Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan
A. Pendahuluan
Pangan merupakan salah satu media bagi
agen dari sumber alam maupun hasil dari aktifitas manusia yang menyebabkan
manusia menderita penyakit, keracunan bahkan kematian. Masalah kesehatan
masyarakat yang serius disebabkan oleh pangan yakni KLB keracunan pangan
sehingga tindakan penanggulangan KLB karena pangan perlu dilakukan secara
cepat, tepat dan benar untuk mengatasi masalah ini dan tidak terulang lagi di
masa yang akan datang.
B. Pengertian
1. KLB
adalah kejadin berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
2. KLB adalah kejadian yang melebihi
keadaan biasa, pada satu/sekelompok masyarakat tertentu.
3. KLB
adalah peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada
tempat dan musim atau tahun yang sama.
4. KLB
adalah Timbulnya atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk/daerah dalam kurun
waktu tertentu.
5. KLB
adalah peristiwa yang ditandai dengan meningkatnya kejadian gangguan atau
kesakitan dan kematian yang diluar kebiasaan atau yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dan pada kurun waktu tertentu.
6. KLB
adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang meluas secara cepat baik
dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit dan dapat menimbulkan
malapetaka.
7. KLB
keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih
yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah
mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi terbukti makanan
tersebut sebagai sumber keracunan.
8. Penanggulangan
KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah
perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB
yang sedang terjadi.
9. Program
Penanggulangan KLB adlah suatu proses manajemen yang bertujuan agar KLB tidak
lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
C. Gambaran Klinis
Gejala dan tanda-tanda klinik
keracunan pangan sangat bergantung pada jenis etiologinya, tetapi secara umum
gejala keracunan pangan dapat digolongkan kedalam 6 kelompok, yaitu :
1. Gejala
utama yang terjadi pertama-tama pada saluran gastrointestinal atas (mual,
muntah)
2. Gejala
sakit tenggorokan dan pernafasan
3. Gejala
utama terjadi pada saluran gastrointestinal bawah (kejang perut, diare)
4. Gejala
neurolgik (gangguan penglihatan, perasaan melayang, paralysis)
5. Gejala
infeksi umum (demam, menggigil, rasa tidak enak, letih, pembengkakan kelenjar
limfe)
6. Gejala
alergik (wajah memerah, gatal-gatal)
D. Etiologi
Secara umum etiologi keracunan
makanan disebabkan oleh bahan kimia beracun (tanaman, hewan, metabolit mikroba)
kontaminasi kimia, mikroba patogen, non bakteri (parasit, jamur, virus,
spongiform encephalopaties) (Betty,
Penyakit-penyakit akibat pangan, dalam Surveilans Keamanan Pangan)
E. Penyelidikan Epidemiologi KLB
Keracunan Pangan
KLB keracunan pangan adalah
suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan
gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan
berdasarkan analisis epidemiologi terbukti makanan tersebut sebagai sumber
keracunan.
Penyelidikan KLB keracunan
pangan dapat dilakukan dengan studi epidemiologi deskriptif dan studi
epidemiologi analitik. Studi
epidemiologi analitik dapat dibagi menjadi studi observasional kohor dan
case control serta studi epidemiologi eksperimen. Sebagian besar pelaksanaan
Penyelidikan KLB menggunakan studi deskriptif, tetapi untuk mengetahui sumber
penyebaran yang lebih tepat biasanya menggunakan desain analisis Epidemiologi
analitik, yaitu membanding-bandingkan kelompok yang mendapat racun dengan
kelompok yang tidak mendapat racun, serta antara kelompok yang sakit dengan
kelompok yang tidak sakit. Semakin teliti pelaksanaan Penyelidikan KLB, maka
akan semakin banyak membutuhkan waktu dan tenaga, sementara KLB keracunan
pangan membutuhkan hasil Penyelidikan yang cepat untuk pengobatan korban dan
mencegah jatuhnya korban keracunan berikutnya.
Secara operasional lapangan
dan berdasarkan tujuannya, penyelidikan KLB keracunan pangan dibagi :
1) Teknik
Penetapan Etiologi KLB Keracunan Pangan
2) Identifikasi
Sumber Keracunan
3) Formulir
Penyelidikan KLB Keracunan Pangan.
1.
Teknik
Penetapan Etiologi KLB Keracunan Pangan
Penetapan
etiologi KLB keracunan pangan dapat dilakukan berdasarkan 4 langkah kegiatan
yaitu :
a. Wawancara
dan pemeriksaan fisik terhadap kasus-kasus yang dicurigai
b. Distribusi
gejala pada kasus-kasus yang dicurigai
c. Gambaran
epidemiologi
d. Pemeriksaan
pendukung, termasuk laboratorium
e. Penarikan
kesimpulan
1)
Wawancara
dan Pemeriksaan Kasus-kasus yang dicurigai
Pada saat berada di lapangan,
dilakukan wawancara dan pemeriksaan pada penderita yang berobat ke unit
pelayanan. Dari hasil pemeriksaan ini dapat diperkirakan gejala dan tanda
penyakit yang paling menonjol diantara penderita yang berobat dan kemudian
dapat ditetapkan diagnosis banding awal
2)
Distribusi
Gejala pada Kasus-kasus yang dicurigai
Wawancara kemudian dapat
dilakukan pada kasus-kasus yang lebih luas dan sistematis terhadap semua gejala
yang diharapkan muncul pada penyakit keracunan yang termasuk dalam diagnosis
banding. Misalnya, pada KLB keracunan pangan dengan gejala utama diare dan
muntah serta beberapa gejala lain yang sering muncul pada beberapa kasus, maka
dapat ditetapkan diagnosis banding : KLB keracunan pangan karena kuman Vibrio
Parahemolitikus, Clostridium perfringens, Baksiler disentri. Vibrio hemolitikus
menunjukkan gejala nyeri perut, mual, diaare, menggigil, sakit kepala, dan
kadang-kadang badan panas. Clostridium perfringens menunjukkan gejala mual,
muntah, nyeri perut, diare, badan letih/lemas. Shigella dysentriae menunjukkan
gejala diare hebat, berlendir dan berdarah, nyeri perut, panas badan dan sakit
kepala.
Dari seluruh gejala tersebut
diatas disusun sebuah daftar pertanyaan. Wawancara dengan daftar pertanyaan ini
dilakukan terhadap kasus yang dicurigai (definisi kasus), dan kemudian
dipindahkan dalam tabel Distribusi Gejala sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi
Gejala KLB Keracunan Pangan
(wawancara terhadap 25
kasus)
No. |
Gejala
dan Tanda |
Jumlah
Kasus |
% |
1. |
Diare |
25 |
100 |
2. |
Diare berlendir |
2 |
8 |
3. |
Diare berdarah |
1 |
4 |
4. |
Muntah |
20 |
80 |
5. |
Nyeri perut |
10 |
40 |
6. |
Mual |
20 |
80 |
7. |
Menggigil |
2 |
8 |
8. |
Sakit kepala |
2 |
8 |
9. |
Panas badan |
3 |
12 |
Pada tabel ini dapat
dipelajari etiologi yang paling mungkin dari ketiga jenis penyakit yang
ditetapkan sebagai diagnosis banding dan etiologi yang paling tidak mungkin dapat disingkirkan
sebagai etiologi KLB. Pada tabel tersebut, gejala diare berlendir dan berdarah
sangat sedikit, dan oleh karena itu, etiologi Shigella dysentriae adalah tidak
mungkin sebagai etiologi KLB. Sedang Vibrio parahemolitikus dan Clostridium
perfringens belum dapat disingkirkan. Pada KLB ini kasus diare Shigella
dysentriae tetap ada dalam jumlah normal.
3)
Gambaran
Epidemiologi
Gambaran epidemiologi menurut
ciri waktu, tempat dan orang dapat digunakan untuk menentukan etiologi KLB
keracunan pangan.
Periode
KLB Keracunan Pangan
Periode KLB dihitung sejak
kasus keracunan pertama sampai kasus terakhir yang ditemukan saat tim
penyelidikan berada di lapangan.
Rumus:
Pada KLB point source common
source, penyakit dengan selisih masa inkubasi terpendek–terpanjang lebih pendek
dari periode KLB, dapat disingkirkan sebagai etiologi KLB.
No. |
Nama
Penyakit |
Masa
Inkubasi (jam) |
Periode
KLB |
Disingkirkan
Sebagai Etiologi |
||
Terpendek |
Terpanjang |
Selisih |
||||
1. |
Perfringens |
8 |
22 |
14 |
22 |
Disingkir kan |
2. |
Parahaemolitikus |
2 |
48 |
46 |
Belum disingkir kan |
Tabel
7 Diagnosis Banding KLB Keracunan
Pangan
Masa Inkubasi Terpendek dan
Terpanjang KLB Keracunan Pangan
Seringkali pada saat
penyelidikan, sumber keracunan makanan beracun sudah dapat diidentifikasi waktu
pemaparannya (waktu paparan), misalnya waktu pesta, waktu pemberian makanan
tambahan di sekolah dan sebagainya. Waktu antara saat makan makanan yang dicurigai
(waktu paparan) sampai kasus KLB keracunan pangan pertama (KLB mulai) merupakan
masa inkubasi terpendek KLB. Periode itu juga merupakan masa inkubasi terpendek
dari penyakit penyebab timbulnya KLB keracunan pangan. Sementara waktu antara
saat makan makanan yang dicurigai (waktu paparan) sampai kasus KLB keracunan
pangan terakhir (KLB berakhir, atau terakhir pada saat di lapangan) merupakan
masa inkubasi terpanjang KLB. Periode itu juga merupakan masa inkubasi
terpanjang dari penyakit penyebab
timbulnya KLB keracunan pangan.
Rumus:
Penyakit dengan masa inkubasi
terpendek lebih panjang dari masa inkubasi terpendek KLB, dapat disingkirkan
sebagai etiologi KLB.
Penyakit dengan masa inkubasi
terpanjang lebih pendek dari masa inkubasi terpanjang KLB, dapat disingkirkan
sebagai etiologi KLB
Tabel 8 KLB Keracunan Pangan
No |
Nama
Penyakit |
Masa
Inkubasi Terpendek |
Masa
Inkubasi Terpendek KLB |
Penyakit
Disingkirkan |
1. |
V.
Parahaemoliticus |
2 jam |
3 jam |
Belum |
2. |
C.
Perfringens |
8 jam |
Disingkirkan |
|
3. |
Shigella
dysentriae |
12 jam |
Disingkirkan |
Gambaran
Epidemiologi Menurut Ciri Tempat dan Orang
Setiap daerah mempunyai
pengalaman epidemiologi yang berbeda dengan daerah lain. Data epidemiologi ini
diketahui berdasarkan surveilans KLB keracunan pangan di daerah tersebut.
Misalnya KLB keracunan pangan karena racun malation (insektisida), akan banyak
terjadi di daerah dengan program penanggulangan malaria atau demam berdarah,
sedangkan pada daerah lain akan sangat kecil kemungkinan terjadi KLB keracunan
pangan malation.
Golongan umur juga seringkali
dapat digunakan untuk identifikasi etiologi KLB keracunan pangan. Misalnya, KLB
keracunan makanan karena virus hepatitis A sering terjadi pada anak-anak SD dan
SLTP, karena virus ini dapat bertahan hidup lama dalam minuman dingin (es),
padahal minuman dingin sangat disukai anak sekolah.
Gambaran epidemiologi menurut
ciri pekerjaan, kebiasaan makan dan minum, serta ciri epidemiologi lain, dapat
digunakan sebagai cara untuk identifikasi etiologi KLB keracunan pangan.
4)
Pemeriksaan
pendukung, termasuk laboratorium
Pemeriksaan spesimen tinja,
air kencing, darah atau jaringan tubuh lainnya, serta pemeriksaan muntahan
dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi etiologi KLB keracunan pangan.
Pada saat terjadinya KLB keracunan
pangan, secara otomatis, petugas lapangan akan mengambil darah, feses dan air
kencing (urine) penderita termasuk muntahan, dan kemudian mengirimkannya ke
laboratorium dengan catatan “spesimen KLB keracunan pangan”
Secara sistematis, seharusnya spesimen
yang diambil dan diperiksa laboratorium adalah digunakan untuk memperkuat
pemeriksaan etiologi yang telah ditetapkan dalam diagnosis banding. Misalnya,
KLB keracunan pangan tersebut diatas dengan diagnosis banding Vibrio
parahaemolyticus, Clostridium perfringens dan Shigella dysentriae, maka
sebaiknya pemeriksaan laboratorium diarahkan oleh investigator untuk
identifikasi kemungkinan ketiga penyebab tersebut sebagai penyebb, termasuk
prosedur pengambilan sampel dan pengamanan dalam penyimpanan dan pengiriman
spesimen.
5)
Penarikan
Kesimpulan
Dengan memperhatikan berbagai
cara dalam menetapkan etiologi KLB keracunan pangan tersebut diatas, maka
kesimpulan etiologi harus didasarkan pada semua analisis tersebut diatas.
Semakin lengkap data tersebut diatas yang dapat ditemukan oleh para
investigator, maka semakin tepat etiologi yang ditetapkannya.
Seringkali etiologi spesifik
tidak dapat diidentifikasi dengan tepat, tetapi bagaimanapun juga diagnosis
banding etiologi merupakan hasil kerja maksimal yang cukup baik.
2.
Identifikasi
Sumber Keracunan
Secara
teoritis, kasus keracunan terdistribusi antara masa inkubasi terpendek dan masa
inkubasi terpanjang, dengan jumlah terbanyak pada masa inkubasi rata-rata, atau
median.
Beberapa
Teknik Untuk Identifikasi Sumber Keracunan
a. Memanfaatkan
diagnosis dan masa inkubasi kasus-kasus KLB
b. Analisis
epidemiologi deskriptif
c. Pemeriksaan
penunjang
d. Analisis
epidemiologik analitik
e. Hubungan
khusus antara kasus dan sumber keracunan.
(a) Diagnosis
dan Masa Inkubasi Kasus-Kasus KLB
Apabila waktu terpaparnya
belum jelas, tetapi diagnosis KLB sudah diperoleh, sehingga sudah dapat
diketahui masa inkubasi terpendek dan terpanjang penyakit etiologi KLB.
Rumus:
Periode Paparan KLB adalah
periode waktu sebelum kasus pertama (A) dikurangi masa inkubasi terpendek (A1)
sampai dengan kasus terakhir KLB (B) dikurangi masa inkubasi terpanjang
penyakit (B1).
(b) Analisis Epidemiologi
Deskriptif
Gambaran epidemiologi KLB
deskriptif dapat ditampilkan menurut karakteristik tempat dan orang dan akan
lebih banyak ditampilkan dengan menggunakan bentuk tabel dan peta.
Tabel distribusi kasus:
Tabel
9. KLB Keracunan Pangan Menurut Umur
PT.
Sepatu Baru, Bogor, Juni 2001
Gol.
Umur (Tahun) |
Populasi
Rentan |
Kasus |
Meninggal |
Attack
Rate (%) |
CFR
(%) |
< 15 |
50 |
5 |
0 |
10 |
0 |
15-24 |
2500 |
600 |
0 |
24 |
0 |
25-44 |
1000 |
50 |
0 |
5 |
0 |
45 + |
100 |
5 |
0 |
5 |
0 |
Total |
3650 |
660 |
0 |
18 |
0 |
Sebelumnya perlu ditetapkan
mulai dan berakhirnya KLB, sehingga kasus-kasus diluar periode KLB dapat
disingkirkan.
Tabel
10. KLB Keracunan Pangan Menurut Jenis Kelamin
PT.
Sepatu Baru, Bogor, Juni 2001
Jenis
Kelamin |
Populasi
Rentan |
Kasus |
Meninggal |
Attack
Rate (%) |
CFR
(%) |
Pria |
1150 |
220 |
0 |
19.1 |
0 |
Wanita |
2500 |
440 |
0 |
17.2 |
0 |
Total |
3650 |
660 |
0 |
18.4 |
0 |
Identifikasi kelompok rentan
(attack rate) dimanfaatkan untuk menuntun kepada sumber keracunan dengan
mengajukan pertanyaan:
·
“Adakah suatu kondisi yang
menyebabkan kelompok tertentu lebih rentan dibandingkan kelompok lain ?”
·
“Adakah keadaan yang dicurigai
tersebut berhubungan dengan sumber keracunan ?”
Secara
umum, langkah pertama identifikasi sumber keracunan dengan memanfaatkan attack
rate adalah dengan menetapkan spesific attack rate dan spesific case fatality
rate menurut umur dan jenis kelamin, tetapi dengan memperhatikan berbagai
keadaan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian KLB dapat juga mencurigai
karakteristik lain yang berhubungan dengan sumber keracunan.
Identifikasi
sumber keracunan berdasarkan karakteristik pada langkah pertama, seringkali
tidak langsung menemukan sumber keracunan tetapi menemukan karakteristik lain
yang dicurigai berhubungan dengan sumber keracunan yang dicari (hipotesis).
Kemudian hasil analisis pada identifikasi karakteristik terakhir ini dapat juga
menghasilkan karakteristik baru yang dicurigai berhubungan dengan sumber
keracunan yang dicari (hipotesis), demikian seterusnya.
Seorang
penyelidik, setelah mencermati berbagai kondisi yang berhubungan dengan sumber
keracunan, dapat saja sekaligus memperkirakan beberapa karakteristik yang
dicurigai berhubungan dengan sumber keracunan yang dicari (beberapa hipotesis).
(c) Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan gambaran
epidemiologi menurut karakteristik waktu, tempat
dan orang, penyelidik biasanya sudah dapat mengidentifikasi dugaan sumber
keracunan. Dugaan seperti ini masih dalam batas hipotesis sumber keracunan yang
harus dibuktikan kebenarannya dengan pemeriksaan laoratorium.
Rumus:
Hipotesis sumber keracunan
terbukti benar jika racun yang ditemukan pada makanan (sumber keracunan yang
dicurigai) adalah sama dengan racun yang didiagnosis sebagai penyebab KLB.
(d) Analisis Epidemiologi Analitik
Untuk
mengetahui jenis makanan yang mengandung bahan beracun, menggunakan desain
studi analitik yang membandingkan antara yang makan makanan tertentu dengan
yang tidak makan makanan tersebut.
Terdapat 2 teknik desain studi analitik,
yaitu “Kohort” dan “Case Control.” Tetapi pada pembahasan ini hanya akan
dibahas desain studi “Kohort” saja. Pembahasan nilai-nilai statistik studi ini
juga tidak dibahas.
Risiko Relatif =
Misalnya RR (gado-gado) = 10
(2,18) pada α 5 %, artinya orang-orang yang makan gado-gado
mempunyai risiko jatuh sakit sebesar 10 kali dibandingkan dengan risiko dari
orang-orang yang tidak makan gado-gado, risiko paling rendah adalah 2 kali dan
paling tinggi adalah 18 kali pada tingkat kepercayaan
(α) 5 %.
Tabel 10. KLB Keracunan
Pangan, PT. Sepatu Baru, Bogor, Juni 2001
Studi Kohort (300
karyawan, 120 kasus)
Makanan |
Makan |
Tidak Makan |
RR α 5 % *) |
||||
Populasi |
Kasus |
AR/100 |
Populasi |
Kasus |
AR/100 |
||
Nasi |
280 |
113 |
40 |
20 |
7 |
35 |
1.1 (0.6-2.1) |
Semur daging |
270 |
110 |
40.7 |
30 |
10 |
33.3 |
1.2 (0.7-2.0) |
Tempe |
220 |
100 |
45.4 |
80 |
20 |
25 |
1.2 (1.0-2.4) |
Karedok |
130 |
115 |
95.8 |
170 |
5 |
3.0 |
16.4 (6.9-39.4) |
Air Minum |
250 |
100 |
40 |
50 |
20 |
40 |
1.00 (0.7-1.5) |
Kerupuk |
22 |
22 |
100 |
178 |
98 |
55.0 |
1.4 (1.0-2.0) |
Telur Goreng |
50 |
47 |
94 |
250 |
73 |
29.2 |
2.1 (1.6-2.9) |
*) Epi info
Berdasarkan analisis risiko relatif untuk
setiap jenis makanan, maka dapat disimpulkan bahwa nasi, semur daging, tempe,
dan air minum tidak menunjukkan perbedaan risiko yang besar antara yang makan
dan yang tidak makan. Kerupuk dan telor goreng mempunyai perbedaan risiko sedang,
sedang makan karedok mempunyai risiko yang sangat besar dibanding yang tidak
makan karedok.
Kesimpulan ini sebaiknya diuji dengan
pemeriksaan laboratorium, yaitu ditemukannya racun pada karedok yang sama
dengan racun yang terdapat pada karyawan sakit. Bagaimanapun juga,
teridentifikasinya karedok sebagai sumber keracunan sudah merupakan informasi
yang sangat berharga untuk menelusuri lebih jauh lagi penyebab karedok terdapat
racun, disamping itu, dengan menyingkirkan karedok dari makanan yang disajikan,
maka makanan ransum sudah kembali aman.
(e) Hubungan Khusus Antara Kasus
dan Sumber Keracunan
Terdapat
beberapa kondisi khusus yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber
keracunan yang dapat dimanfaatkan dengan cepat, antara lain:
1.
Makanan
Yang Tidak Dimakan oleh Korban Keracunan
Pada
dasarnya orang yang menderita sakit (kasus keracunan) harus makan makanan yang
mengandung racun, dan apabila orang tersebut ternyata tidak makan suatu makanan
tertentu, maka dapat dikatakan bahwa makanan tersebut kemungkinan besar tidak
mengandung racun.
Contoh, sumber keracunan pada
KLB dicurigai adalah kantin, warung di sekolah dan penjaja, maka ditanyakan
pada sekitar 50 penderita riwayat makan di 3 tempat makan tersebut pada 3 hari
terakhir ini, dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tempat Makan |
Riwayat makan 3 hari
terakhir pada 50 kasus (sakit) |
||
makan |
Tidak makan |
keterangan |
|
Kantin |
40 |
10 |
Bukan sumber |
Warung |
48 |
2 |
Mungkin sumber |
penjaja |
30 |
20 |
Bukan sumber |
Maka dengan memperhatikan
jumlah yang tidak makan, dapat disingkirkan kemungkinan tempat makan tersebut
sebagai sumber keracunan, yaitu kantin dan penjaja terdapat 10 dan 20 penderita
yang tidak makan, oleh karena itu kantin dan penjaja dapat disingkirkan
kemungkinannya sebagai sumber keracunan.
Pada dasarnya orang yang tidak
terpapar racun adalah tidak menderita sakit keracunan, tetapi pada suatu
populasi orang yang menderita keracunan atau menderita penyakit lain yang
gejalanya mirip seperti orang yang terpapar racun selalu ada dalam populasi
dalam jumlah normal. Oleh karena itu, apabila sejumlah orang makan-makanan
tertentu kemudian yang menderita keracunan atau menderita penyakit yang
gejalanya mirip seperti orang yang terpapar racun adalah dalam jumlah lebih
dari keadaan normal, maka makanan tersebut perlu dicurigai sebagai makanan yang
mengandung bahan racun.
2.
Tamu
Sebagai Korban Keracunan Istimewa
Pada
pesta atau kantin di perusahaan yang terjadi KLB keracunan, perlu dicari orang
diluar kelompok umum, misalnya adanya tamu dari jauh yang hanya satu hari saja
ikut makan di tempat ini, dsb. Kasus-kasus ini sering lebih mudah mengungkapkan sumber makanan beracun dalam pesta atau
kantin, terutama waktu paparan.
3.
Pesta
Sebagai Sumber Keracunan
Pada
umumnya, apabila terjadi KLB keracunan pangan sesudah pesta, makan bersama dan
sebaginya, maka tuduhan pertama sebagai sumber keracunan adalah makanan yang disajikan
pada pesta. Penyelidik yang berpengalaman akan selalu berhati-hati dengan
pernyataan tersebut, karena sumber keracunan kemungkinan berada di luar pesta.
4.
Penjaja
Makanan Sebagai Tertuduh Sumber Keracunan
Berdasarkan
pengalaman penyelidikan KLB keracunan makan yang terjadi pada suatu perusahaan,
asrama atau hotel, biasanya diduga karena makanan yang diperoleh dari luar,
sehingga penutupan segera dilakukan terhadap penjual makanan yang ada di
sekitar perusahaan. Tindakan penutupan penjaja makanan seperti itu memang
tindakan tepat apabila sumber keracunan adalah benar pada para penjaja
tersebut. Tetapi kalau tidak benar, maka semua karyawan dan petugas kesehatan
berada dalam keadaan berbahaya, karena merasa aman dengan perasaan hilangnya
sumber keracunan yang ada, sementara sumber keracunan sebenarnya masih berada
dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, penyelidik harus selalu membangun
profesionalisme dalam proses penyelidikan sesuai dengan prosedur epidemiologi
dan tidak terpengaruh oleh tekanan pendapat berbagai pihak yang tidak memiliki
keahlian memadai.
3.
Formulir
Penyelidikan KLB Keracunan Pangan.
F. Tujuan Penyelidikan KLB
Tujuan Umum:
- Mencegah meluasnya KLB (penanggulangan)
- Mencegah terulangnya KLB di masa yang
akan datang (pengendalian=controle)
Tujuan Khusus:
- Diagnosis
khusus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit.
- Memastikan
bahwa keadaan yang menyebabkan KLB
- Mengidentifikasikan
populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB.
G. Kriteria Kerja KLB (Kep.Dirjen
PPM No. 451/91) tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB
Tergolong Kejadian Luar Biasa,
jika ada unsur:
- Timbulnya
suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
- Peningkatan
kejadian penyakit terus-menerus selama 2 kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya (jam,
hari, minggu).
- Peningkatan
kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
- Jumlah
penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya
H. Prosedur Penyelidikan KLB
karena Pangan
1.
Persiapan penelitian lapangan.
2.
Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.
3.
Memastikan diagnosa Etiologis.
4.
Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan.
5.
Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat.
6.
Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7.
Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.
8.
Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.
9.
Merencanakan penelitian lain yang sistimatis.
10.Menetapkan
saran cara pencegahan atau penanggulangan.
11.
Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi.
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada
instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi.
I.
Pengolahan
dan Analisis Data hasil penyelidikan KLB karena Makanan
-
Deskripsi KLB
- Deskripsi
Kasus Berdasarkan Waktu
Penggambaran
Kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung)
digambarkan dalam suatu kurva epidemik)
Kurva epidemik:
- Grafik yg menggambarkan frekuensi kasus
berdasarkan saat mulai sakit (onset off illness) selama periode periode wabah)
- Axis horizontal adalah saat mualinya sakit, axis vertikal
adalah jumlah kasus.
2. Deskripsi
Kasus berdasarkan Tempat
Tujuan:
- Untuk
mendapatkan petunjuk populasi yang
rentan kaitannya dengan
tempat
(tempat tinggal, tempat pekerjaan).
- Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber penularan.
Agar supaya tujuan ini tercapai, maka
kasus dapat dikelompokkan menurut:
• Daerah
variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus).
• Tempat
pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah,
kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari
orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979, Friedman, 1980).
3.
Deskripsi KLB berdasarkan Orang
-
Teknik ini digunakan untuk membantu
merumuskan hipotesis sumber penularan
atau etiologi penyakit.
- Orang dideskripsikan menurut variabel umur,
jenis kelamin, ras, status kekebalan,
status
perkawinan, tingkah laku, atau
kebudayaan setempat.
-
Distribusi penyakit berdasarkan sifat-sifat yang lain dapat dikerjakan jika
sifat-
sifat
tersebut ditemukan berulang-ulang diantara kasus.
Misalnya:
kategori kasus berdasarkan pekerjaan dilakukan jika diantara kasus jenis pekerjaan
tertentu ditemukan berulang-ulang.
PENANGGULANGAN KLB
Penanggulangan
KLB meliputi kegiatan penyelidikan KLB, pengobatan dan upaya pencegahan
jatuhnya korban baru dan survelans ketat.
(1) Penyelidikan
KLB
Dimulai pada saat informasi pertama adanya
kasus keracunan atau diduga keracunan. Tim penyelidikan KLB melakukan diskusi
intensif dengan setiap dokter atau petugas kesehatan lain yang menangani
penderita untuk menetapkan deferensial diagnosis dan menyusun tabel distribusi
gejala.
Pemeriksaan laboratorium diarahkan pada
pemeriksaan etiologi yang dicurigai. Penyelidikan KLB diarahkan pada upaya
penemuan kasus-kasus baru dan kelompok-kelompok atau orang-orang yang rawan
akan menderita sakit, untuk pengobatan dan pengobatan dan pengendalian sumber
keracunan yang lebih cepat, tepat dan efisien.
(2) Pengobatan dan Pencegahan
a)
Tim penanggulangan KLB segera
berkoordinasi dengan tim rumah sakit dan klinik-klinik yang akan mengobati
penderita serta anggota masyarakat dalam pemilahan kasus berat dan ringan,
rujukan dan pengobatan penderita.
b)
Pengobatan terutama diarahkan
pada upaya-upaya penyelamatan penderita. Setelah etiologi dapat diketahui,
upaya netralisasi racun dan tindakan spesifik dapat diterapkan dengan tepat.
c)
Untuk menghindari jatuhnya
korban berikutnya, maka semua sumber makanan yang mengandung racun atau yang
diduga mengandung racun disimpan agar tidak dimakan atau digunakan sebagai
bahan campuran makanan. Tetapi apabila jenis makanan yang dicurigai sudah
diketahui dengan tepat, maka makanan lain yang sudah dipastikan tidak
mengandung bahan beracun harus segera diinformasikan kepada pemiliknya bahwa
makanan atau bahan makanan tersebut aman.
(3) Surveilans Ketat
Diarahkan pada perkembangan KLB menurut waktu,
tempat dan orang dan efektifitas pengobatan serta upaya pencegahan adanya
korban baru.
Apabila tidak ada korban baru, berarti sumber bahan
beracun sudah tidak memapari orang lagi, dan KLB dapat dinyatakan berakhir.
Apabila kurva KLB sudah turun serta konsisten,
maka dapat disimpulkan bahwa penularan telah berhenti, tetapi kasus baru
diperkirakan masih akan bermunculan sampai masa inkubasi terpanjang telah
tercapai.
Latihan Soal:
1. Di
bawah ini tersaji data/list kasus penduduk pada suatu KLB yang digunakan
karena keracunan makanan.
Kejadian ini meliputi penduduk dalam satu
RW. Yang berjumlah 200 orang. Karena kesulitan pencarian data, hanya
terjaring 128 penduduk, 83 sakit dan 45 tidak sakit. Selain itu, dari
penyelidikan informasi yang disajikan juga kurang lengkap.
Soal:
a.
Buatlah deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang.
b.
Buatlah analisis dari setiap deskripsi semaksimal mungkin.
c.
Buat suatu kesimpulan sementara dari
analisis anda.
d.
Deskripsikan data yang anda butuhkan untuk langkah-langkah berikutnya.
• Distribusi kasus berdasarkan
orang
Distribusi Frekuensi Kasus KLB Keracunan
Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Sebuah Jamuan Makan Malam di Y,
Tahun 2013.
Jenis
Kelamin |
Jumlah
|
%
|
Laki-laki |
30
|
36,14
|
Perempuan
|
53
|
63,86
|
Distribusi Frekuensi Kasus KLB
Keracunan Makanan Berdasarkan Umur Pada Sebuah Jamuan Makan Malam di Y, Tahun
2013
Umur (th) |
Jumlah |
% |
0 – 10 |
10
|
12.1 |
11-20
|
11
|
13.2 |
21-30
|
0
|
0.0 |
31-40
|
11
|
13.2 |
41-50
|
9
|
10.8 |
51-60
|
10
|
12.1 |
61-70 |
6
|
7.2 |
>
71 |
10
|
12.1 |
Tidak
diketahui |
16
|
19.3 |
Jumlah
|
83
|
100 |
Distribusi Frekuensi Kasus KLB
Keracunan Makanan Berdasarkan Waktu Ditemukan Pada Sebuah Jamuan Makan Malam di
Y, Tahun 2013
Hari |
Malam (am) |
Siang (pm) |
Tidak
diketahui |
Senin |
8 |
8 |
5 |
Selasa |
7 |
2 |
4 |
Rabu |
- |
2 |
1 |
Minggu |
1 |
35 |
1 |
J. PENANGGULANGAN SEMENTARA
• Penanggulangan
sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyidikan
dilampaui.
• Kecepatan
keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi
penyakit sumber dan cara penularannya (Goodman et al, 1990), sebagai
berikut :
Sumber dan Cara penularan |
|||
E T I O L O G I |
Tahu |
Tidak
|
|
T A H U |
Penyidikan Penanggulangan |
Penyidikan Penanggulangan |
|
T I D A K |
Penyidikan Penanggulangan |
Penyidikan Penanggulangan |
K. Identifikasi Sumber Penularan
dan Keadaan Penyebab KLB
1. Identifikasi Sumber Penularan
Mengetahui sumber dan cara:
-
Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau
adanya hubungan secara statistik antara
kasus dan pemaparan (MacMohan and Pugh, 1970, CDC, 1979).
-
Menurut MacMohan and Pugh (1970), CDC (1979) dan Kelsey et al (1986),
penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika:
1). Ditemukan
agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita.
2). Terdapat
perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara
orang-orang
yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan.
3).Tidak
ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat
menerangkan distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.
2.
Perencanaan Penelitian Lain yang Sistematis
• KLB merupakan kejadian yang alami (natural)
• Penyidikan KLB merupakan kesempatan baik untuk
melakukan penelitian
Setiap
Penyidikan KLB sebaiknya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi untuk perbaikan
program kesehatan pada umumnya dan program pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular dan sistim surveilens pada khususnya.
• Penyidikan KLB selalu dilakukan:
Pengkajian
terhadap sistim surveilens yang ada, untuk mengetahui kemampuannya sebagai alat
deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban
pelaksanaan sistim surveilens.
L. Evaluasi
terhadap program kesehatan.
M. PENYUSUNAN REKOMENDASI
a. Tujuan utama penyidikan KLB adalah merumuskan
tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan
mencegah terulangnya KLB dimasa mendatang (pengendalian).
b. Tindakan penanggulangan KLB didasari atas diketahuinya etiologis, sumber dan cara
penularan.
Tabel 1. Beberapa cara dalam penanggulangan KLB
Tindakan |
Contoh
|
Menghilangkan sumber penularan |
Menjauhkan sumber penularan dari orang
|
Membunuh bakteri pada sumber penularan
|
|
Melakukan isolasi atau pengobatan pada
orang yang diduga sebagai sumber penularan |
|
Memutuskan rantai penularan |
Sterilisasi sumber pencemaran |
Mengendalikan vektor |
|
Peningkatan hygiene perorangan |
|
Merubah respon orang terhadap penyakit |
Melakukan immunisasi |
Mengadakan pengobatan |
N. Sistim Surveilens
• Sistem
Surveilens diperlukan untuk:
- Untuk
evaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan
- Sistim
surveilens penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat) biasanya
lebih dipergunakan untuk memantau kasus baru dan komplikasinya.
O. Penyelidikan Kejadian Luar
Biasa karena Pangan
Kejadian
Luar Biasa adalah Kejadian dimana terdapat 2 (dua) orang atau lebih yang
menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah
mengkonsumsi suatu pangan dan berdasarkan analisis epidemiologi pangan tersebut
terbukti sebagai penyebabnya.
P. Penentuan Terjadinya Kejadian
Luar Biasa
Bila
melampaui base line jumlah kasus pada
suatu populasi dan dibandingkan dengan periode waktu tertentu.
N.
Investigasi KLB Keracunan Pangan
Serangkaian
kegiatan yang sistematis terhadap KLB keracunan pangan untuk mengungkap penyebab,
sumber penyakit dan cara penyebaran serta distribusi KLB menurut variabel
Epidemiologi.
O.Tujuan Investigasi KLB
Umum: memberikan dukungan upaya
penanggulangan keracunan serta
mendapatkan informasi epidemiologi.
Khusus:
1. Produk
pangan yang telah terkontaminasi.
2. Mengidentifikasi
dan menanggulangi korban.
3. Mengidentifikasi
pangan yang beresiko.
4. Mengidentifikasi
faktor resiko terjadi KLB.
5. Menarik
Menghentikan penyebarluasan penyakit.
6. Membuat
rekomendasi agar tidak terjadinya KLB di masa yang akan datang.
P. Sifat Wabah
Penularan penyakit dalam masyarakat
umumnya berjalan sesuai dengan pola kejadian penyakit serta sifat penularannya
secara umum. Mekanisme penularan penyakit dalam masyarakat dapat menyebabkan
terjadinya tingkat kesakitan yang biasa (bersifat endemik) dan mungkin pula
tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan (keadaan luar biasa atau wabah).
Menurut sifatnya wabah dapat dibagi dalam dua bentuk utama, yakni bentuk common source dan bentuk propagated atau progressive. Secara umum, kedua bentuk wabah ini dapat dibedakan
dengan membuat grafik penyebaran kasus/kejadian berdasarkan waktu mulainya
sakit (onset time) yang biasanya
disebut kurva epidemi.
1. Common
Source Epidemic
Keadaan
wabah dengan bentuk common source (CSE)
adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang
dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadinya dalam waktu yang relatif
singkat (sangat mendadak). Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit
berlangsung sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat (point of epidemic atau point
of source of epidemi), maka resultant dari semua kasus/kejadian berkembang
hanya dalam satu masa tunas saja, pada dasarnya dijumpai bahwa CSE kurva
epidemi mengikuti suatu distribusi normal, sehingga dengan demikian bila
proporsi kumulatif kasus digambarkan menurut lamanya kejadian sakit (onset) akan terbentuk suatu garis lurus.
Median dari masa tunas dapat ditentukan secara mudah dengan membaca waktu
median masa tunas dapat menolong kita dalam mengidentifikasi agen penyebab,
mengingat tiap jenis agen mempunyai masa tunas tertentu.
Pada
gambar berikut ini memperlihatkan waktu onset penyakit dari suatu kejadian
letusan wabah keracunan makanan (food
intoxication) pada suatu asrama mahasiswa tugas belajar, melihat cepatnya
naik dan turun dari kurva epidemi tersebut tampaknya sangat sesuai dengan sifat
dari suatu point source epidemic.
Gambar 9.1.Gambaran Kejadian
Letusan Diare Karena Keracunan
Makanan di Asrama Mahasiswa
10-Sep |
11-Sep |
||||||
Waktu terjadinya gejala pertama menurut jam |
Jika
bahan perantara (vehicle) atau sumber
epidemi (termasuk makanan, air maupun udara) masih kemungkinan epidemi terus
berlangsung, maka keadaan menjadi lebih kompleks. Mengingat bahwa kurva epidemi
terbentuk dari keterpaparan berganda pada waktu yang berbeda dan disertai
dengan masa tunas yang bervariasi, maka puncak kurva akan kurang memperlihatkan
puncak yang tajam dan letusan penyakit akan berlangsung lebih lama.
Gambar
tersebut di atas adalah kejadian letusan pada suatu asrama mahasiswa setelah
mereka makan bersama pada suatu pesta wisuda yang dilakukan tanggal 10
September jam 19.00 malam. Dari lebih seratus hadirin yang ikut makan bersama,
ternyata 78 orang mengalami keracunan makanan dengan gejala diare ringan dan
sedang yang kejadiannya sangat singkat yakni sekitar 2 jam setelah pesta
dimulai dan kasus berakhir adalah pada jam 15.00 keesokan harinya.
Penyebaran insidensi kasus pada gambar
di atas menunjukkan gambaran dengan satu puncak epidemi. Sedang jarak kejadian
antara satu kasus dengan kasus lainnya menunjukkan waktu yang sangat pendek
hanya dalam jam. Dalam hal ini perbedaan jarak antara waktu keterpaparan (waktu
pesta/waktu makan) dengan waktu timbulnya gejala pertama pada individu dapat
disebabkan karena perbedaan daya tahan perorangan, tetapi dapat pula karena
perbedaan dosis yang dimakan terutama jenis makanan yang mengandung bakteri
penyebab (bakteri atau terutama toksinnya).
Gambar
di atas menunjukkan suatu keadaan letusan gastroenteritis
yang disebabkan oleh Clostridium
perfringens dengan masa tunas yang bervariasi antara 7 sampai 24 jam
setelah keterpaparan dengan frekuensi tertinggi terjadi pada 12 jam setelah
keterpaparan tersebut. Bentuk ini sangat spesifik untuk letusan yang disebabkan
oleh mikro-organisme tersebut.
Dari
bentuk letusan yang terjadi biasanya dapat diterka penyebabnya atau
sekurang-kurangnya dari kelompok penyebab yang mana yang menimbulkan wabah
tersebut. Salah satu contoh yang menarik adalah timbulnya letusan pada tahun 1976
di Philadelphia selama musim panas yakni sewaktu dilakukan suatu konvensi
American Legion. Penelitian wabah yang dilakukan oleh tim ahli menemukan
patogem penyebab yang sebelumnya dikenal yakni Legionella pneumophili. Tetapi setelah dipelajari dan dianalisa
sifat epidemiologis wabah, maka dikemukakan bahwa penyakit seperti ini bukanlah
sesuatu yang baru tetapi sebenarnya organisme ini telah menimbulkan beberapa
wabah yang sama sebelumnya. Dengan demikian maka sejak terjadinya wabah di
Philadelphia tahun 1976 tersebut dengan 221 penderita dan 34 orang meninggal,
maka beberapa letusan lainnya dapat segera dikenal. Sejak adanya letusan
penyakit tersebut di Philadelphia, maka secara epidemiologistelah ditemukan
berbagai informasi tentang penyakit tersebut yang ternyata sudah sering terjadi
letusan pada beberapa tempat, walaupun dalam keadaan yang lebih ringan dengan
angka kematian yang rendah sekali. Disamping itu diketemukan pula berbagai
gambaran sifat epidemiologis penyakit ini seperti angka insidensi lebih tinggi
pada pria daripada wanita, serta beberapa faktor lain ikut mempengaruhi
kejadian penyakit ini.
Point
source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh faktor penyebab bukan
infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti adanya zat beracun polusi
zat kimia yang beracun di udara terbuka.
2. Propagated
atau progressive epidemic
Bentuk
epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui udara, makanan atau vektor. Kejadian
epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai dengan sifat penyakit
serta lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta
penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyakit tersebut. Masa
tunas penyakit tersebut di atas adalah sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa
masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu
ke waktu sampai pada masa dimana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai
batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang
penyakit, maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi
mulai menurun sampai batas minimal.
Bila
kita bandingkan kedua bentuk epidemi tersebut di atas maka jelas tampak
perbedaan terutama dalam kurva epidemi menurut waktu. Pada letusan dengan
bentuk common source epidemic, tampak
kurva epidemi yang meningkat secara cepat dan juga menurun sangat cepat dalam
batas satu masa tunas saja, sehingga angka serangan kedua (secondary attack rate) tidak dijumpai pada bentuk ini. Di lain
pihak, bentuk kurva epidemi pada propagated epidemic berkembang lanjut dan
melampaui satu masa tunas. Pada keadaan tertentu dengan sistem survellans yang
baik, kita dapat menentukan turunan dari setiap kasus pada angka serangan
berikutnya. Namun demikian, kadang-kadang terjadi variasi masa tunas yang dapat
mengaburkan pola epidemi yang terjadi.
Selain
dari kedua bentuk epidemi tersebut di atas, masih dikenal pula bentuk epidemi
lain yang dihasilkan oleh penyakit menular yang penyebarannya melalui vektor (vector borne epidemics). Bentuk epidemi
ini biasanya agak sama kecilnya dengan area dari common source epidemic, tetapi dalam lingkuaran penularannya dapat
dijumpai peranan zoonosis, manusia atau campuran dari keduanya sebagai sumber
penularan kepada vektor. Kebanyakan wabah vektor borne mempunyai lingkaran
penularan berganda antara vektor dan host sebelum cukup banyak kasus manusia
yang terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah.
Ada
kemungkinan dimana kita sulit untuk menentukan keadaan dan sifat suatu epidemi
dengan hanya berdasarkan pada kurva epidemi semata. Umpamanya suatu kurve yang
khas sebagai bentuk point source/common
source mungkin dipengaruhi oleh perkembangan terjadinya kasus sekunder,
yang terjadi karena berlanjutnya kontaminasi dengan sumber penularan atau
mungkin pula oleh karena lamanya dan adanya variasi dari masa tunas. Di lain
pihak, pada penyakit influensa klasik umpamanya yang bersifat propagated dengan
masa tunas yang relatif pendek dan sifat infestitas yang cukup tinggi, dapat
menghasilkan kurva epidemi yang cepat naik dan cepat pula turun sehingga mirip
dengan kurve common source epidemic. Namun sebenarnya sifat penyebaran penyakit
menurut tempat (penyebaran geografis) dapat membantu kita untuk membedakan kedua
jenis epidemi tersebut. Dalam hal ini, bentuk propagated lebih cenderung
memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.
Sebenarnya
bila kita menganalisa secara luas maka awal dari suatu wabah pada dasarnya
lebih banyak ditentukan oleh perilaku pejamu, dibanding dengan sifat
infeksi/penularan maupun sifat kimiawi dari produk mikro-organisme, seperti
halnya dengan agen infeksi, maka idea serta pola tingkah laku dapat pula
disebarkan dari orang ke orang. Kemampuan penularan dari pola tingkah laku
telah diamati sejak lama, mulai dari tarian kegilaan (dancing maniac) pada abad pertengahan sampai pada ledakan gejala
histeris pada akhir-akhir ini yang memberikan suatu sifat yang mudah menular
dalam masyarakat. Penyalah-gunaan obat terlarang dewasa ini telah merupakan
suatu fenomena tingkah laku dewasa ini dapat menyebarkan berbagai bentuk
penyakit menular yang sebelumnya telah diketahui cara penyebarannya. Sebagai
contoh, penyakit hepatitis b dan malaria telah menyebar dan meluas melalui
berbagai alat yang digunakan dalam penggunaan obat. Perkembangan kasus tidak
hanya tergantung pada penularan dari orang ke orang, tetapi juga erat
hubungannya dengan kuatnya ikatan atau kebersamaan dalam kelompok tertentu.
Kebiasaan yang berkaitan erat dengan penggunaan obat melalui suntikan, atau
merokok adalah sama peranannya dengan efek fisiologis pada tingkat awal
penyakit.
Secara
konseptual dan secara teoritis maka rantai peristiwa pada suatu letusan common
source (common vehicle) epidemic relatif
tampaknya sangat sederhana. Dengan melakukan pengamatan yang berkesinambungan
terhadap keterpaparan umum, maka pada suatu saat sejumlah tertentu dari mereka
yang terpapar tersebut akan menderita penyakit (tidak seluruhnya). Penderita
yang muncul dari kelompok tersebut mempunyai waktu sakit (onset time) yang
berbeda-beda sesuai dengan rentangan masa tunas kejadian penyakit tersebut.
Sedangkan
pada epidemi bentuk propagated/progressive, upaya penentuannya akan lebih
sulit. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi
dari orang ke orang yang potensial lainnya sangat tergantung kepada berbagai
faktor, terutama jumlah orang yang kebal/rentan (peka) dalam populasi tersebut
(keadaan herd immunity). Disamping itu juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk dan mobilitas penduduk setempat.
PELACAKAN
KEJADIAN LUAR BIASA
1. Garis Besar Pelacakan Wabah/Kejadian Luar Biasa
Usaha pelacakan kejadian luar biasa/wabah
merupakan suatu kegiatan yang cukup menarik dalam bidang epidemiologi.
Kebersihan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai
kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di
lapangan/tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data yang diteliti
dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan
pelacakan. Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar
biasa atau wabah, diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika
langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap
usaha pelacakan. Langkah-langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang
kemudian harus dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak) dalam
menjawab setiap pertanyaan yang mungkin timbul dalam kejadian pelacakan
tersebut, walaupun penentuan langkah-langkah tersebut sangat tergantung pada
tim pelacak, namun beberapa hal yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan
diagnosis serta penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal
dan harus ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang
diperkirakan bersifat wabah atau situasi luar biasa, diperlukan
sekurang-kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari pelacakan.
a.
Penentuan/Penegakan Diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis
dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal
yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat
kebenarannya). Umpamanya wabah penyakit “demam berdarah” harus jelas secara
klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat gejala demam berdarah dapat
didiagnosis secara tidak tepat. Disamping itu, pemeriksaan laboratorium
kadang-kadang harus dilakukan lebih dari satu kali. Dalam menegakkan diagnosis, harus pula
ditetapkan seseorang dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat
tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang sedang dihadapi. Seseorang dapat
dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis saja, atau dengan pemeriksaan laboratorium
saja atau keduanya. Umpamanya wabah diare, bila kita mengarah pada masalah
diare secara umum, maka gejala klinis tertentu sudah cukup untuk menentukan
kasus atau bukan kasus. Tetapi bila masalah diare lebih diarahkan khusus untuk
Eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan disamping gejala klinis
dan analisis epidemiologi.
b.
Penentuan Adanya Wabah
Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa, maka untuk
menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka perlu
diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat
apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak.
c.
Uraian Keadaan Wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah berdasarkan
tiga unsur utama yakni, waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi dengan
menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit.
Disamping itu gambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan kasus menurut
tempat (spot map epidemi). Lakukanlah
berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit
pada populasi dengan resiko menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan,
keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan, minuman atau faktor penyebab
lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang mungkin berguna dalam
analisis. Juga hal ini melakukan identifikasi berbagai sifat yang mungkin
berkaitan dengan timbulnya penyakit merupakan langkah yang sangat penting
sekali dalam usaha memecahkan masalah wabah.
3. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan
menetapkan adanya situasi wabah, maka selain tindak pemadaman wabah, perlu
dilakukan pelacakan lanjut serta analisis yang berkesinambungan. Ada beberapa
hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.
a.
Usaha Penemuan Kasus Tambahan
Untuk hal tersebut harus ditelusuri kemungkinan adanya kasus yang tidak
dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1)
Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat
untuk mencari kemungkinan mereka menemukan kasus penderita penyakit yang sedang
diteliti dan belum masuk dalam laporan yang ada
2)
Adakan pelacakan yang intensif terhadap mereka yang tanpa gejala atau
mereka dengan gejala ringan/tidak spesifik tetapi mempunyai potensi menderita
atau termasuk kontak dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada
beberapa penyakit tertentu. Umpamanya pada penyakit hepatitis, yang selain
penderita dengan klinik jelas, juga kemungkinan adanya penderita dengan gejala
ringan tanpa gejala kuning, dimana diagnosa hanya mungkin ditegakkan dengan
melalui pemeriksaan laboratorium (tes fungsi hati).
b.
Analisis Data
Lakukan analisis data secara berkesinambungan
sesuai dengan tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil
interpretasi data tersebut.
c.
Menegakkan Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh
kegiatan, dibuat keputusan yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang
diperkirakan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua
fakta yang ditemukan harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis
tersebut.
d.
Tindakan Pemadaman Wabah dan Tindak lanjut
Tindakan diambil berdasarkan hasil analisis
dan sesuai dengan keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap
tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut
(follow-up) sampai keadaan sudah
normal kembali. Biasanya kegiatan tindak
lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas penyakit
yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk beberapa penyakit tertentu
yang mempunyai potensi dapat menimbulkan keadaan luar biasa, disusunkan suatu
program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk surveiilans epidemiologi,
terutama pada kelompok dengan resiko tinggi.
Pada akhir dari setiap pelacakan harus dibuat
laporan lengkap yang dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut
meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan
evaluasi upaya yang telah dilaksanakan serta saran-saran untuk mencegah
berulangnya kejadian luar biasa untuk masa yang akan datang. (memberikan
rekomendasi dan laporan.
No. |
Golongan
Umur |
Populasi
rentan |
Korban |
Attack
Rate per 100 |
1 |
<
7 th |
10 |
1 |
10/100 |
2 |
7 –
12 th |
150 |
50 |
33/100 |
3 |
Ø 12 th |
30 |
6 |
20/100 |
|
Total |
190 |
57 |
|
Populasi
rentan adalah kelompok orang yang diduga
mendapat serangan keracunan, ada yang jatuh sakit dan ada yang tidak.
Attack
Rate adalah jumlah kasus pada periode KLB dibagi dengan populasi rentan
dikalikan 100.
Distribusi
korban menurut jenis kelamin pada KLB keracunan pangan di kota Kudus
No. |
Jenis
Kelamin |
Populasi
Rentan |
Korban |
Attack
Rate |
1 |
Laki-laki |
40 |
20 |
50/100 |
2 |
Perempuan |
150 |
37 |
23/100 |
|
Total |
190 |
57 |
|
Distribusi
korban menurut jenis makanan pada KLB keracunan pangan di Gudeg
No. |
Nama |
Kelompok
Makan |
Kelompok
Tidak Makan |
|||||
|
|
∑ |
K |
AR/100 (a) |
∑ |
K |
AR/100 (b) |
RR
(a/b) |
1 |
A |
150 |
30 |
|
50 |
27 |
|
|
2 |
B |
160 |
35 |
|
30 |
22 |
|
|
3 |
C |
50 |
45 |
|
140 |
12 |
|
|
Pada
KLB keracunan pangan, tabel kelompok terpapar dibandingkan dengan kelompok
tidak terpapar.
Dengan
membandingkan relatif risk (RR) antar kelompok jenis makanan yang dimakan, maka
dapat ditentukan sumber pencemaran.
RR
yang lebih besar menunjukkan dugaan sumber pencemaran yang lebih mendekati
kebenaran.
PENANGGULANGAN KLB
Penanggulangan
KLB meliputi kegiatan penyelidikan KLB, pengobatan dan upaya pencegahan
jatuhnya korban baru dan survelans ketat.
1. Penyelidikan
KLB
Dimulai pada saat informasi pertama adanya
kasus keracunan atau diduga keracunan. Tim penyelidikan KLB melakukan diskusi intensif
dengan setiap dokter atau petugas kesehatan lain yang menangani penderita untuk
menetapkan deferensial diagnosis dan menyusun tabel distribusi gejala.
Pemeriksaan laboratorium diarahkan pada
pemeriksaan etiologi yang dicurigai. Penyelidikan KLB diarahkan pada upaya
penemuan kasus-kasus baru dan kelompok-kelompok atau orang-orang yang rawan
akan menderita sakit, untuk pengobatan dan pengobatan dan pengendalian sumber
keracunan yang lebih cepat, tepat dan efisien.
(4) Pengobatan dan Pencegahan
d)
Tim penanggulangan KLB segera
berkoordinasi dengan tim rumah sakit dan klinik-klinik yang akan mengobati
penderita serta anggota masyarakat dalam pemilahan kasus berat dan ringan,
rujukan dan pengobatan penderita.
e)
Pengobatan terutama diarahkan
pada upaya-upaya penyelamatan penderita. Setelah etiologi dapat diketahui,
upaya netralisasi racun dan tindakan spesifik dapat diterapkan dengan tepat.
f)
Untuk menghindari jatuhnya
korban berikutnya, maka semua sumber makanan yang mengandung racun atau yang
diduga mengandung racun disimpan agar tidak dimakan atau digunakan sebagai
bahan campuran makanan. Tetapi apabila jenis makanan yang dicurigai sudah
diketahui dengan tepat, maka makanan lain yang sudah dipastikan tidak
mengandung bahan beracun harus segera diinformasikan kepada pemiliknya bahwa
makanan atau bahan makanan tersebut aman.
(5) Surveilans Ketat
Diarahkan pada perkembangan KLB menurut waktu,
tempat dan orang dan efektifitas pengobatan serta upaya pencegahan adanya
korban baru.
Apabila tidak ada korban baru, berarti sumber
bahan beracun sudah tidak memapari orang lagi, dan KLB dapat dinyatakan
berakhir.
Apabila kurva KLB sudah turun serta konsisten,
maka dapat disimpulkan bahwa penularan telah berhenti, tetapi kasus baru
diperkirakan masih akan bermunculan sampai masa inkubasi terpanjang telah
tercapai.
makasih materinya ibu
ReplyDeleteIzin promo ya Admin^^
ReplyDeleteBosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
- Telkomsel
- XL axiata
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
add Whatshapp : +85515373217 x-)