, 0,75 – 1,5 % (tergantung pada tipenya.
2) Gula, 6,5 – 70 %.
3) Asam, pH 3,2 – 3,4.
Walaupun demikian, beberapa aspek lainnya seperti tipe pektin, tipe asam, mutu buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisian dapat juga memberi pengaruh yang nyata pada mutu akhir dan stabilitas fisik dan stabilitas terhadap mikroorganisme dari produk. Kelainan utama dari produk-produk jeli adalah :
1) Kristalisasi yang disebabkan karena padatan terlarut yang berlebihan, (inversi) sukrosa yang tidak cukup atau gula tidak cukup terlarut.
2) Keras, gel, yang kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang berlebihan.
3) Kurang masak, gel yang berbentuk seperti sirup karena kelebihan gula dalam hubungannya dengan kadar pektin.
4) Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan.
Pemasakan selai dilakukan baik pada tekanan atmosfer (pada suhu sampai 1060C, atau sama dengan kira-kira 68 % padatan) atau dalam keadaan vakum, biasanya suhu tidak melebihi 650 C kecuali untuk pengisian.
Keuntungan dari pemasakan vakum termasuk :
1) Pemasakan suhu rendah menolong mempertahankan warna, cita rasa dan keutuhan buah dan menghindarkan degradasi pektin yang berlebihan.
2) Pemanasan setempat yang berlebihan dapat dihindarkan. 3) Penetrasi gula ke dalam buah-buahan lebih efektif.
4) Inversi sukrosa berkurang.
Kerugiannya termasuk :
1) Modal instalasi yang tinggi.
2) Pengusiran belerang dioksida dari pulp yang diawetkan dengan bahan kimia tidak cukup memadai.
Sirup buah-buahan (cordial)
Produk-produk ini biasanya mengandung bahan-bahan pengawet kimia seperti belerang dioksida, asam bensoat atau asam sorbat (atau garam-garamnya) dan kadang-kadang gliserol, disamping gula dan asam. Konsentrasi gula dalam kisaran antara 25 – 50 % saja tidak
cukup untuk mencegah kerusakan karena mikroorganisme apabila produk disimpan pada suhu kamar.
Sari Buah Pekat
Penguapan dari suatu sari buah yang kuat (pH 2,5 – 4) sampai mencapai tingkat padatan terlarut kira-kira 700 Brix ( = % b/b) cenderung untuk membawa bahan yang dikentalkan ini relatif aman dari kerusakan mikroorganisme. Pada padatan terlarut yang lebih rendah, tambahan metoda-metoda pengawetan seperti bahan-bahan pengawet kimia lainnya (belerangdioksida dan lain-lain) atau penyimpanan dingin (didinginkan, dibekukan) atau pasteurisasi dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme.
Buah-buahan bergula (kristal, kembang gula)
Kestabilan terhadap mikroorganisme dari produk-produk ini adalah karena padatan terlarut yang tinggi sebagai hasil pemberian sirup dan dehidrasi selanjutnya dari jaringan-jaringan yang mengandung gula. Meskipun beberapa produk mengandung belerangdioksida, adanya komponen ini dalam produk akhir dibutuhkan terutama untuk mempertahankan warna (pencegahan terhadap pencoklatan non enzimatik) dan bukan untuk stabilitasnya terhadap mikroorganisme.
2. Pengawetan Secara Biologis
Pengawetan secara biologis melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam atau fermentasi alkohol.
3. Pengawetan Secara Fisik
Merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendekatan fisik, antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada proses pemanasan dan radiasi; dengan penurunan suhu terkendali seperti pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan beku dan dengan penggunaan kemasan pelindung. Pengawetan secara fisik mematikan mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat bahwa metoda-metoda pengawetan yang dapat berhasil menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini umumnya memberikan konsekuensi yang merugikan mutu sensori dan nilai gizi produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan pada proses sterilisasi pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel bahan, mengurai chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan flavor dan merusak beberapa vitamin yang terkandung. Sehingga didalam memilih metoda pengawetan yang akan diterapkan selalu
berUpaya meminimalkan kerugian yang akan didapat dan memaksimumkan kualitas produk yang bisa diraih.
Cara Pengawetan Secara Fisik
a. Penambahan Sejumlah Energi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas guna membunuh sebagian dari mikroorganisme patogen yang ada dalam suatu bahan pangan.
Pasteurisasi umumnya dilakukan untuk kelompok produk pangan yang memiliki pH lebih kecil atau sama dengan 3,7 misalnya jus, bubur buah. Produk ini diawetkan dengan cara dipanaskan pada suhu 100 0C dengan target mematikan yeast dan mold.
Untuk pasteurisasi susu dengan metoda HTST pemanasan pada 72 0C selama 15 detik.
Pasteurisasi biasanya diikuti dengan metode pengawetan lain seperti pendinginan, atau dengan penambahan bahan kimia agar tercipta lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan mikroorganisme, misalnya penambahan gula pada produk susu kental manis, penambahan asam pada acar dan jus buah-buahan, pengemasan , seperti pada produk minuman bir kemasan botol untuk menjaga kondisi anaerob didalam botol dan fermentasi menggunakan mikroba tertentu.
Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai pada proses pasteurisasi bergantung pada :
a) ketahanan terhadap panas mikroba yang diincar untuk dimusnahkan;dan
b) kepekaan atribut mutu produk pangan terhadap panas. Metoda High-Temperature and Short-Time (HTST) menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Contohnya pada pasteurisasi HTST susu menggunakan suhu 70 0C selama 15 detik. Sebaliknya Low-Temperature Long-Time menggunakan suhu rendah dengan waktu yang lebih lama, untuk susu pada 650C dibutuhkan 30 menit. Umumnya HTST menghasilkan kualitas produk yag maksimum.
STERILISASI
Proses sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang menyebabkan mikroorganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi penyimpanan normal. Artinya, hanya menghasilkan produk yang steril komersil, tidak seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora mikrobadorman berada didalam produk, dan akan segera tumbuh bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.
Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut bergantung pada beberapa hal :
1) Sifat bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat keasamannya (pH).
2) Kondisi penyimpanan pasca proses.
3) Ketahanan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4) Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipengaruhi oleh jenis kemasan dan media pemanasan.
5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada produk yang akan
disterilkan.
Sehingga desain proses pemanasan bahan pangan dibagi menjadi :
1. Produk pangan dengan kandungan asam tinggi, pH 3,70C bakteri pembentuk spora tidak tumbuh pada range pH ini. Kriteria proses pemanasan ditujukan untuk inaktifasi Yeast dan Jamur (mold), dengan suhu proses pemanasan 100 0C
2. Produk pangan dengan kandungan asam sedang, 3,7 0C pH 4,5;
3. Produk pangan dengan kandungan asam rendah, pH 4,5 kriteria proses pemanasan didesain untuk membunuh mikroorganisme patogen anaerob pembentuk spora paling tahan terhadap panas dan mengeluarkan toksin yaitu Clostridium botulinum. Toksin ini sangat berbahaya, hanya
dalam jumlah berat seperjuta miligram sudah mematikan manusia. Tapi toksin ini rusak dengan pemanasan kondisi basah selama 10 menit suhu 1000C . Produk pangan dengan keasaman rendah memerlukan proses pemanasan dengan suhu 121,1 0C dalam waktu sesuai dengan F 0 bahan tersebut. F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk proses sterilisasi pada 121,1 oC . Nilai F tergantung kepada tipe dan ukuran produk pangan yang disterilkan.
b. Penurunan Suhu Terkendali
Penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan aktifitas sistem ensim dalam bahan. Ini berarti mencegah membusuknya produk pangan, dengan kata lain Upaya mengawetkan produk pangan bisa dilakukan dengan menerapkan penurunan suhu terkendali.
PENDINGINAN
Pendinginan efektif digunakan untuk pengawetan jangka pendek. Pada penyimpanan dingin produk disimpan pada suhu diatas titik beku tetapi dibawah 15 oC. Penyimpanan dingin tidak hanya dipakai untuk pengawetan, kadang dipakai untuk membantu proses lain, misalnya untuk mempermudah pemotongan daging, roti, pelepasan biji, dsb.
Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada kisaran suhu diatas titik beku dan dibawah 15 0C . Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan untuk penyimpanan jangka pendek karena karakteristik keunggulan berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme 2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia peruraian seperti reaksi pencoklatan, oksidasi lemak, perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat gizi.
3. Kehilangan air rendah.
Hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin yaitu terjadinya cold shortening pada produk pangan hasil hewani dan chilling injury untuk produk buah dan sayuran, dan pengerasan (efek retrogradasi) produk pangan karbohidrat tergelatinisasi. Cold shortening menyebabkan daging menjadi bertekstur keras sewaktu dimasak karena tidak mampu mempertahankan kandungan airnya. Chilling injury terjadi bila buah atau sayur diekspose pada kondisi penyimpanan dibawah dari suhu optimum penyimpanannya. Tanda tandanya biasanya adalah terjadi pencoklatan (dibagian luar atau dibagian dalam atau keduanya) buah, cacat pada kulit buah, busuk berlebihan, gagal matang. Retrogradasi adalah
proses pengerasan setelah terjadinya proses gelatinisasi. Pada suhu dingin proses ini berlangsung lebih cepat, akibatnya untuk produk pangan seperti bread (roti) menjadi keras sekali teksturnya, sehingga tidak nyaman lagi dimakan.
PEMBEKUAN
Pembekuan adalah metoda pengawetan yang cukup memuaskan bila dipakai untuk penyimpanan jangka panjang produk pangan. Pembekuan mempertahankan warna, flavor dan nutrisi terkandung suatu produk pangan. Pembekuan adalah penurunan suhu produk ke bawah titik beku hingga penyimpanan produk pada suhu – 180C . Pada proses pembekuan, air yang terkandung dalam produk pangan akan berubah dari bentuk cair (liquid phase), mengalami pengkristalan, ke bentuk padat (solid phase), Pada prosesnya, semula air terkandung akan turun suhunya menuju titik beku, kemudian terbentuk inti kristal yang kemudian tumbuh menjadi kristal. Bila proses pembekuan lambat atau laju pembekuan rendah, kristal yang terjadi berukuran besar-besar dan kristal es terbentuk pada lokasi ekstraselular, sebaliknya bila proses pengkristalan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan seragam. Ukuran kristal yang terbentuk ini akan mempengaruhi kualitas
produk sewaktu thawing (dicairkan kembali), kristal yang halus membuat produk beku tersebut dinilai berkualitas tinggi karena bentuk produk lebih bisa dipertahankan dan nutrisi yang hilang/keluar dari produk lebih rendah.
Pada pembekuan, suhu produk pangan akan dibawa ke suhu dibawah titik bekunya, dan sebagian air seperti disebutkan diatas berubah dari keadaan cair menjadi kristal kristal es. Kosentrasi bahan padat terlarut didalam produk pangan akan naik karena sebagian air berubah menjadi es, berarti menurunkan aktifitas air produk. Oleh karena itu pengawetan pada produk pangan beku merupakan kombinasi suhu rendah dan aktifitas air rendah.
c. Pengaturan Kandungan Air
Pada proses pengawetan produk pang an dengan pengaturan kandungan air, intinya adalah menurunkan aktifitas air produk tersebut. Aktifitas air (Aw) suatu produk pangan akan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme pada produk tersebut.
PENGENTALAN
Pengentalan adalah proses penghilangan sebagian air dari suatu suspensi dengan proses pendidihan, biasanya dilakukan dengan alat yang disebut evaporator.
Tujuan dilakukannya pengentalan produk tidak hanya untuk Upaya pengawetan. Kadangkala untuk memudahkan proses berikutnya, contohnya untuk mengentalkan produk yang akan dikeringkan dengan pengering semprot, atau juga ditujukan untuk mengurangi volume, misalnya pada pembuatan concentrated juice, sehingga memberikan kenyamanan sewaktu berbelanja, dan jus tersebut bisa diencerkan kembali seperti semula bila dibutuhkan. Berikut susu kental manis salah satu produk yang mengalami proses pengentalan.
Proses ini intensif digunakan pada industri pengolahan dairy products misalnya pada proses pengentalan susu, pada industri jus untuk menghasilkan jus kental, pada pada industri gula untuk mengentalkan larutan gula guna proses kristalisasi. Proses pengentalan ini kadang juga digunakan untuk menaikkan kandungan padatan persiapan untuk proses pengeringan semprot atau pengeringan beku. Pada proses pemekatan didalam evaporator, pertama panas latent medium pemanas dipindahkan ke bahan untuk menaikkan suhu bahan menuju ke titik didihnya.
PENGERINGAN
Pengeringan adalah suatu Upaya pengawetan dengan cara menurunkan aktifitas air (Aw) produk melalui penghilangan air yang dikandung produk dengan proses penguapan, sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh berkembang. Ada berbagai metoda dan alat untuk proses pengeringan, namun yang banyak dipakai adalah metoda pengeringan dengan mengekspose produk pangan pada udara yang telah dipanaskan
1. Pengeringan Osmotik
Sistem pengeringan osmotik dipakai didalam pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa semisal tekstur menjadi sangat keras dan kehilangan flavor.
Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan semipermeable dengan cara merendam produk kedalam larutan gula atau larutan garam sebelum proses pengeringan. Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya produk dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan
2. Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam. Pengeringan merupakan suatu pengawetan pangan yang paling luas digunakan.
Pengeringan bahan makanan dapat menggunakan panas sinar matahari atau panas buatan seperti panas api, atau kamar dengan udara panas.
Dehidrasi berarti mengendalikan kondisi iklim di dalam suatu ruangan atau lingkungan mikro. Bahan makanan kering yang berasal dari unit dehidrasi dapat memiliki kualitas yang lebih baik dari pada yang dikeringkan dengan matahari. Walaupun begitu pengeringan dengan matahari tetap merupakan cara pengawetan makanan yang terbesar.
Kualitas masak bahan pangan kering buatan biasanya lebih baik dari pada bahan pangan kering matahari. Akan tetapi, daging hewan dan ikan yang dikeringkan dengan matahari memiliki daya tahan yang tinggi.
Kenyataan menunjukkan bahwa dehidrasi merupakan suatu proses yang lebih mahal dari pada pengeringan matahari, dan hasilnya memiliki harga yang lebih tinggi. Selanjutnya pengeringan dengan matahari tidak dapat
dipraktekkan secara luas, karena beberapa daerah memiliki cuaca yang berbeda.
Pengeringan bisa dipakai untuk bermacam jenis hasil pertanian. Secara umum produk dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan, utuh atau mengalami pengecilan ukuran. Ada perlakuan blansir atau pencelupan dengan larutan tertentu untuk mempertahankan warna atau bahkan fermentasi bila dibutuhkan untuk menciptakan fungsi lain, misalnya pembentukan flavor. Suhu yang dipakai juga bisa beragam tergantung pada desain proses pengeringan yang ingin dilakukan.
RADIASI MAKANAN
Radiasi makanan adalah radiasi pengion yang terukur dengan tepat sehingga makanan terhindar dari kerusakan dan atau pencemaran oleh serangga dan organisme lain.
Makanan diradiasi untuk maksud yang sama seperti pada proses pemanasan atau perlakuan pada suhu menengah, atau pembekuan atau penambahan bahan kimia yaitu membunuh serangga, jamur dan bakteri penyebab kerusakan makanan dan penyakit, agar makanan dapat disimpan lebih lama dalam keadaan yang lebih baik di gudang atau rumah.
Keuntungan makanan yang diradiasi adalah :
- Membasmi serangga dan parasit
- Memperpanjang masa simpan
- Memperlambat pematangan dan penuaan - Memberantas penyakit bawaan makanan
- Mencegah mikroba dalam makanan yang sudah diolah sebelum dimakan.
Efek radiasi terhadap makanan:
- Cenderung melunakkan makanan terutama buah buahan.
- Timbul aroma yang tidak diinginkan pada beberapa jenis makanan, terutama susu.
- Radiasi pengion yang tinggi dapat menjadikan bagian makanan bersifat radioaktif.
- Dari hasil penelitian di India, anak-anak penderita kurang gizi yang diberi makan tepung gandum yang baru di radiasi menunjukkan perubahan kromosom yang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak makan tepung yang diradiasi.
- Beberapa vitamin seperti: Riboflavin, Niosin dan vitamin D tidak begitu peka terhadap radiasi tetapi vitamin A, B, B1, E dan K mudah rusak.
- Efek terhadap bakteri gram negatif seperti Salmonella dapat musnah tetapi spora bakteri tetap tinggi dengan dosis tinggi.
3. Pengalengan
Pengalengan biasa dipakai untuk mengawetkan produk pangan dengan pH lebih dari 4,5. Ada beberapa tahapan proses untuk persiapan sebelum dikemas pada kemasan kaleng khusus, selanjutnya proses yang utama yaitu proses sterilisasi, dilakukan dengan cara pemanasan produk yang telah dikemas tersebut pada suhu 121,1 0C.
Prosedur umum pengalengan komersial dapat digambarkan sebagai berikut :
- Menerima produk mentah
- Menyiapkan produk (mencuci, memilah, mengupas, memotong, mengiris, mengambil tulang, dsb)
- Mengisi bahan makanan ke dalam kemasan
- Mengeluarkan udara dari kemasan yang berisi - Menutup kemasan yang berisi
- Proses pemanasan
- Mendinginkan kemasan
- Menyimpan makanan kaleng.
Penggunaan panas yang cukup untuk mematikan mikroba pembusuk di sisi lain juga mengakibatkan
terjadinya perubahan warna, cita rasa, tekstur, nilai gizi dari bahan pangan dalam pengalengan.
Bila proses pengalengan sudah berhasil, kemasan harus disimpan dalam kondisi di mana pembusukan biologis tidak akan terjadi. Organisme termofilis mungkin ada, tetapi tanpa adanya kondisi suhu dalam ruang penyimpanan yang mendukung, pembusukan tidak terjadi. Walaupun pembusukan dapat dicegah, reaksi-reaksi kimia membawa banyak perubahan-perubahan dalam makanan kaleng selama penyimpanan. Reaksi-reaksi tersebut akan mempengaruhi cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizi makanan.
Proses pengalengan dan pencucian bahan makanan yang kurang sempurna memungkinkan tumbuh dan berkembangnya bakteri anaerob. Clostridium botullinumyang sangat berbahaya. Keracunan bakteri ini tergolong dalam intoksikasi yaitu keracunan karena racun yang dikeluarkan oleh bakteri. Ciri yang umum pada makanan kalengan yang tercemar bakteri Clostridium botullinum adalah bentuk kaleng yang sudah tidak sempurna seperti menggembung atau penyok (cekung).💪👀
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*co
ReplyDeleteBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.
Numpang promo ya Admin^^ (f)
ReplyDeleteingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^ x-)
Selamat malam bu, terima kasih untuk materinya
ReplyDeleteNama : Vilnagia Sondakh
S1 terapan sanitasi lingkungan
Sem : V
Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya.
ReplyDeleteNama : Virjgin A. Suruh
Nim : 711335119058
Sem/tkt : V/III
Prodi : D-IV kesehatan Lingkungan
Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
ReplyDeleteNama: Natasya T Lampou
Nim : 711335119041
Sem/Tkt: V/III
Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan
Selamat malam ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
ReplyDeleteNama: Meylisa L Tumboimbela
Nim : 711335119038
Sem/Tkt: V/III
Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan
Selamat pagi ibu, terimakasih untuk materinya🙏🏻
ReplyDeleteNama: Felix E. Massie
Nim : 711335119001
Sem/Tkt: V/III
Prodi : D-IV Kesehatan Lingkungan
Selamat sore ibu, terima kasih untuk materinya
ReplyDeleteNama : Veren Solang
Nim : 711335119056
Prodi : DIV kesehatan Lingkungan
Tkt III semester 5
Selamat pagi ibu, terimakasih untuk materinya 🙏
ReplyDeleteNama : Ribka Waruis
NIM :711335118037
Prodi : D-IV/semester 5