Monday, November 23, 2020

 

A.  BAHAN-BAHAN BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1.    Golongan Korosif dan Narkotik

a.    Asam Sulfat (H2SO4)

Asam sulfat merupakan asam yang bersifat korosif terhadap metal, mengakibatkan karat dan keropos. Asam sulfat sangat mudah bereaksi dan beroksidasi dengan air, bahan-bahan organik, diikuti dengan pengeluaran panas (kalori). Asam sulfat yang pekat (99 %) bersifat sangat higroskopik, yaitu dapat mengeringkan zat-zat yang basah. Gula oleh asam sulfat pekat dapat hangus menjadi arang.

Jika uap/kabut asam sulfat terhirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan parah pada jaringan paru, menimbulkan peradangan (inflamation) kronis dan bronchitis kronis pada saluran pernafasan bagian atas. Jika kontak dengan kulit asam sulfat dapat menyebabkan dermatitis, kerusakan kulit bahkan luka bakar kimiawi dengan borok yang dalam. Asam sulfat pekat yang mengenai kulit akan menyerang epidermis dan mengakibatkan kematian jaringan kulit (necrosis), disertai rasa sakit kematian jaringan kulit (necrosis) disertai rasa sakit yang luar biasa. Jika bagian kulit yang terkena cukup luas akan dapat mengakibatkan “shock” atau “collaps”. Jika terminum atau termakan maka asam sulfat akan membakar selaput lendir saluran pencernaan (mucus membrane), seperti mulut, oesophagus, kerongkongan dan lambung.

b.    Amonia (NH3)

Amonia mudah larut dalam air, lebih mudah daripada asam khlorida (HCl). Amonia mempunyai sifat basa sehingga dalam air akan membentuk amonium hidroksida. Zat ini banyak digunakan dalam proses pembuatan bahan-bahan organik sintetik, sebagai bahan anti beku pada alat-alat pendingin, pembuatan pupuk, asam sulfat, asam nitrat dan bahan-bahan lain. Dalam konsentrasi yang rendah amonia masih dapat  diketahui karena baunya yang merangsang. Amonia dapat berpengaruh pada refleks pernapasan, batuk-batuk, sesak napas lalu tiba-tiba lemas, serta dapat mengganggu selaput conjunctive pada mata. Dijumpai pula efek kronis pada bronchus, peningkatan ekskresi ludah, gejala kencing tersendat-sendat (urine retention).

c.    Aseton (Dimetil-ketone: 2-propanon)

Aseton dipergunakan sebagai pelarut, pembersih kuku, mencairkan plastik, dan lain-lain. Bahan ini dapat menimbulkan  iritasi pada kulit yang dapat diikuti infeksi, efek narkotik atau menghilangkan lemak kulit. Penyerapan dapat dilakukan melalui semua jalan termasuk melalui pernapasan.

d.    Karbon disulfida (CS2)

Karbon disulfida banyak dipergunakan dalam industri misalnya pada proses pengolahan serat-serat sintetik seperti industri rayon, karet, bahan kimia serta bahan untuk insektisida jenis kabut (fumigant; fumigan). Sebagai bahan beracun, karbon disulfida bersifat narkotik yaitu menyerang sistem syaraf perifer misalnya syaraf penglihatan, pencium dan perasa.

e.    Khlorin (Cl)

Khlorin merupakan bahan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tetap mengandung bahaya dalam kadar tertentu. Khlorin bersifat racun terutama jika berbentuk gas dan terhisap oleh saluran pernafasan. Gas ini mempunyai bau yang khas, dan dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir mata, hidung, tenggorokan, tali suara dan paru.

f.     Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida adalah asam lemah yang mudah terurai dari ikatannya dan dapat menimbulkan bahaya bagi para pekerja yang berada dalam ruang pengolahan yang menggunakan bahan tersebut, misalnya pabrik kertas, pabrik benang tiruan, dan sebagainya. Dalam konsentrasi yang cukup tinggi gas yang berasal dari hidrogen sulfida ini menyerang sistem syaraf pusat mengakibatkan kelumpuhan, ketidak-sadaran dan terganggunya pernapasan.

g.    Hidrogen Sianida (HCN)

Hidrogen sianida berbentuk gas, larutan atau garam-garam alkali seperti kalium sianida yang banyak dipergunakan dalam berbagai bentuk insektisida, rodentisida dan racun kabut (fumigasi). Belum pernah dijumpai adanya kasus keracunan yang kronis. Keracunan biasanya terjadi secara akut. HCN dalam bentuk gas atau cair dikenal sebagai racun yang mematikan.

Sebagai racun, HCN menyerang sistem antar sel dengan menghambat sistem oksidasi sitokhrom dalam sel-sel. Akibatnya oksigen tidak dapat bereaksi dengan haemoglobin untuk membentuk oksi-haemoglobin sehingga transpor oksigen terganggu, akibatnya oksigen tidak dapat dikirimkan ke jaringan-jaringan yang memerlukan. Pada saatnya, sistem syaraf pusat akan terkena dan melumpuhkan sistem pernafasan yang jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian.

h.    Fenol (Asam Karbol)

Fenol (asam karbol), kresol atau dengan nama umum karbol, kreolin, dan sebagainya, banyak dipergunakan sehari-hari di rumah sebagai pembunuh hama (desinfektan) atau untuk menghilangkan bau. Larutan fenol dengan kepekatan 10 % sangat korosif terhadap kulit yang mengakibatkan nekrosis. Jika terserap ke dalam tubuh fenol berperan sebagai racun protoplasmik (sel-sel darah).

2.    Golongan Logam Berat

a.    Arsen (As)

Arsen banyak digunakan sebagai bahan campuran rodentisida, insektisida, herbisida, bahan cat dan lain-lain. Senyawa arsen organik banyak dipergunakan dalam pengobatan, misalnya neosalversan untuk pengobatan penyakit sifilis, patek, dan lain-lain. Bentuk keracunan berat oleh arsen adalah gastritis dan gastroenteritis yaitu radang lambung dan usus karena adanya kerusakan pembuluh-pembuluh darah oleh arsen yang terserap.

b.    Tembaga (Cu)

Beberapa jenis insektisida menggunakan tembaga sulfat. Senyawa dalam bentuk tembaga arsenit bersifat racun yang bahayanya sama dengan daya racun arsen. Keracunan akut dapat terjadi oleh garam tembaga, karena terjadinya iritasi oleh ion tembaga pada usus dan lambung.

c.    Merkuri (Hg)

Di alam, merkuri biasanya berbentuk  garam-garam raksa dan persenyawaan organik, yang pada suhu normal mudah menguap misalnya HgCl2, HgO, atau Hg2Cl2, Merkuri atau senyawanya sangat beracun bagi tubuh. Bahan tersebut masuk ke dalam tubuh berupa uap air raksa atau persenyawaannya, baik melalui pernapasan, terserap oleh kulit, atau saluran pencernaan. Kontak dengan kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi jika jumlahnya cukup banyak karena kontak yang berulang-ulang akan terjadi efek yang sistemik (meluas).

d.    Timah (Pb)

Timah maupun bentuk khloridanya banyak dipergunakan dalam bidang industri. Karena timah merupakan logam yang tidak terpengaruh oleh udara, maka bahan ini banyak dipergunakan bahan pelapis tembaga atau besi agar tidak teroksidasi oleh udara, misalnya bahan-bahan  kayeng yang sebenarnya merupakan lembaran besi berlapis timah. Timah dalam segala bentuk bersifat racun bagi kesehatan tubuh dengan sifatnya yang kumulatif, tertimbun dalam berbagai organ tubuh, misalnya hati, ginjal dan lain-lain.

3.    Bahan-bahan Kimia Industri

a.    Barium (Ba)

Dalam gas asam berium terdapat pada beberapa jenis rodentisida. Jika termakan atau terminum, akan sangat beracun, menyebabkan muntah, diare, pendarahan pada usus atau ginjal. Jika mempengaruhi syaraf pusat dapat menimbulkan kejang-kejang.

Barium sulfat, tidak dapat larut dalam air sehingga mengurangi sifat racunnya. Dalam dunia kedokteran radiologi, berium sulfat dipergunakan untuk melapisi/melindungi saluran pencernaan dalam proses pembuatan foto sinar X. Karena bahan ini menyerap sinar X, hasil fotonya akan nampak lebih jelas.

b.    Benzen

Benzen dapat ditemukan pada cat, pelarut, larutan pembersih, vernis dan sirlak. Bahan ini bersifat iritan terhadap kulit dan selaput lendir.

c.    Borat, borax, asam borat

Borat banyak dipergunakan  dalam larutan antiseptis, baik dalam bentuk tepung, larutan (boorwater), atau salep (boorzalf) yang dipakai untuk pengobatan penyakit kulit. Disamping  sebagai antiseptik, borat dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

d.    Karbonmonoksida (CO)

Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Gas ini memiliki berat sama dengan berat udara, dan jika terbakar di udara akan berubah menjadi karbondioksida (CO2). Gas karbonmonoksida merupakan racun asphyxiant yang membentuk karboksihemoglobin dalam darah, sehingga haemoglobin tidak lagi dapat mengikat oksigen yang diperlukan jaringan atau mengangkut kabondioksida yang akan dibuang, akibatnya orang akan mati lemas. Gas ini merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari hidrokarbon, terdapat pada asap rokok, asap pembakaran kayu yang lembab, juga terbentuk pada peristiwa peledakan di pertambangan bawah tanah.

e.    Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida disebut juga asam karbonat,  atau juga es kering. Ini banyak dipergunakan pada mesin-mesin pendingin. Kerja racunnya adalah dengan menyerang alat-alat pernafasan menyebabkan asphyxia, dan meningkatkan penyerapan air oleh selaput lendir meningkatkan keasaman cairan lambung.

f.     Formaldehida (Formalin)

Formaldehida (formalin, oksimetilen) dapat berbentuk gas (HCHO) atau larutan. Formalin dalam bentuk cairan mengandung tidak kurang dari 37 % formaldehida dan sedikit metanol. Larutan formalin dipergunakan sebagai bahan antiseptik, untuk menghilangkan bau, sebagai bahan dalam fumigasi. Dalam bentuk fumigant baunya sangat merangsang dan dapat menyebabkan mati lemas (sesak napas, suffocation). Bahan ini dapat menimbulkan penekanan fungsi sel-sel dan menyebabkan kematian jaringan.

g.    Karosen (Minyak Tanah)

Kerosen, disebut juga parafinbakar atau minyak lampu. Kerosen diserap lambat oleh lambung, usus atau paru dan dikeluarkan melalui air seni dalam bentuk fenol. Gejala keracunannya dapat berupa euphoria (tertawa-tawa), rasa panas di dada, sakit kepala, kuping berdengung (tinnitus), mual, lesu, koma dan mati.

h.    Nitrat dan Nitrit ( , )

Nitrat dan Nitrit banyak dipergunakan untuk berbagai  keperluan, misalnya obat amil nitrit, nitro gliserin, natrium nitrit. Nitrit adalah hasil penguraian bahan organik oleh bakteri dalam keadaan aerobik pada pH mendekati netral. Kedua bentuk ini dalam darah akan mempengaruhi efektifitas fungsi haemoglobin dengan menciptakan methaemoglobin, kekurangan oksigen karena hemoglobin tak dapat melakukan pengiriman oksigen.

i.      Oksalat

Asam oksalat maupun garam-garamnya dipakai sebagai pengelantang karat dan larutan pembersih logam. Penampilannya mirip dengan garam epsom dan keduanya banyak didapatkan di rumah-rumah, sehingga memperbesar kemungkinan keracunan. Jika tertelan, asam maupun garam-garam oksalat dapat menyebabkan pengikisan selaput lendir usus dan lambung. Gejala keracunan nampak dalam waktu singkat (segera/mendadak) dan dalam beberapa menit dapat terjadi kematian karena radang dan “shock”. Gejala pertama keracunan otot adalah kejang-kejang otot atau kram serta depresi syaraf pusat.

j.      Terpentin

Terpentin banyak dipergunakan sebagai bahan obat gosok (liniment), vernis, cat, bahan pelarut dan sebagainya. Terpentin merupakan bahan yang bersifat iritan, dan cepat diserap melalui kulit, alat pernapasan dan usus. Kontak yang cukup lama dengan bahan ini dapat menyebabkan eksim basah disertai rasa gatal. Kulit berwarna kemerahan kadang-kadang bergelembung. Jika terhisap saluran pernapasan dapat menurunkan selera makan, pusing, sakit kepala, gastritis, kelelahan, kekacauan jiwa, bronchitis dan kelopak mata bengkak.

4.    Bahan Pestisida

a.    DDT (dikhloro-difenil-trikhloroetan)

DDT adalah insektisida  yang merupakan racun  golongan halogen yang sangat toksik. Penggunaan utamanya adalah untuk membunuh nyamuk. DDT sangat berbahaya bagi manusia.

b.    Dieldrin

Dieldrin memiliki kemurnian antara 60 % - 95 %, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan insektisida  lain. Dieldrin dipergunakan untuk membasmi serangga. Bahan ini diaplikasikan dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk emulsi untuk disemprotkan dengan menggunakan bahan pelarut minyak, aerosol, dan sebagainya. Dieldrin, terutama dalam larutan minyak mudah terserap oleh kulit, selaput lendir pernapasan atau pencernaan.

Gejala keracunan nampak jika tertelan dieldrin dengan dosis sebanyak 10 miligram per kilogram berat badan. Racun bekerja dengan mempengaruhi syaraf pusat yang ditandai dengan kejang-kejang. Jika bahan ini terhirup berulang-ulang, misalnya pada orang yang melakukan penyemprotan, dapat terjadinya keracunan dengan gejala-gejala yang mirip gejala idiopathic epilepsy.

c.    Diazinon

         Diazinon adalah sejenis insektisida. Cara kerjanya adalah anticholinesterase. Dosis mematikan untuk manusia dewasa berkisar antara 10 sampai 25 gram. Walaupun diazinon dapat diserap melalui kulit dan saluran pernapasan, tetapi tidak menimbulkan efek penimbunan (kumulatif). Gejala-gejala keracunan diazinon adalah muntah, kejang perut, oedema paru, pernapasan cepat, denyut nadi cepat dan hipertensi. Odema paru inilah yang menjadi penyebab utama kematian.

d.    Endrin

Endrin juga termasuk sejenis insektisida. Bahan ini diserap oleh kulit, terlebih lagi jika bahan pelarutnya minyak. Endrin ini dapat tertimbun dalam jaringan lemak tubuh. Gejala keracunannya adalah nyeri lambung, mual, muntah, pusing, kejang-kejang seringkali disertai kegagalan pernapasan.

e.    Malathion

Bahan ini tergolong pada jenis insektisida. Cara kerja racunnya adalah dengan menghalangi fungsi enzim cholines-terase. Gejala keracunannya antara lain adalah hilangnya selera makan, sakit kepala, pusing dan lemah badan. Kadang-kadang penderita juga merasakan mual, keluar air mata, terjadi oedema paru, kegagalan jantung atau koma.

f.     Parathion

Parathion adalah sejenis insektisida dari golongan organofosfat. Bahan ini berwarna kuning kecoklatan, dalam tekanan rendah berupa uap, larut dalam air dan minyak tanah, kondisinya stabil dalam air, tetapi dapat dihidrolisis dalam suasana basa. Bahan parathion teknis (diperdagangkan), adalah bahan aktif berupa bubuk, yang dapat dilarutkan, dibuat emulsi atau aerosol. Bahan ini membunuh serangga dengan jalan kontak atau diaplikasikan sebagai umpan.

Bahan ini dapat tetap aktif sampai beberapa hari di atas daun-daunan atau buah-buahan. Karena sifat racunnya yang sangat toksik, parathion tidak dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Dosis yang mematikan untuk manusia dewasa adalah tiga sampai empat miligram per kilogram berat badan.

g.    Rotenon

Rotenon adalah sejenis insektisida yang sangat efektif untuk hama tanaman atau mamalia. Bahan ini diaplikasikan dalam bentuk debu atau kabut, secara tunggal atau dalam kombinasi dengan DDT atau insektisida lain.

Rotenon juga dipergunakan dalam dunia kedokteran sebagai obat luar untuk scabies, dengan kadar 2 % sebagai lotion dan 10 % dalam bentuk emulsi. Rotenon berdaya racun relatif rendah dan dapat dikatakan tidak terlalu berbahaya, karena biasanya kadarnya rendah (0,75 – 1 %), tidak stabil, bersifat merangsang lambung sehingga jika tertelan akan dimuntahkan kembali.

h.    Baygon

Baygon sangat efektif untuk nyamuk, lalat, kecoak dan sebagainya. Bahan ini adalah insektisida yang tergolong kelompok carbamate, dan sangat beracun bagi manusia jika termakan atau terminum. Efek kronis dapat terjadi karena penyerapan melalui kulit.

5.    Bahan Narkotika dan Obat Berbahaya

a.    Morfin

Morfin merupakan hasil olahan opium atau candu/papaver somniferrum). Dalam dunia kedokteran, morfin dipergunakan sebagai obat tidur atau untuk menghilangkan rasa sakit, mencegah shock akibat kecelakaan dan menghilangkan rasa cemas. Keracunan morfin terjadi karena pemberian atau pemakaian yang melebihi takaran, atau penyelahgunaan. Dalam dosis besar,  morfin menyebabkan penurunan kesadaran yang hebat dan dapat mengakibatkan kematian.

b.    Lysergide (LSD)

LSD merupakan golongan narkotika yang bersifat hallucinagenic dengan cara penggunaan disuntikkan atau diminum. Bagi pemakai bahan ini dapat menimbulkan provokasi perasaan, pikiran dan emosi, dapat berupa khayalan yang menyenangkan atau menakutkan.

c.    Alkohol

Alkohol yang diperdagangkan dapat berupa metanol, etanol dan butanol. Metanol diperoleh dari hasil penyulingan serbuk gergaji kayu sebagai bahan mentahnya, dan dalam proses itu dihasilkannya arang, asam asetat dan aseton. Whisky atau minuman beralkohol lainnya seperti vodka, mengandung 40 – 50 % alkohol, dibanding dengan bir yang hanya mengandung 2 – 6 %. Daya kerja alkohol ialah dengan melakukan depresi syaraf pusat. Dalam dosis kecil dapat menyebabkan pemakainya lemah cara berpikirnya, banyak bicara kemudian tertidur. Dalam dosis yang besar dapat menyebabkan rasa mual dan bicara tidak terkontrol (vertigo).

6.    Bahan Makanan

Dalam makanan seringkali terdapat senyawa kimia yang tidak mempunyai nilai gizi. Bahan-bahan seperti ini mungkin mengandung sifat-sifat yang tidak diinginkan, beracun, sehingga membahayakan konsumennya. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa keracunan akut, menahun atau adanya perubahan gen (mutagen). Secara umum senyawa-senyawa ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu senyawa beracun alamiah, senyawa beracun dari mikroba, serta senyawa beracun dari residu dan pencemaran.

a.    Senyawa Beracun Alamiah

Berbagai bahan makanan baik hewani maupun nabati, secara alamiah seringkali mengandung racun. Senyawa beracun yang bereaksi akut umumnya mudah diketahui masyarakat, seperti singkong (mengandung HCN), cendawan (muscarin), biji bengkoang (pakrizide), jengkol (asam jengkolat); adanya racun pada ikan buntal, pada kerang dan udang.

1)   Asam Sianida (HCN)

Glikosida cyanogenic yang terkandung dalam makanan merupakan makanan beracun potensial karena dapat terurai menjadi asam cyanida. Hidrogen cyanida sangat cepat terserap oleh saluran pencernaan dan beredar dalam saluran darah. Dosis kematian HCN adalah 0,5 – 3,5 mg per kg BB. Glikosida cyanogenic juga terdapat pada berbagai tanaman dengan nama berbeda, seperti amylgladin, misalnya pada biji almonis, aprikot, dan apel, linamarin pada biji kara (linabean).

2)   Kafein

Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, coklat, cola dan beberapa minuman lainnya. Kafein berfungsi sebagai stimulan. Kandungan kafein dalam teh lebih besar daripada kopi. Namun dalam pemakaiannya, orang lebih mencampur teh lebih encer daripada kopi.

3)   Mimosin

Mimosin lebih banyak dalam biji lamtoro atau petai cina (lencanea glanca) dan merupakan senyawa yang dicurigai sebagai penyebab rontoknya rambut pada hewan dan manusia. Hal ini diperkirakan karena hubungannya dengan retrogressi sel-sel partikel rambut.

 

4)   Asam Jengkolat

Racun asam jengkolat terdapat dalam biji jengkol (phiticolabium lobatum). Besar kecilnya kandungan zat ini tergantung pada varietas dan umur biji jengkol. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang dapat menyumbat air seni. Pembentukan kristal asam jengkolat tergantung pada derajat pH air seni. Pada suasana asam, asam jengkolat mengkristal. Rumus kimia asam jengkolat adalah sebagai berikut:     

S  -  CH2  - CHNH2  - COOH

CH2SS  -  CH2  - CHNH2  - COOH

5)   Pakirizida

Biji bengkoang mempunyai racun yang bersifat narkotik pada syaraf pusat. Kematian terjadi karena kelumpuhan organ pernafasan. Biji ini juga dipakai orang untuk menangkap ikan.

b.    Senyawa Racun dari Mikroba

Mikroba yang dapat menghasilkan racun adalah bakteri Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, Pseudomonas cocovenenans) dan kapang/mikrotoksin (Aflavus, Penicillium sp.).

1)   Clostridium Botulinum

Zat racun dibuat oleh C.botulinum adalah botulinin, sedangkan peristiwa keracunannya disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia. Serangannya akut dan seringkali menyebabkan kematian. Botulinin merupakan molekul protein yang sangat toksik atau mikrogram saja sudah cukup untuk membunuh manusia. Karena merupakan protein, botulinin ini bersifat thermolabil dan dapat dinonaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80oC selama 30 menit.

2)   Pseudomonas Cocovenenans

Zat yang diproduksi oleh P.Cocovenenans adalah toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua zat beracun ini diproduksi dalam pembuatan tempe bongkrek. Toksoflavin (C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning, bersifat fluoresen dan tahan terhadap oksidasi. Asam bongkrek (C26H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh. Asam bongkrek adalah racun yang bersifat sangat fatal yang merupakan penyebab kematian korban.

3)   Staphylococcus aureus

Zat racun yang dihasilkan mikroba ini disebut enterotoksin, karena dapat menyebabkan gastroenteritis. Zat ini dapat terbentuk dalam makanan karena pertumbuhan bakteri tersebut. Enterotoksin sangat tahan panas terutama terutama enterotoksin tipe B. Pemanasan yang lazim dilakukan sewaktu memasak tidak dapat netralisir racun ini. Namun keracunan enterotoksin jarang menimbulkan keracunan.

4)   Mikotoksin

Mikotoksin adalah racun yang dihasilkan oleh kapang (Mold atau jamur). Namun tidak semua jenis jamur memproduksi racun. Racun yang terbentuk terdifusi ke dalam makanan, sehingga dengan cara mengeruk jamur yang ada di permukaan suatu makanan tidak cukup untuk menghilangkan racunnya. Mikotoksin yang terkenal adalah aflatoksin. Aflatoksin ini diproduksi oleh aspergillus flavus dan digolongkan menjadi Aflatoksin B (fluoresen biru) dan aflatoksin G (fluoresen hijau) serta turunan-turunannya. Dari berbagai jenis Aflatoksin tersebut, Aflatoksin B1 adalah yang paling toksik dan bersifat karsinogenik pada hati.

c.    Senyawa Racun dari Residu dan Pencemaran

1)   Residu Pestisida

Pestisida, termasuk insektisida, fungisida, rodentisida dan sebagainya banyak dipergunakan sebagai upaya mengurangi kerusakan komoditi pangan baik di ladang maupun dalam penyimpanan. Pestisida yang diaplikasikan tersebut meninggalkan sejumlah residu pada bahan pangan sehingga dapat membahayakan konsumen. Karena itu pemakainya harus diawasi dan residu yang tertinggal tidak melebihi kadar toleransi yang telah ditentukan. Residu yang dijumpai pada hasil ternak, seperti daging, unggas, susu atau telur, adalah antibiotika, hormon, tranquillizer dan enzim. Bahan-bahan ini dipergunakan dalam rangka meningkatkan produksi.

 

2)   Merkuri

    Keracunan metil merkuri pernah terjadi karena orang memakan ikan berasal dari perairan yang tercemar oleh merkuri, seperti yang pernah terjadi di Minamata tahun 1953. Endapan merkuri berasal dari buangan industri diubah menjadi metil merkuri yang terlarut, oleh bakteri methanobacterium omelanskii yang banyak hidup dalam lumpur sungai.

3)   Nitrit

Nitrit sering dipergunakan sebagai bahan pengawet dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri. Proses curing adalah upaya untuk mempertahankan warna merah daging dengan membubuhkan senyawa natrium nitrit atau kalium nitrit, jika kadarnya melebihi batas dapat membahayakan konsumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tuesday, November 10, 2020

KIMIA LINGKUNGAN (PRAKTIKUM) Oleh: Marlyn M. Pandean

 

1

PENGENALAN ALAT LABORATORIUM KIMIA

 

A.  Alat Gelas dan Peralatan lainnya

1.    Erlenmeyer.

    Labu Erlenmeyer sering digunakan dalam pembuatan larutan dan digunakan pada saat titrasi.

2.    Beaker Glass (Gelas Piala).

Beaker glass atau gelas piala merupakan kuda beban di laboratorium karena paling banyak digunakan sebagai alat bantu di dalam setiap praktikum. Beaker gelas tersedia dalam berbagai ukuran mulai dari 25 ml hingga 2 liter. Beaker gelas terbuat dari bahan yang tahan panas dengan berbagai merek dagang, seperti Pyrex, Kimax, dll.

 

3.    Pipet, terdiri dari:

a.    Pipet Ukur (measuring pipette).

     Pipet ukur digunakan untuk mengambil cairan yang tepat sesuai kebutuhan yang tersedia dengan berbagai macam ukuran. Contoh: bila kita membutuhkan cairan sebanyak 8,5 ml maka kita dapat menggunakan pipet ukuran 10 ml.

b.    Pipet Gondok (volumetric pipette).

    Pipet gondok merupakan pipet yang digunakan untuk mengambil larutan sesuai dengan volume yang tertera dalam pipet tersebut. Pipet ini berbentuk bulat dibagian tengahnya menyerupai gondok, seperti pada gambar.

 

c.    Pipet Pindah (transfer pipette).

    Pipet ini digunakan untuk memindahkan cairan yang dibutuhkan sesuai yang dikendaki. Misalnya: memindahkan cairan hingga berubah warna yang diinginkan.

 

d.    Pipet Tetes (Droplet pipette).

    Pipet ini digunakan menurut ukuran banyaknya tetesan yang dikehendaki.

 

 

4.    Labu Ukur.

    Labu ukur adalah suatu alat gelas yang digunakan untuk mengukur cairan dengan tepat seperti angka yang tertera, dimana cairan yang diukur hingga mencapai garis pada leher labu yang disebut garis miniscus (tepat dipuncak bawah cairan yang melengkung).

 


                                                                   Minicus

 

 

5.        Tabung Ukur.

 

    Tabung ukur (cylinder glass) merupakan alat untuk mengukur cairan dengan volume yang tepat. Tabung ukur ini memiliki skala, sehingga kita dapat mengambil volume cairan sesuai dengan angka yang tertera pada tabung ini maupun volume cairan dibawah dari angka yang tertera tersebut.  

6.        Spatula (batang pengaduk).

    Spatula digunakan untuk mengambil bahan kimia yang berbentuk kristal atau bubuk/tepung. Spatula digunakan untuk mengaduk bahan yang dilarutkan/dicampurkan. Spatula terbuat dari bahan gelas dan stainless steel.

7.    Buret dan statif (kaki/tiang penyanggah).

    Buret mirip dengan pipet ukur, namun buret dilengkapi dengan kran (stop kran) yang bisa dibuka/ditutup selama melakukan penitaran (titrasi). Dalam melakukan penitaran, maka buret dilengkapi dengan statif (tiang penyanggah buret dan klem) yang dapat dinaikkan/diturunkan.

 

8.    Corong.

    Corong merupakan alat bantu yang digunakan untuk memindahkan cairan dari wadah yang besar ke wadah yang bermulut kecil. Kemudian corong biasanya digunakan pada penyaringan cairan dengan menggunakan kertas saring.

9.        Botol Sampel Air (Botol Winkler) dan Botol Timba.

 

10.    Gelas Arloji.

Gelas arloji atau kaca arloji adalah salah satu dari instrumen peralatan gelas laboratorium yang digunakansebagai tempat menimbang bahan kimia berupa pasta, padatan atau bubuk. Alat ini terbuat dari kaca atau gelas dengan berbentuk bulat dan cekung kebawah.

 

11.    Mortir and pastle (alu dan lumpang)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12.    Kaki Tiga

13.    Tabung Reaksi.

 

14.    Labu Destilasi.

 

15.    Corong Pisah

 

B.  Peralatan Penunjang Lainnya

1.    Timbangan.

Timbangan adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur bahan padat seperti: tepung atau bubuk, butiran (granule), bahkan kertas. Timbangan terdiri:

a.    Timbangan Digital.

Jenis timbangan ini dapat mengukur hingga ketelitian 4 angka dibelakang

koma dan lebih akurat dibandingkan dengan timbangan kasar.

 

 

 

b. Timbangan Kasar.

    Timbangan ini sering digunakan oleh penjual emas dan ketelitiannya termasuk rendah.

2.    Spektrofotometer dan Cuvette.

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur atau menganalisa sampel air yang berisi larutan pereaksi dengan menggunakan gelombang cahaya yang sudah ditentukan dalam setiap parameter air.

3.    Lemari Asam

Lemari Asam digunakan untuk menyimpan larutan kimia yang bersifat asam seperti: H2SO4 pekat, HCl,HNO3, NaOH, dan lain-lain. Lemari asam terdiri dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk mengeluarkan udara dari dalam lemari tersebut. Untuk mengambil larutan di dalam lemari ini diharuskan petugas untuk menggunakan masker dan sarung tangan serta melakukannya sesuai petunjuk.

 

4.        Botol Plastik Pencuci.

    Botol plastik untuk mencuci peralatan gelas yang mulutnya kecil seperti pipet, buret, dan lain-lain.

 

5.        Kertas Saring.

 

    Kertas saring bersama corong digunakan untuk menyaring. Cara melipat kertas saring:

 

 

 

 

 

 


6.    Kompor Listrik (Pemanas).

Kompor listrik ini sudah dilengkapi timer dan temperatur yang diperlukan.

 

7.    Bola karet pengisap.

Keterangan gambar:

1.    Tekan untuk mengempiskan bola karet.

2.    Tekan dan tahan untuk mengisap cairan.

3.    Tekan dan tahan untuk melepaskan cairan.

 

 

 

 

 

8.    Turbidimeter.

Alat untuk mengukur kekeruhan air.

9.    pH meter dan Kertas Lakmus (indicator paper).

  pH meter portableuntuk cek kadar asam basa yang menggunakan batang elektroda digital. pH dapat dibaca pada layar monitor.Litmus paper red/kertas lakmus merah untuk cek kadar Asam Basa. Lakmus adalah suatu kertas dari bahan kimia yang akan berubah warna jika dicelupkan kedalam larutan asam atau basa. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada.

10.    Alat Pengambil Sampel Udara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB 2

TEKNIK PENGAMBILAN CONTOH AIR (WATER SAMPLE)

 

A.   Jumlah Contoh Air

Contoh air untuk analisa Kimia-Fisika sebaiknya disediakan minimal 2 liter.  Bila diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu, maka dibutuhkan air lebih banyak. Tidak dibenarkan air yang sama diperiksa untuk analisa yang berbeda, karena persyaratan cara pengambilan dan tempat contoh air sangat berbeda.

 

B.  Selang Waktu Antara Pengambilan dan Analisa Contoh Air

Makin pendek selang waktu antara pengambilan dan analisa Contoh Air, maka hasil pemeriksaan akan lebih baik. Sebenarnya sukar untuk menentukan selang waktu tersebut karena tergantung dari sifat contoh air, parameter yang akan diperiksa serta cara penyimpanannya. Perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan jazat renik dapat dicegah dengan menyimpan ditempat gelap dan suhu rendah (cool box) sampai pemeriksaan dilakukan.

Berikut ini adalah batas waktu maksimum untuk pemeriksaan fisika dan kimia:

-       Air bersih                          72 jam

-       Air yang sedikit tercemar   48 jam

-       Air kotor / limbah               12 jam

Selang waktu tersebut hendaknya dicantumkan dalam laporan laboratorium.

Jika contoh air diawetkan dengan menambahkan asam atau pembunuh jazad renik lainnya, selang waktu dapat diperpanjang. Penambahan bahan pengawet ini perlu dicantumkan dalam laporan. Beberapa kation akan hilang karena diabsorbsi/ penukaran ion oleh dinding gelas tempat contoh air. Contoh air untuk pemeriksaan kation Al, Cd, Cr, Cu, Fe, Pb, Mn, Ag. Zat organik dan Kebutuhan Biokimiawi Oksigen (BOD), perlu dipisahkan dalam botol yang bersih serta diasamkan dengan asam chlorida pekat atau asam sulfat sehingga dicapai pH ± 3,5 untuk mencegah pengendapan dan diabsorpsi oleh dinding botol. Untuk pemeriksaan senyawa Nitrogen harus dipisahkan dalam botol yang bersih dan ditambahkan beberapa tetes bahan pengawet toluol. Beberapa parameter fisika dan kimia harus segera ditentukan dilapangan, karena parameter tersebut akan berubah setelah sampai dilaboratorium.

Parameter tersebut adalah:

Suhu, Ph, gas yang terlarut (Oksigen, Karbondioksida, Hidrogen Sulfida, dan gas chlor). Perubahan kesetimbangan pH-Kebasaan-Karbondioksida akan mengendapkan Ca-Carbonat sehingga menurunkan kadar Ca dan kesadahan.

Senyawa Fe dan Mn akan larut dalam valensi rendah (tereduksi), dan merupakan senyawa yang tidak larut dalam valensi tinggi (tereduksi), dan merupakan senyawa yang tidak larut dalam valensi tinggi (teroksidasi) oleh karenanya kation- kation ini dapat mengendap atau larut tergantung pada potensial reaksi contoh tersebut.

Kegiatan jazad renik dapat mengubah kesetimbangan Nitrat-Nitrit-Ammonia, menurunkan kadar phenol dan KebutuhanBiochemicalOksigen atau mereduksi sulfat menjadi sulfida. Sisa chlor akan direduksi menjadi chlorida. Sulfida, Sulfit, Ferro, yodida dan sianida akan hilang karena pengaruh oksidasi warna, bau dan kekeruhan dapat bertambah, berkurang, atau berubah sifatnya. Na-silikat dan boron dapat larut dari gelas contoh tersebut. Cr valensi VI dapat direduksi menjadi valensi III.

 

C.  Contoh yang Representatif

Cara pengambilan contoh air dan analisanya dapat dilakukan dengan waktu yang singkat tanpa kesulitan-kesulitan yang berarti bilamana sebelumnya sudah dilakukan pembicaraan antara konsumen (peminta analisa)dan petugas (pelaksana analisa). Dalam pengambilan sampelharus diusahakan supaya contoh yang diambil benar-benar merupakan contoh yang representatif (mewakili krakteristik populasi) dan dicegah kemungkinan kontaminasi selama dibawa ke laboratorium. Sebelum diisi dengan contoh air yang akan diperiksa, tempat contoh dibilas 2 kali sampai 3 kali dengan air. Contoh air yang representatif dari beberapa sumber hanya dapat diperoleh dengan mencampur contoh yang diambil pada periode waktu tertentu atau dari beberapa titik/tempat pengambilan yang berlainan.

Cara pengambilan/pengumpulan contoh air itu berbeda-beda tergantung pada macam dan keadaan tempat tersebut, sehingga tidak ada petunjuk secara mendalam yang dipergunakan secara umum.

Analisa dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor yang penting adalah hanya kekeruhan. Pada analisa kekeruhan ini harus dihilangkan. Secara umum bahan tersuspensi yang ada dipisahkan dengan dekanter pemusingan atau dengan cara penyaringan. Kadang-kadang perlu dinyatakan bahwa analisa dilakukan dengan atau tanpa penyaringan. Cara dan selang waktu penyimpanan juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi analisa. Tiap contoh air harus diberi keterangan yang jelas dan tidak mudah hilang pada tempat contoh tersebut, keterangan meliputi: nama, tempat pengambilan, tanggal, jam, lokasi dan suhu. Juga data lain seperti: keadaan cuaca, tinggi air, aliran air dan lain-lain. Tempat pengambilan harus diletakkan yang tepat dan jelas pada peta sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain. Untuk mengambil contoh air dari sungai, danau, sumur, kolam renang dan sebagainya, dapat dipergunakan alat yang tergambar di bawah ini:

 

 


                                                                                                                         

Alat ini mudah dibuat, murah dan dapat dipercaya. Terdiri dari botol plastik putih (b) dengan isi 1 liter. Pada bagian bawah diberi pemberat dengan timah putih (p) seberat 1, 25 kg kalau sukar mendapatkan timah putih dapat diganti timah hitam (timbal). Pemberat ini diikat dengan kawat kuningan atau tembaga. Tidak boleh dipergunakan kawat dari besi karena akan mudah berkarat, sehingga mudah putus dan kawatnya mencemari air. Mulut botol harus cukup lebar, sehingga dapat dimasuki sumbat karet (s) yang diberi 2 buah lubang. Pada lubang tersebut dimasukkan dua buah pipa plastik dengan garis tengah 0,5 cm. Sebuah pipa dimasukkan sampai dasar sumbat, sedangkan ujungnya kira-kira 25 cm dari luar botol. Pipa kedua ini dapat dipergunakan dengan ukuran lebih kecil dan panjangnya dapat disesuaikan dengan kedalaman pengambilan. Sebelum dipergunakan untuk pengambilan contoh air tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu. Pada pengambilan pertama, air dibuang, untuk membilas (membersihkan) botol pengambil. Pengambilan kedua dipergunakan untuk membilas tempat contoh air yang akan dikirim ke laboratorium. Pengambilan ketiga diisikan kedalam tempat yang akan dikirim ke laboratorium dengan cara membalikan botol pengambilan air tadi, sehingga ujung pipa diluar mengenai dasarnya. Hal ini untuk mencegah terjadinya aerasi (proses penghawaan=adanya gelembung udara). Pada prinsipnya, air yang akan diperiksa diusahakan mempunyai susunan sesuai dengan air aslinya. Semua tindakan yang merubah susunan kimianya harus dihindarkan, baik tempat pengiriman maupun peralatan serta cara pengambilannya.

 

D.  Tata Kerja Pengambilan Contoh Air

1.    Persiapan Alat dan Bahan.

Botol timba sampel air  1 buah.

Jerigen plastik ukuran1000 ml (yang tidak mudah luntur): 1 buah.

Jerigen plastik ukuran 500 ml (yang tidak mudah luntur): 1 buah.          

Botol plastik (dot) ukuran 250 ml: 1 buah.

Botol Winkler/tutup asah 250 ml (botol BOD): 1 buah.

2.    Prosedur Kerja.

a.    Semua peralatan dibilas dengan contoh air yang akan diambil sebanyak minimal 3 kali.

b.    Isilah masing-masing dengan contoh air dan dihindarkan terjadinya aerasi (terjadinya gelembung udara) dengan jalan membalik botol timba, sehingga ujung selang pada botol timba menempel pada dinding atau dasar tempat contoh air.

3.    Penambahan Bahan Pengawet.

a.    Pada contoh air 500 ml + 2,0 ml asam sulfat pekat.

b.    Pada contoh air 250 ml + 5 tetes toluol.

4.    Masing-masing tempat contoh air yang dikirim ke laboratorium harus ditempel suatu label yang berisi keterangan sebagai berikut:

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya:..........................................................

Kode:....................................................................................................................

Contoh air untuk pemeriksaan Bakteriologi/Kimia: ...........................................

(Coret yang tidak perlu)

Diambil oleh:........................................................................................................

Tanda tangan pengambil sampel:.........................................................................

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3

PEMBUATAN LARUTAN PEREAKSI UNTUK

PEMERIKSAAN KIMIA AIR DILAPANGAN

 

1.    Pembuatan larutan indikator Methyl Red: (pH: 4,2-6,2).

Timbang 0,1 gr Methyl Red, masukkan dalam tempat pelarutan dari gelas. Tambahkan 18,6 ml 0,02N NaOH, kemudian dilarutkan dengan aquadest sehingga volume menjadi 250 ml.

Atau:

Timbang 0,1 gr Methyl Red dilarutkan dalam alkohol 100 ml (harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat untuk menghindari penguapan).

2.    Pembuatan indikator Brom Thymol Blue: (pH: 6,0-7,0).

Timbang 0,1 gr BTB (Brom Thymol Blue), masukkan dalam tempat pelarut dari gelas. Tambahkan 8,0 ml 0,02 N NaOH, kemudian dilarutkan dengan aquadest sehingga volume menjadi 250 ml.

Atau:

Timbang 0,1 gr BTB dilarutkan dengan 100 ml alkohol 50 %.

3.    Pembuatan indikator Phenolred: (pH: 6,8-8,4).

Timbang 0,1 gr Phenolred, masukkan dalam tempat pelarutan dari gelas. Tambahkan 14,20 ml 0,02 N NaOH, kemudian dilarutkan dengan aquadest sehingga volume menjadi 250 ml.

4.    Pembuatan indikator Orthotolidine:

Timbang 1,35 gr Orthotolidine dihydrochloride, dilarutkan dalam 500 ml aquadest dan diaduk sampai homogen. Tambah dengan larutan campuran yang terdiri dari  150 ml HCl (P.A) dan 350 ml aquadest, sehingga larutan menjadi 1 liter. Dalam pembuatan larutan indikator Orthotolidine tidak diperkenankan menggunakan Orthotolidine yang mengandung basa. Bila larutan menjadi kuning berarti larutan sudah rusak.

5.    Pembuatan indikator Phenolptalein:

Timbang 1,0 gr PP, masukkan dalam tempat pelarutan dari gelas. Tambahkan100 ml alkohol 96 % (Ethyl alkohol/isoprophyl alkohol). Campur hingga larut. Tambahkan 0,2 N NaOH tetes demi tetes sampai warna merah jambu sangat muda.

6.    Pembuatan indikator Methyl Orange:

Timbang Methyl Orange sebanyak 1.0 gr. Masukkan dalam tempat pelarutan dari gelas. Tambahkan aquadest hingga volume menjadi 1 liter, kemudian diaduk hingga larut.

7.    Pembuatan larutan 0,1 N NaOH:

NaOH 0,1N adalah suatu larutan NaOH, yang bebas CO2, dimana 25 ml NaOH 0,1N dinetralisir oleh 25 ml asam oxalat 0,1N.

Asam oxalat 0,1N adalah larutan dari 6, 3204 gr asam oxalat dalam 1 L Aq 50 gr NaOH kristal dimasukkan dalam botol titran basa dan ditambah 50 ml aquadest bebas CO2, setelah itu larutan didiamkan agar larutan yang atas menjadi jernih. Ambil 6,5 ml larutan pada yang jernih dengan pipet. Tambahkan aquadest bebas CO2 hingga volume menjadi 1 liter.

Standarisasi dengan larutan 0,1 N asam oxalat:

Ambil 25 ml  0,1 N asam oxalat, tambah 25 ml aquadest bebas CO2 dan 3 tetes indikator PP. Titrasi dengan 0,1 N NaOH sampai perubahan warna yaitu menjadi merah sangat muda. Misal titrasi menggunakan X  ml NaOH 0,1N.

Perhitungan:

Faktor (f) NaOH  0,1N   = .................................

Pembuatan aquadest bebas CO2:

Panaskan aquadest yang akan dipergunakan sampai mendidih ditutup dengan kapas dan dibiarkan dingin pada suhu kamar.

8.    Pembuatan larutan 0,02 N NaOH:

Ambil larutan NaOH 0,1 N, diencerkan 5 kali dengan aquadest bebas CO2.

9.    Pembuatan larutan Asam Chlorida 0,1N:

Ambil 9,5 ml HCl pekat dengan menggunakan pipet (jangan dihisap),masukkandalam aquadest yang tersedia hingga volume semua menjadi 1 liter.

Standarisasi dengan Borax:

Timbang 0,4 atau 0,5 gram borax, masukkan dalam labu Erlenmeyer dan larutkan dengan 50 ml larutan aquadest, ditambah 3 tetes indikator methyl Orange, kemudian dititrasi dengan larutan  HCl 0,1N sampai terjadi perubahan warna (V = Ml HCl).

Perhitungan:

Berat Borax 0,4 gr = 400 m gram

     Reaksi:

           

      1 gr ek =  = gram mol.

B.M.  ............... = Y

Normalitas HCl ............................. = X

Volume HCl .................................. = V

             =

 

             =

 

10.    Pembuatan larutan Natrium thiosulfat 0,1N.

Timbang 25 gram Natrium thiosulfat

Larutkan dengan aquadest hingga 1 liter, tambah 1 ml Chloroform.

Timbang 4,9 gram  kering, larutkan dengan aquadest hingga 1 liter akan didapat 0,1 N , ambil 10 ml larutan tersebut masukkan dalam labu Erlenmeyer, tambah 40 ml aquadest, 5 ml 4 N asam sulfat dan ± 1 gr Kj. Kemudian dititrasi dengan 0,1 N Na- Thiosulfat, sampai warna kuning muda. Tambahkan amylum dan titrasi dilanjutkan dengan. Dari warna biru hingga sebentar tak berwarna.

Perhitungan:

Faktor (f) =

11.    Pembuatan 4 N asam sulfat pekat (36 N).

N1.V1      =

X. 36        =  4. 1000 ml

      X        = 111,11 ml.

Ambil 111,11 ml  pekat (36 N).

Ambil aquadest yang diperlukan, masukkan dalam tempat yang sudah disediakan. Campurkan 111,11 ml asam sulfat pekat sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dinginkan sehingga volume seluruhnya menjadi 1000 ml.

12.    Pembuatan larutan pereaksi :

Timbang 500 gr NaOH dan 135 gr Kj. keduanya dimasukkan dalam tempat pelarutan dari gelas, kemudian aquadest hingga 1 liter.

13.    Pembuatan larutan indikator amylum:

1 gr pati/kanji dan 5 gr   dilarutkan dalam beaker glass dengan sedikit aquadest yang sedikit hangat, kemudian diaduk sampai merata didinginkan kemudian disaring.

14.    Pembuatan larutan Mangano Sulfat:

Timbang 480 gr Mn atau 364 gram Mn  dan dilarutkan dengan aquadest hingga menjadi 1 liter.

15.    Pembuatan larutan Kalium Permanganat 0,1N:

Timbang 3,16 gr Kalium Permanganat kristal dilarutkan dengan aquadest sampai 1 liter

16.    Pembuatan larutan 0,1 N asam Oxalat.

Timbang 6,3024 gram asam oxalat kristal, dilarutkan dengan aquadest sampai

1 liter.

17.    Pembuatan larutan penyanggah Phospat:

Larutkan 8,5 gram , 33,4 gram  dan 1,7 gram  dalam 500 ml aquadest. Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai menjadi 1 liter. Larutan ini tidak dapat dipakai lagi jika ada tanda-tanda pertumbuhan biologis.

18.    Pembuatan larutan Magnesium Sulfat:

Larutkan 22,5 gram O dalam 1 liter aquadest.

19.    Pembuatan larutan Calcium Chlorida:

Larutkan 27,5 gram anhydrous CaC12 dalam 1 liter aquadest.

20.    Pembuatan larutan Ferri Chlorida:

Larutkan 0,25 gram O kedalam 1 liter aquadest

21.    Catatan:

a.    Semua larutan standar harus disimpan dalam botol berwarna gelap yang tertutup rapat, tidak boleh kena sinar matahari secara langsung (disimpan ditempat yang gelap pada suhu kamar).

b.    Untuk larutan NaOH 0,1N, botol ditutup dengan karet yang dipasang pipa berbentuk U berisi serbuk kapur (cairan kapur), berfungsi menahan gas  dari udara.

c.    Larutan Standar, setiap kali perlu diperiksa faktornya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 4

TITRASI

 

A.  Beberapa Pengertian

Analisis Jumlah: ialah cabang kimia yang bermaksud menentukan jumlah unsur, senyawa atau gugusan yang terkandung dalam suatu zat. Biasanya hasil penentuan dihitung sebagai persen bobot.Cara yang akan digunakan dalam buku pedoman ini adalah analisa Titrimetri (titrasi). Macam-macam titrasi, antara lain:

1.    Asidimetri dan Alkalimetri (dengan asam dan basa).

2.    Permanganatometri (dengan KMnO4).

3.    Jodimetri dan Jodometri (dengan J2 atau Na2S2O3).

4.    Argentometri (dengan AgNO3).

Bobot setara dan Normal (N).

Dalam Titrimetri kepekatan larutan yang sering disebut “Titarnya” dinyatakan dengan Normal (N).Suatu larutan Normal sesuatu zat mengandung tepat 1 gram setara zat itu dalam 1 liter.

Suatu Gram setara sesuatu zat ialah jumlah zat yang secara kimia adalah setara dengan 1 gram atom Hidrogen (1,008 gram) atau dengan 1 gramion Hidrogen (1,008 gram).Biasanya dipergunakan larutan-larutan yang encer misalnya 0,1 normal, berarti mengandung 0,1 gram setara perliter.

Titar ditentukan dengan empat angka dibelakang koma. Dilaboratorium di pergunakan misalnya: HCl (0,0987 N), NaOH (0,1018 N).

Manfaat pemakaian Titar ialah bahwa bila titar itudiketahui dan jumlah ml larutan yang diperlukan bagi suatu reaksi maka hal itu sudah mencukupi untuk perhitungan, bila dipergunakan a ml larutan yang b normal maka: dipergunakan a  x  b mgst (mili gram setara) pereaksi, karena itu terdapat pula ab mgst zat yang hendak ditetapkan, maka tiap perhitungan mengenai penitaran dapat dilangsungkan menurut bagan berikut:

Dipergunakan a ml yang b normal  jadi ab mgs t, maka terdapat ab mgst zat yaitu abc mg zat, bila c = bobot setara dari zat yang ditetapkan itu, kadar zat yang ditetapkan dapat dihitung dari:

x 100 = ........ %

Bila m = banyaknya mg zat yang diperiksa dalam hal ini pengenceran harus diperhatikan benar.

 

B.     Pembuatan Larutan Normal.

Untuk membuat suatu larutan zat A yang 0,1000 N, maka 0, 1000 gst zat itu harus dilarutkan dan larutan itu harus diencerkan hingga isinya tepat 1 (satu) liter.Cara itu hanya mungkin bila zat A murni sekali (larutan-larutan Asam Oxalat, Kalium dichromat, Natrium Chlorida, Jod, dan lain-lain dapat dibuat secara itu). Sering juga diperlukan larutan normal dari zat yang tak mungkin terdapat dalam keadaan murni sebagai NaOH, KOH, HCl, H2SO4, KMnO4.

Dalam hal ini dibuat suatu larutan yang kira-kira mempunyai titar yang dikehendaki jadi 0,1 N, lalu titarnya ditetapkan dengan teliti berdasarkan reaksinya dengan suatu zat murni, yang disebut bahan baku. Bila titarnya telah diketahui dengan teliti, larutan dapat diencerkan hingga titarnya tepat 0,1000N, akan tetapi biasanya hal itu tidak perlu.

Sesuatu zat yang dipergunakan sebagai bahan baku harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1.    Zat itu harus murni atau mudah dimurnikan.

2.    Zat itu harus mantap, tidak memecah atau menarik air dari udara atau melepaskan air hablurnya.

3.    Juga bobot setaranya hendaklah besar sehingga pengaruh ketelitian penimbangan sekecil-kecilnya.

Syarat kedua dan ketiga pada umumnya dipenuhi oeh bahan baku yang dipergunakan hingga syarat yang pertama yang harus diperhatikan, bila dikatakan bahwa Asam Oxalat dapat dipergunakan untuk menetapkan titar larutan NaOH, tidak berarti bahwa tiap-tiap botol Asam Oxalat yang diambil dari gudang langsung dapat dipergunakan. Tiap bahan baku sebelum dipergunakan harus di uji kemurniannya. Juga ditegaskan bahwa suatu larutan harus ditetapkan berdasarkan larutan lain yang titarnya diketahui, misalnya titar larutan lain yang titar larutan HCl jangan ditetapkan berdasarkan larutan NaOH yang titarnya diketahui (botolnya mempunyai etiket yang menyatakan bahwa pernah isinya mempunyai titar yang tercantum), jadi tiap-tiap titar hendaklah ditetapkan langsung berdasarkan bahan baku. Penetapan ini sekurang-kurangnya harus diulangi 3 kali dan tidak boleh berbeda lebih dari 0,3%.

 

C.  Asidimetri dan Alkalimetri.

Menurut Arrhenius suatu zat disebut Asam, bila zat itu dilarutkan dalam air menghasilkan ion H+, demikian  pula suatu zat disebut basa bila menghasilkan ion OH-. Bila ditentukan berapa ml larutan asam yang titarnya diketahui diperlukan untuk menetralkan suatu larutan basa yang kadarnya atau titarnya dicari, maka pekerjaan itu termasuk asidimetri penitraan sebaliknya disebut alkalimetri, reaksi dasar pada kedua cara itu ialah:

H+     +     OH-     =     H2O

Ternyata bahwa satu ion H+setara dengan satu ion OH- maka berdasarkan kaidah tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa satu gram asam atau basa adalah jumlah asam atau basa yang mengandung satu gram ion H+atau satu gram ion OH-, dengan kata lain satu gram setara asam atau basa yang bermartabat g ialah 1/g gram mol zat itu. Misalnya:

1 grs HC1 =  36,5 g

1 grs HNO3 =  63,0 g

1 grs NaOH=  40,0 g

1 grs KOH         =  56,1 g

1 grs H2SO4 =    g

1 grs Ba (OH)2=    g

1 grs H2C2O42H2O   = g

Untuk mengetahui apakah tambahan asam atau basa cukup, apakah larutan memang telah dinetralkan diperlukan penunjuk. Untuk penentuan titrasi asam/basa dipergunakan 3 macam penunjuk yaitu:

Penunjuk

Singkatan

Jarak Perubahan

Warna

Warna

Asam Basa

Sindur-Metil

SM/MO

3,1-4,4

Merah Sindur

Merah-Metil

MM/MR

4,4-6,2

Merah Kuning

Fenol-Ftalein

PP

8,2-10,0

TB Merah

Keterangan:

SM: Sindur Metil (Methyl Orange).

MM: Merah Metil (Methyl Red).

PP: Phenolpthalein.

Penunjuk SM yang dipergunakan ialah larutan 0,1 % dalam aquades bagi tiap-tiap 20 ml larutan yang dititar dipergunakan satu tetes.Penunjuk MM terdiri dari larutan 0,1 % dalam alkohol 60 % bagi tiap-tiap 20 ml dipergunakan larutan 2 – 3 tetes. Penunjuk PP dipergunakan larutan 10 % dalam alkohol 60 % bagi tiap-tiap 20 ml dipergunakan 1 tetes.

 

 

Cara membaca buret.

Bila asam kuat dititar dengan basa kuat atau sebaliknya ketiga penunjuk dapat dipergunakan semuanya, MM yang biasanya dipilih, bila asam lemah dititar dengan basa kuat penunjuk yang dipergunakan harus PP. Bila suatu basa lemah dititar dengan asam kuat atau sebaliknya, penunjuk yang harus dipergunakan SM atau MM.

Perbedaan antara titik setara dan titik akhir.

Titik Setara ialah saat bila tambahan asam atau basa pada umumnya zat yang bereaksi, sedemikian bahwa perbandingan zat cocok dengan perbandingan Stechiometri, dengan persamaan reaksi.

Titik akhir ialah saat bila penitaran diakhiri, hal itu tergantung pada perubahan warna penunjuk, pembentukan endapan dan sebagainya.

sedapatnya titik setara harus sama dengan titik akhir, jika tidak sama berarti terdapat kesalahan penitaran.

Membuat larutan NaOH 0,1 N,  BM=40, 1 gst=40 gr.

0, 1 N  NaOH - 40  x  0,1=4 gr/1 liter.

Membuat larutan baku Asam Oxalat 0,1 N

Asam Oxalat/H2C2O4  2H2O,  BM=126,  1 gst= gr.

0,1 N  H2C2O4    2H2O=   x 0,1=6,3 gr/1 liter.

Perhatikan:

Untuk pembuatan bahan baku harus dilakukan seteliti mungkin. Menimbang bahan harus menggunakan analitik balance (timbangan analitik). Melarutkan bahan (bahan yang akan dilarutkan dengan pelarut) minimal 25% dilakukan dalam labu Erlenmeyer kemudian  pindahkan pada labu ukur hingga ukuran yang tepat.

Contoh kerja:

Teralah normalitas NaOH 0,1 N dengan bahan baku asam oxalat 0,1 N.

Ukurlah 10 cc asam oxalat 0,1 N dengan pipet gondok, dan masukkan kedalam Elenmeyer, jangan lupa tambahkan penunjuk. NaOH yang ditera dimasukkan kedalam Buret. Titarlah tetes demi tetes pada larutan oxalat sampai terjadi perubahan warna sesuai dengan jenis larutan penunjuk yang ditambahkan untuk perhitungan selalu dipakai rumus:

V1   N1 =  V2   N2

V1        =  Volume asam oxalat

N1        =  N asam oxalat

V2    =  Volume NaOH yang didapat pada penitaran

N2   =  N dari NaOH yang dicari

Lakukanlah Titrasi antara:

-  Bahan baku Borax ONa2B4O7 10H2O yang dicari titar dari HC1

-  Bahan baku Soda Kering Na2CO3, yang dicari titar dari HC1

Perhatikan:

Na2CO3 yang dipergunakan sebagai bahan baku harus dipanaskan dulu pada 270º. C-300oC hingga bobotnya tetap untuk menghilangkan kadar airnya.

Hablur soda kering sangat mudah menarik air sambil membentuk monohidrat.

Asam dan Basa pekat.

 

Zat

 

 

% bobot

 

BD

 

Titar

ml bagi 1 L

 

Larutan 1 N

Asam Chlorida

35

1,18

11,3

89

Asam Nitrat

70

1,42

16,0

63

Asam Sulfat

96

1,84

36

28

Asam Asetat

99,5

1,05

17,4

58

Ammonia

27 (NH3)

0,90

19,3

71

 

Bobot Setara

Zat

S e t a r a

Bobot Setara Rasional

Ammonia

NH3

17,0

Asam asesat

C2H4O2 (CH3COOH)

60

Asam benzoat

C7H6O2

122

Asam borak

H3BO3

61,8

Asam chlorida

HC1

36,45

Asam nitrat

HNO3

63

Asam oxalat

1 /2 C2H2O4.2H2O

63

Asam sulfat

1 /2 H2SO4

49

Borax

1 /2 Na2B4O2. 10H2O

190,5

Kalium Hidroxida

K  O  H

56,1

Calsium Hidroxia

1 /2 Ca (OH)2

37,0

Natrium Hidrogen

1 /2 CaCO3

50

Natrium Hidroxida

NaHCO3

84

Natrium Karbonat

1        /2 Na2CO3

40

 

 

 

D.  Permanganatometri.

Cara titrasi ini menggunakanKalium Permanganat(KMnO4). Kadang-kadang dipergunakan pengoksid lain misalnya:K2C2O7 CE (SO4)2 dan sebagainya. Umumnya titrasi demikian disebut oxsidimetri.  Pada suasana asam dua molekul permanganat dapat melepaskan lima atom Oksigen  (bila ada zat yang dapat dioksidasikan oleh oksigen itu).

2KMnO4  +  3H2SO4  ------  K2SO4  +  2MnSO4  +  3H2O  +  50

Karena larutan KMnO4  sangat berwarna maka tidak diperlukan penunjuk, satu tetes larutan KMnO4  0,1 N dalam ± 200ml air bersih telah menyebabkan warna merah jambu muda yang nyata. Supaya larutan KMnO4 yang dibuat itu tidak berubah titarnya, maka dibiarkan dulu seminggu lamanya, selama itu zat organik yang masih terkandung dalam larutan dioksidasikan sehingga terbentuk MnO4  (pengoksid berlangsung dalam lingkungan netral).

2KMnO4  +  H2O  ------  K2SO4  +  2MnO2  +  2KO  +  30

MnO2  yang terbentuk itu berlaku sebagai katalis bagi pemecahan seterusnya, sesudah itu larutan ini dibiarkan seminggu kemudian larutan ini disaring melalui asbes atau penyaring dari kaca pasir lalu disimpan dalam botol coklat, larutan ini cukup mantap. Supaya reaksi dengan KMnO4  berlangsung dengan cepat, biasanya dipanaskan ± 60ºC, Untuk mengasamkan larutan selalu dipergunakan asam sulfat.

Dari persamaan reaksi diatas:

2KMnO4  +  H2O  -----------  50  ----------  10H 

Hingga 1 gst KMnO4   =   1/5 gmol

Perhatikan:

Bahwa untuk penitaran dalam lingkungan netral atau basa 1 gram setara adalah 1/3 gmol hingga titar dalam hal kedua 3/5 dari titar biasa.

Cara kerja:

Persiapan reagen:

-  Membuat larutan baku Asam Oxalat 0,1 N (lihat asidimetri dan alkalimetri).

-  Membuat larutan KMnO4 0,1 N

EM KMnO4        =     158

1 grl  =    5 grek

0,1 N KMnO4   =       x 0,1= 3,16 gram/1 liter

-  Mengencerkan larutan pekat H2SO2 (36 N) menjadi 4N

Memakai rumus:   V1   x   N1   =   V2   x   N2

Misal:  membuatH2SO4   4  x  1.000 ml

Maka:  1.000  x  4  =  36  x V2(V2  adalah Volume dari H2SO4  pekat).

Harus diperhatikan:

Untuk pengenceran H2O diukur dulu dalam tabung ukur kemudian tabung ukur direndam dalam air (agar tidak panas pada waktu ditambahkan H2SO4  pekat),  kemudian  secara perlahan-lahan dimasukkan H2SO4 pekat sesuai dengan Volume yang diperlukan.

Pelaksanaan kerja.

Larutan KMnO4  dimasukkan kedalam buret, aturlah volume dalam buret dengan pipet gondok dimasukkan 10 ml larutan baku asam oxalat dalam Erlenmeyer, asami dengan H2SO4 4N (10 ml) panasi sampai 60ºC kemudian dalam keadaan panas kita titar.Amati perubahan warna yang terjadi (merah jambu), hitunglah normalitas dari KMnO4.

 

E.  Jodimetri dan Jodometri

Jodimetri=  penitaran dengan jod.

Jodometri=  penitaran dari jod dengan tio.

Zat yang bersifat penyusut dapat langsung dititar dengan jod.

H2SO3  +  J2  +  H2O  ----------  H2SO4  +  2Hy

Zat yang besfitat pengoksid dalam larutan asam membebeskan jod dari Ky.

2 TiC13  +  2  Ky  ----------  2 TiC12  +  2KC1  +  J2

lalu Jod yang terbentuk dititar dengan Tio.

J2  +   2 Na2S2O3  ----------  2 Nay  +  Na2S4O6

Kelebihan Jod menyebabkan larutan berwarna kuning akan tetapi selalu diprgunakan larutan kanji sebagai penunjuk, kanji dengan jod berwarna biru. Bila jod dititar dengan Tio maka kanji baru ditambahkan bila sebagian besar jod telah bereaksi (warna dari coklat telah mnjadi kuning), supaya jangan sampai banyaknya tio yang masih diperlukan tak dapat ditaksir hingga penambahan tio dari permulaan penitraan sampai akhir terpaksa dilakukan setetes demi setetes.

Bobot setara jod dan Tio ternyata dari persamaan reaksi diatas:

2  Na2S2O3  ----------  J2  ----------  2H

1 gst jod =  1 /2 gmol

1 gst tio  =  1 gmol

Catatatan:

Perhatikan bahwa sebenarnya cara-cara ini juga termasuk oksidimetri.

Penetapan titar tio 0,1 N (Na2S2O3) dengan KyO3. 0,1 N.

Persiapan reagensia:

Untuk melarutkan Na2S2O3 (tio) aquades harus selalu dididihkan lebih dulu untuk menghilangkan CO2, kemudian didinginkan sebelum dipakai untuk melarutkan,

BM Na2S2O3.5H2O   = 248,1

1 grl              =1 grek.

0,1 Na2S2O3  =   x 0,1  = 24,81 gram/1 liter.

EM KyO3        =  214,2.

1 grl         =  6 grek.

KyO3 0,1 N =       x 0,1  = 3,57 gram/1 liter.

Reaksi:

KyO3  +  5 Ky  +  6 HC1  ----------  6 KC1  +  3 H2O  +  3 J2

HC1 4N dibuat dengan mengencerkan yang pekat (11,3 N).

Ky 20% sebanyak 20 gram dilarutkan menjadi 100 cc dengan aquadest. Amylum 1%, didihkan aquadest yang mengandung NaC1 (p.j/menjadi setengah jenuh sampai 90 cc. 1 gram amilum dimasukkan dalam 10 cc aquadest, diaduk kemudian larutan amylum tersebut dimasukkan kedalam aquades yang mendidih tadi sambil diaduk setengah rata, kemudian diangkat dari api.

Cara kerja:

Tio dimasukkan dalam buret dengan pipet gondok (teliti) diukurkan KyO3  0,1N, dimasukkan kedalam Erlenmeyer, tambahkan (menggunakan pipet) Ky 20% sebanyak 5 cc. Kemudian tambahkan 5 cc HC1 4N (harus segera dititar karena J2 telah terurai) hingga berwarna coklat kemudian dilanjutkan titrasi dengan tio, setelah berwarna kuning muda baru ditambahkan amylum 0,5 cc berubah menjadi  biru kemudian dititar lagi sampai warna biru hilang.

Baca: hitung N dari tio penetapan titar larutan Jod 0,1 N dengan tio.

Membuat larutan Jod 0,1 N:

Timbang 12,7 gram Jod, masukkan dalam Erlenmeyer yang bersumbat asah, tambahkan 40 gram KJ dan 25 ml H2O, dikocok hingga Jod larut semuanya. Pindahkan larutan tersebut dalam labu ukur 1000 ml (1 L) hingga tanda garis. Larutan disimpan dalam suatu botol yang berwarna sawo/agak coklat.

Cara pelaksanaannya:

Buret diisi dengan tio yang telah diketahui titarnya, dengan ambil Jod dengan pipet gondok 10 ml kemudian masukkan dalam Erlenmeyer, titar dengan tio, setelah warna berubah menjadi kuning muda, terus tambahkan amylum 0,5 ml lanjutkan titar lagi sampai warna biru hilang, hitung normalitas Jod.

Catatan:UntukKyO3  dapat juga dipakai K2G2O7 (Kalium bichromat) sebagai baku.

 

F.   Argentometri.

Pada penetapan ini ada beberapa cara antara lain:

1.    Cara MOHR.

2.    Cara VOLHARD (tak dibicarakan).

3.    Cara Fayans (tak dibicarakan).

Untuk cara tersebut diatas kita memakai bermacam macam petunjuk yang berbeda beda, tapi untuk bahan baku dipakai satu macam: AgNO3. 0,1 N.

Membuat larutan AgNO3. 0,1 N , Perak nitrat dapat dibeli dalam keadaan cukup murni, untuk membuat larutan normal, larutan AgNO3 tak boleh terkena sinar/ cahaya. Penitaran Chlorida dengan CE.

 

Cara MOHR

Persiapan reagensia:

AgNO3. 0,1 N ,  EM AGNO3 =169,9, 1 gr1=1 grek.

AgNO3. 0,1 N =       x 0,1= 169,99 gram/1 liter.

K2CrO4 5%.

5 gram K2CrO4 dilarutkan sampai 100 ml dengan H2O.

Cara kerja:

Jika suatu larutan Chlorida ditambahi AgNO3 diendapkan perak Chlorida ada yang berwarna putih.

Cl   +  AgNO3  ----------  AgC1  +  NO3

Untuk menunjukkan titik akhir dipergunakan K2CrO4, yang membentuk endapan merah dengan perak nitrat berlebihan.

K2CrO4  +  2 AgNO3  ----------  AgCrO4  +  2 KNO3

Karena hasil kali kelarutan perak chromat lebih besar dari pada perak Chlorida, endapan itu baru dapat dibentuk sesudah chlorida diendapkan semua.

Perak chromat dapat larut dalam asam, maka cara MOHR ini hanya dapat dipergunakan untuk larutan yang netral atau yang dapat dinetralkan (larutan asam dengan Borax, Natrium Hidrogen Carbonat atau Magnesium Oksida, larutan basa diasamkan dulu dengan HNO3, lalu dinetralkan).

AgNO3 0,1N dimasukkan kedalam buret. Larutan Chlorida diukur dengan pipet gondok terus dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 cc penunjuk, K2CrO4 5%.

Titar dan amati perubahan warna dari putih kemerah sindur, hitung normalitasnya atau kadar (prosentase*) larutan chlorida tersebut.

Cara perhitungan untuk menentukan normalitas dan kadar (prosentase) beserta pengenceran akan diterangkan kemudian dalam praktikum.

Prosen =  %

10 % artinya tiap penimbangan 10 gram bahan dilarutkan dalam pelarutnya menjadi 100 ml, atau tiap 100 ml bahan larutan tersebut mengandung 10 gram atau 10 ml bahan yang terkandung.

Bobot Atom.

Nama Zat

Bobot Atom

A1

26,98

Ba

137,36

S

32,066

Fe

55,85

B ( Bor )

10,82

Br ( Brom )

79,916

C1 ( Chlor )

35,457

Cr ( Chrom )

52,01

P

30,975

H

1,008

 

Pembersihan.

Untuk mencuci alat-alat gelas yang terlalu kotor dapat direndam dengan larutan K2Cr2O7  +  H2SO4 pekat.

Cara pembuatan:

30 gram K2Cr2O7 dilarutkan dalam sedikit H2Okemudian dicampurkan H2SO4 pekat sampai 1000 ml.Untuk cuvette dapat dibersihkan dengan merendam dalam larutan KOH dalam Alkohol. Alat alat yang sudah dicuci harus dibilas dengan aquades kemudian dikeringkan dalam oven pengering.

Pemakaian alat timbangan analitis harus dilakukan sangat berhati-hati, setelah pemakaian harus dibersihkan dari bahan bahan kimia dan dikembalikan pada kedudukan semula dan ditutup rapat. Pedoman kerja ini hanya dipakai sebagai dasar pengetahuan praktikum laboratorium kimia, tidak dapat dipakai untuk pedoman memeriksa suatu contoh pemeriksaan.

 

G.  Penentuan Nitrat (NO3).

Dalam suatu botol tertutup asah, masukkan dengan pipet gondok 100 cc contoh air yang dianalisa. Tambahkan padanya 1 cc KOH 20 % (bebas NO3) dan sekeping kertas Aluminium penambahan tersebut adalah sebagai pereduksi (dapat juga diganti dengan 1 cc HCl 25 % dan sedikit Zincum.

Reaksi:

              2 Al + 6KOH ........    2K3AlO3 + 3H2

              HNO3 + H2       .......     H2NO2 + H2O

              2H2NO2 + H2  .......     2NO + 2H2O

              2NO + 5H2      .......     2NH3 + 2H2O

Biarkan semalam (dalam keadaan tertutup), saring jika ada endapan dan tetapkan seperti penetapan NH4.

Sebelum menghitung NO3 maka hasil dari NO2 dan NH4 yang terkandung dalam contoh air tersebut harus dicari.

Pada penetapan NO2 (hasilnya diubah menjadi NH4).

NH4 =  x hasil perhitungan pada penetapan NO2.

Maka NO3 =  x hasil NH dari NO3- (hasil NH4 + hasil NO2).

 

H.  Penetapan Nitrit

Dengan menggunakan tabung Nesslers. Masukkan pada tabung 1:50 cc air dan tambahkan padanya 100 mg pereaksi GRIESZ-ROMYEN (G-R). Diamkan setengah jam setelah dilakukan pengocokan. Masukkan pada tabung 2: 50 cc aquadest tambahkan 0,1 cc standar No.2 dan tambahkan 100 mg pereaksi G-R, kocok, diamkan setengah jam. Timbulnya pewarnaan merah pada kedua tabung tersebut menunjukkan adanya NO2, baca dengan Spectrofotometer dengan gelombang 530.

Perhitungan =  x  x 0,1 x 0,1 = .......... mg/l

50        = Volume contoh air.

1000    = 1 liter.

D bahan= pembacaan hasil pada spectrofotometer (bahan) .

D standar= pembacaan hasil spectrofotometer untuk standar.

0,1 = ml standar.

0,1 = ml standar setara dengan 0,1 mg NO2.

Pereaksi (untuk Nitrit).

Standar (baku) Nitrit=NO2.

Menimbang dengan teliti NaNO2 150 mg dilarutkan dalam labu ukur sampai 1000 ml (tambahkan sedikit Toluol sebagai pengawet).

Penetapan standar NO2 (kerjakan setiap pemeriksaan):

500 ml larutan standar Nitrit tambahkan 10 ml H2SO4  4N titer dengan 0,01N KMnO4 sampai warna merah, panaskan kalau warna merah hilang, titrasi lagi sampai warna merah tetap (tidak hilang).

Perhitungan:

50 ml larutan standar misalkan hasil titrasi 25 ml KMnO4 0,01N.

1 ml 0,01 KMnO4 ....... 0,23 mg NO2.

50 ml standar = 25 x f x 0,23 mg NO2.

1 ml standar = (25 x f x 0,23):50 mg NO2.

Pereaksi Griesz-Romyen:

1 bagian Naphtylamina.

10 bagian Asam Sulfanilat.

89 bagian serbuk Asam Tartrat.

Gerus dan campur merata.

Harus diperhatikan bahwa aquadest yang dipakai harus betul-betul bebas dari bahan-bahan kimia.

 

I.     Penetapan Ammonium (NH4)

Penentuan ini baru dapat dilakukan jika bagian-bagian zat kimia yang mengganggu dikeluarkan dari contoh yaitu: Ca, Mg, Fe, dan Al ini dapat dicapai dengan melakukan penyulingan.

Cara Kerja:

    Masukkan contoh air 200 cc  kedalam labu untuk destilasi, dan tambahkan beberapa tetes larutan lindi Carbonat. Kemudian lakukan distilasi. Hasil destilasi kita ambil 50 ml yang kita masukkan kedalam tabung Nesslers. Pada tabung Nesslers yang lain kita masukkan 50 cc aquadest dan ditambahkan 0,1 ml standar Ammonium (tabung kedua).

Masukkan 50 cc aquadest pada tabung Nesslers yang ketiga. Kemudian ketiga tabung tersebut masing-masing kita tambahkan 1 cc Nesslers pereaksi. Tangguhkan 5 menit dan baca pada spectrofotometer, bila ada pewarnaan kuning sampai coklat, dengan gelombang 480 (bila tidak terbacakan pada spectrofotometermaka ulangi pengambilan hasil destilasi tapi volume dikurangi dan lakukan pengenceran yang terukurkan). Untuk penetuan titik nol dipakai tabung ketiga.

Perhitungan:

 x  x 0,1 x 1 = ........ mg/l.

50 = ml contoh air.

1000= 1 liter.  

D bahan= pembacaan hasil pada spectrofotometer (bahan).

D standar= pembacaan hasil spectrofotometer (standar).

0,1 = ml standar.

1 = ml standar setara dengan 1 mg NH4

(disesuaikan dengan standar yang dipakai di laboratorium).

Pereaksi:

1.    Larutan Seignete-Nesslers:

Garam Seignete 50 gram dilarutkan dalam 100 ml aquadest dan dimasukkan pada Nesslers Reagen 5 ml dan dikocok. Endapan dibiarkan mengendap cairan yang jernih dituangkan kedalam botol coklat, tutup dan simpan.

2.    Nesslers-Reagen:

KY 5 gram dalam aquadest 5 cc. Kedalam larutan ini dicampurkan larutan HgCl2 5% sebegitu banyak sehingga mulai terbentuk endapan berwarna merah yang tidak hilang jika dikocok, kemudian disaring.

Filtrat diencerkan sampai 100 ml dengan KOH 15%. Tangguhkan 48 jam. Cairan yang jernih diatas yang dipakai.

3.    Larutan baku Ammonium:

NH4Cl 2,97 gram dilarutkan dalam  aquadest1000 cc (1 liter)  (teliti) 1  ml  larutan baku ini mengandung 1 mg NH4.

4.    Larutan Lindi-Carbonat:

Sodium-Hydroxyde 50 gram dan Na2CO3 10H2O dicampurkan dan dengan hati-hati dilarutkan dalam aquadest sampai volume menjadi 300 ml.

 

J.    Bilangan Permanganat.

Ialah banyaknya Permanganat yang dimakan oleh 1 liter air, makin kotor air makin tinggi nilainya. Oksidasi dari Permanganat ini diganggu oleh adanya zat- zat reduktor misalnya Sulfit dan Ferro ini dapat dihilangkan dengan oksidasi dalam keadaan dingin.

Cara kerja:

    Masukkan 50 ml contoh air kedalam Erlenmeyer dan diasamkan dengan 10 cc H2SO4. 4N. Kemudian tetesi dengan KMnO4. 0,01N yang mana warna tersebut dalam waktu 5-10 menit tidak hilang kembali. Taruh diatas kompor, setelah mendidih tambahkan  KMnO4. 0,01N10 cc (tepat) biarkan selama 10 menit tepat mendidih diatas kompor. Setelah 10 menit tambahkan 10 cc Asam Oxalat 0,01N (tepat), biarkan sebentar sampai warna hilang.

Titar dengan KMnO4. 0,01N sampai timbul warna violet muda kembali, baca skala pada Buret: ..... ml. Tentukan juga Normalitas dari KMnO4 yang sebenarnya dengan Asam Oxalat sebagai baku, untuk mencari faktor: Masukkan Asam Oxalat 0,01N10 cc (tepat) dalam Erlenmeyer dan asami dengan H2SO4. 4N 10 cc, kemudian didihkan sebentar dan titer dengan KMnO4 sampai timbul warna violet muda.

Hitung Normalitas KMnO4 dengan rumus:

V1N1 =V2N2.

V1= Volume Asam Oxalat.

N1= Normalitas Asam Oxalat.

V2= Hasil titrasi KMnO4.

N2= Normalitas dari KMnO4 yang dicari.

Maka Faktor adalah  =

Perhitungan:  x  { (10 + cc titrasi) x factor – 10 } x 0,316= .......... mg/l.

1000 = 1 liter.

50 = volume contoh air.

KMnO4. 0,01N 1 ml= 0,316 mg Ox.

Pereaksi:

1.    KMnO4 0,1N.

316 mg KMnO4 dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml.

2.    KMnO4 0,01N.

Mengencerkan dari yang 0,01N.

3.    Asam Oxalat 0,1N.

630 mg Asam Oxalat dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml (teliti) didalam labu ukur.

4.    Asam Oxalat 0,01N.

Mengencerkan dari yang 0,1N.

5.  H2SO4.4N mengencerkan dari yang pekat (36N).

Awas pengenceran jangan terbalik, aquadest dulu baru asamnya dan gelas ukur direndam dalam bak yang berisi air, karena akan terjadi reaksi eksoterm (keluar panas).

 

K.    Penentuan Ferrum.

Pelarutan Ferrum banyak sekali dipengaruhi oleh kadar oksigen. Pada penentuan ini, besi (Ferrum) bervalensi dua dirubah menjadi Ferrum bervalensi tiga yang mana dengan Rodanida memberi warna merah.

Cara Kerja:

Sediakan tabung Nesslers tiga buah.

Tabung ke-1, masukkan contoh air 50 cc, dan asamkan dengan H2SO4. 4N sebanyak 10 cc kemudian oksidasikan dengan KMnO4.0,1N sampai sempurna. Tabung ke-2, masukkancontoh air 50 cc dan asamkan dengan H2SO4 .4N sebanyak 10 cc. Tabung ke-3, masukkan aquadest 50 cc dan diasamkan dengan H2SO4 .4N kemudian tambahkan  standar Ferrum 0,1 cc.

Kemudian setiap tabung  ditambahkan 5 cc KCNS/NH4CNS 20% dengan timbulnya warna merah, maka Ferrum positif. Diamkan selama 5-10 menit kemudian baca pada spectrofotometer dengan gelombang 530. Tabung Nesslers pertama adalah hasil Ferro + Ferry. Tabung kedua adalah hasil Ferry. Jadi hasil Ferro adalah hasil tabung pertama dikurangi hasil tabung kedua.

Perhitungan:

 x  x 0,1 x 0,1 = ........ mg/l

1000= 1 liter.

50= volume contoh air.

D bahan= pembacaan pada spectrofotometer untuk bahan.

D baku = pembacaan pada spectrofotometer untuk baku.

0,1= volume pengambilan baku.

0,1= 1 ml baku setara dengan 0,1 mg Ferrum.

 

 

Pereaksi:

1.    H2SO4 .4N dibuat dengan mengencerkan H2SO4 pekat (36N).

2.    KCNS/NH4CNS 20% menimbang 20 gram garam KCNS/ NH4CNS dilarutkan sampai 100 cc dengan aquadest.

3.    KMnO4 .0,1N.

4.    Larutan baku Ferrum:

Masukkan secara perlahan H2SO4 36 N 20 ml kedalam 50 ml aquadest dan campurkan kedalamnya 1,916 gram Fe(NH4)2SO4 . 12H2O. Teteskan KMnO4 0,1N dan perhatikan warna. Campuran bebas besi kedalam 100 ml air destilasi dan perhatikan warna. Campuran bebas besi kedalam 100 ml air destilasi (sebagai standar besi). Setiap kali akan digunakan baru dibuatkan campurannya. Pipet 40 ml stock campuran masukkan kedalam 100 ml. (vol tabung dan campuran sampai tanda dengan larutan besi bebas dalam air destilasi: 1ml .............. 0,1 mg Fe).

Catatan:

Bila pemeriksaan tidak dapat dilaksanakan hari itu, harap diawetkan dengan penambahan 1 ml H2SO4 pekat untuk 250 ml contoh air. Khusus untuk penentuan B.O.D. sama sekali tidak boleh diberi pengawet.

 

L.  Penentuan Chlorida.

Pada cara ini dipakai dengan titrasi Argentometri (MOHR), oleh karena itu suasana harus diperhatikan (netral).

Pereaksi:

            AgNO3                ......      0,1 N (tepat).

            K2CrO4           ......      5% (tiap kali dipakai 0,5 ml).

Cara kerja:

    Masukkan contoh air sebanyak 50 ml kedalam Erlenmeyer dan tambahkan penunjuk K2CrO4 (untuk suasana netral dapat ditambahkan bubuk MgO). Lakukan titrasi sampai warna berubah dari warna kuning menjadi Sindur.

 

 

Perhitungan:

 x ml titrasi x N AgNO3 x BM Chlorida = .......... mg/l.

M.     Penentuan Kadar Sulfat (SO4).

Untuk penentuan ini berdasarkan timbulnya endapan putih dari BaSO4, dimana endapan ini tidak larut dengan asam (berbeda dengan Carbonat).

Pereaksi:

Larutan BaCl2 ......      10%

            HCl                 ......      4N

            Standar Sulphat  ......   dari ZnSO4. 0,1N (1 ml mengandung 9,5 mg SO4).

Cara kerja:

Siapkan dua tabung Nesslers yang berisi contoh air 50 ml (untuk tabung pertama) dan aquadest 50 ml (untuk tabung kedua), masukkan HCl 4N sebanyak 5 ml pada setiap tabung. Tambahkan juga standar Sulphat sebanyak 0,1 ml (teliti) pada tabung kedua. Tambahkan 5 ml BaCl2 10% pada kedua tabung tersebut, kocok. Biarkan selama 30 menit dan sekali-kali dikocok, baca pada spectrofotometer dengan gelombang 650.

Perhitungan:

 x  x 0,1 x 9,5 = ............ mg/l.

 

N.  Penentuan Mangan (Mn).

Sebelumnya lakukan dahulu pemeriksaan dari Chlorida sehingga dapat diperhitungkan beberapa jumlah AgNO3 yang dibutuhkan. Lakukan oksidasi dengan K2S2O8/KJO3 sehingga Mn yang terdapat telah berubah menjadi Permanganat.

Prinsip:

Mn     + Oksidasi ...... warna permanganat.

Gangguan Chlorida diendapkan dengan AgNO3.

Pereaksi:

            AgNO3 ......      0,1N/5%

            K2S2O8/KJO3  ......      kristal

            H2SO4                 .....       4N

            KMnO4           .....       0,1N    ....... setara dengan 1,1 mg/ml Mn.

Cara kerja:

Masukkan contoh air sebanyak 50 ml kedalam Labu Erlenmeyer tambahkan  H2SO4 4N sebanyak 10 ml. Tambahkan AgNO3. 0,1N sesuai dengan jumlah penentuan Chlorida, sehingga Chlorida terendap semua.

Tambahkan K2S2O8100 mg kemudianpanaskan hingga mendidih (tepat mendidih 5 menit). Segera dinginkan (direndam dalam air dingin), bila timbul warna violet lakukan pembacaan dengan Spectrofotometer dengan gelombang 530.

Buatlah standar: Aquadest 50 ml ditambah H2SO4 .4N 10 ml, tambahkan  KMnO4 0,1 ml, baca spectrofotometer. Bila KMnO4 yang dipakai tidak 0,1N maka harus dibuat faktor dulu dengan menera KMnO4 seperti pada penentuan Normalitas KMnO4.

Maka:

Faktor =

 

Perhitungan:

 x  x 0,1 x Faktor x 1,1 = ..............  mg/l.

 

O.  Kompleksiometri(Kesadahan).

Kesadahan jumlah adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam Calsium dan Magnesium.

Cara kerja:

Kesadahan jumlah (1)

Masukkan contoh air sebanyak 50 ml kedalam labuErlenmeyer kemudian tambahkan pereaksi Erio-chrom-black-T sebanyak 100 mg dan Buffer 1 ml. Kesadahan (untuk merubah pH), maka akan timbul warna violet, segera titer supaya tidak terjadi oksidasi dengan udara titer dengan E.D.T.A. sampai timbul warna biru.

Perhitungan:I

 x ml x faktor = ......... mg/l CaCO3  atau

 x ml x  x  x faktor = ............ ºD.

 

Perbandingan antara CaO : ºD = 10 : 1

56        .........   B.M CaO

100      ........    B.M CaCO3

Calsium (2)

Masukkan contoh air 50 ml dalam LabuErlenmeyer150 ml kemudian tambahkan 1 ml NaOH. 1N dan 100 mg Murexid maka akan timbul warna merah muda, titar dengan E. D. T. A (segera lakukan untuk mencegah oksidasi dengan udara) sampai timbul warna violet.

Perhitungan: II

 x ml titrasi x faktor EDTA x 0,4 = ......... mg/l CaCO3      atau

 x ml titrasi x   x  faktor = ............ mg/1 Calsium.

 

40        .........   berat atom dari Calsium.

100      .........   berat molekul dari CaCO3.

 

Magnesium (3)

Kesadahan jumlah adalah = mg/1CaCO3 (dalam perhitungan Ca + mg/1 CaCO3 dalam perhitungan Mg).

Magnesium = (ml titrasi kesadahan – ml titrasi Calsium)x   x faktor EDTA 0,01 M   x Mg/l = ............ mg/1 Calsium.

atau:

mg/1 CaCO3 (dalam perhitungan I) - mg/1 CaCO3 (dalam perhitungan II)

=   ............    x     =   ......... mg/l   Mg.    

Faktor  (4)

Masukkan10 ml larutan standarCaCO3 (teliti) dalam LabuErlenmeyer padanya tambahkan 1 ml Buffer kesadahan dan 100 mg Erio-chrom=black-T.

 

Warna violet titar dengan E. D. T. A sampai terjadi perubahan warna menjadi biru.

Faktor    =   

Pereaksi-pereaksi untuk kesadahan:

1.    Eriochrom black T.

Eriochrom Black T 0,5 gram + 100 gram NaC1 P.A digerus sampai rata.

2.    Murexid.

Murexid 0,5 gram digerus dengan 100 gram NaC1.

3.    Reagen E. D. T. A

E. D. T. A (Etylene Diamin Tetra Acid) 3,723 gram dilarutkan dalam aquadest sampai 1000 ml.

4.    Buffer kesadahan.

NH4C1 16,9 dalam NH4OH 143 ml.

E. D. T. A 1,179 gram + 780 mg MgSO4. 7H2O atau 644 mg MgC12. 6H2O   dalam 50 ml aquadest.

Campurkan kedua larutan tersebut menjadi satu, kemudian encerkan sampai 250

ml dengan aquadest, aturlah dengan penambahan sedikit E. D. T. A.

5.    NaOH 1N.

NaOH 4 gram dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml.

6.    Standar CaCO3.

1 gram CaCO3anhydrous kedalam 500 cc tabung, tambahkan sedikit 1 cc HCl dan larutkan dengan 200 cc aquadest dan panaskan beberapa menit sampai keluar CO2 (gelembung). Diinginkan, tambahkan beberapa  tetes Methyl red sampai dengan warna orange dan masukkan NH4OH atau 1:1 HCl dan tambahkan sampai dengan tanda. 1000 cc dengan aquadest.

 

P.   Alkalinitas (Kebasaan)

Alkalinitas ini disebabkan adanya senyawa-senyawa:

Bicarbonat= HCO3.

Carbonat = CO3.

Hydroxida= OH.

Kebasaan pada umumnya terjadi pada air alam didekat daerah kapur/pantai, juga beberapa hasil buangan industri mengandung kebasaan ini, misalnya: Pabrik kulit pada proses penghilangan bulu.Untuk keperluan air minum walau didalam syarat tidak disebutkan, akan melibatkan timbulnya rasa yang tidak enak setelah direbus, juga mempermudah terbentuknya kerak pada dinding ceret atau ketel.

 

Ca (HCO3) panas        ........   CaCO3 +  H2O  + CO2

 

Akibatnya untuk memperoleh jumlah yang sama diperlukan bahan bakar yang banyak disamping dikawatirkan ketel  uap akan pecah.Kebasaan juga menaikkan pH, hingga persyaratan air minum tidak terpenuhi.

Pereaksi:

P.P                   .......                 1%.

M.M                .......                 0,1%.

S.M                 .......                 0,1%.

HCl                 .......                 0,1 N.

Reaksi:

1.    OH        +         H (HCl)     .........               H2O

2.    CO3           +  H             .........               HCO3

3.    HCO3    +        H                .........               H2O  +   CO2    (M.M  = 4,5)

Cara kerja:

Siapkan 2 Erlenmeyer masing-masing diisi dengan 50 ml contoh air. Erlenmeyer pertama ditetesi penunjuk PP maka ada dua kemungkinan:

a.    Tidak berwarna berarti OH, 003 negatif.

b.    Berwarna merah berarti OH, 003 positif.

Titer dengan HCl, maka didapatkan hasil P ml perhitungan lihat pada P yang tidak berwarna, Erlenmeyer kedua + MM titer dengan HCl 0,1N, maka:

Perhitungan:

T ...    HCO3   =  x 0,1 x ml x faktor x 50  = .................. mg/l.

P   ...    OH       =  x 0,1 x ml x faktor x 17  = .................. mg/l.

P   ...    CO3      =  x 0,1 x ml x faktor x 60  = .................. mg/l.

 

Q.  Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen).

Sangat penting untuk makhluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan. Kekurangan O2 dalam air disebabkan adanya pertumbuhan bahan organik atau kegiatan mikroba. Kadang-kadang jumlah O2 oleh kegiatan mikroba diduga terjadi pencemaran, dengan kata lain O2 dapat dipergunakan sebagai penunjuk pencemaran.Pencemaran ini dapat berasal dari rumah tangga atau industri.

Oksigen  penting dalam penentuan B.O.D/K.B.O, kalau B.O.D. tinggi jelas airnya kotor.Kadar yang tinggi membahayakan instalasi industri terutama pipa pembawa air dan uap air, menyebabkan kerusakan atau korosi.

 

              Fe (pipa)          +       O2          ............            Fe+++     (larut).

 

Kandungan O2 kurang dari 3 mg/l menyebabkan ikan mati/tidak tahan. Penambahan O2 dapat bermacam-macam, antaranya dengan aerasi (penghawaan) yang mudah ialah air diterjunkan, disemprotkan.

Penurunan O2:

1.    Pemanasan lebih dari 100 ºC.

2.    Adanya reduktor (Oxinon=perdagangan).

Cara penentuan Winkler-Alsterberg.

Adanya Nitrit akan mengganggu titik akhir.

Prinsip:

Oksigen diendapkan dengan MnSO4 sebagai Mn (OH)2 atau MnO2.

Endapan yang terjadi setelah peristiwa oksidasi berjalan baik dilarutkan dengan H2SO4 pekat, terjadilah Jodium yang larut.

Jodium ini dititrasi dengan Na2SO3. Untuk mengetahui selesainya reaksi dipakai indikator Amylum.

Reaksi:

1.    Pengendapan:

Diperlukan pereaksi O2.

     NaOH   +   KJNaN3   (menghambat Nitrit).

     NaOH   +   MnSO4    .......    Mn(OH)2  + Na2SO4.

     Mn(OH)2 +O2           .......     MnO2 (coklat).

2.    Pelarutan:

MnO2    +   H2SO4 (pekat) .........  MnSO4  +   On   + H2O.

Kj   +  H2SO4  + On           .........   H2SO4     +   J2    + H2O.

3.  Titrasi:

J2    + Na2SO3                ........        Na2S2O6     +    NaJ.

Amylum (biru)               ........        biru sangat muda.

NaN3 + H  +                   ........        NH3 + Na+

NH3  + NO2                    ........        N2 + N2 + N2O.

    1 ml N/8   Thio   =  1,0 mg O2.

    1 ml N/40 Thio   =  0,2 mg O2.  

    Perhitungan:

 x 0,2 x faktor x ml titrasi = .............. mg/l.

 

Faktor =

 

Cara mencari Normalitas Thio (untuk mencari Faktor):

5 ml KJO3  0,1N   +  5 ml Kj   20%  + 5 ml HCl 4N.

Titer dengan Thio dengan penunjuk Amylum.

     V1  N1= V2  N2.

      V1    ........... ml KJO3 0,1N.

     N1    ........... normalitas KJO3.

      V2   ........... Volume hasil titer.

     N2   ........... hasil normalitas Thio yang dicari.

 

Untuk penentuan BOD dibuat air pengencer yang telah aerasi selama 6 jam. Air pengencer sebelum diaerasi diberi untuk tiap 1 liter:

     Buffer Phospat       ................        1 ml.

     CaCl2                      ................        1 ml.

     FeCl2                      ................        1 ml.

     MgSO4                         ................        1 ml.

 

Tambahkan air pengencer dengan air kotor (mikrobia) sebanyak 1 ml.

 

R.  BOD /KBO

Untuk penentuan BOD/KBO perlu diketahui banyaknya Oksigen yang terkandung dalam air kotor, yang hal tersebut dipakai untuk memperkirakan pengenceran yang akan dilakukan, makin sedikit kadar Oksigen makin tinggi pengenceran yang harus dibuat.

Cara membuat pengenceran:

Selalu usahakan jangan sampai terjadi aerasi.

Misalkan dibuat pengenceran 10 kali maka:   x  =  100

Air kotornya    =  100 ml.

Air pengencer  =  900 ml dilakukan pada gelas ukur.

Dari 1000 ml air yang telah diencerkan tersebut dimasukkan dalam botol Oksigen menjadi 3 botol, yang mana 1 botol ditentukan D.O nya hari ini.

(DO segera), yang dua botol dieramkan 3 hari suhu 27ºC atau 5 hari 20ºC.

Untuk kemudian ditentukan DOnya setelah dilakukan pengeraman.

 

Hasil BOD=  (DO segera - DO di eramkan)  x  pengenceran.

 

Untuk pengambilan contoh supaya dilakukan dengan botol khusus untuk botol pengambilan contoh pada penentuan BOD, usahakan jangan terjadi aerasi. Untuk air buangan yang banyak mengandung bahan-bahan kimia tidak dapat dilakukan untuk penentuan BOD tapi harus dilakukan penentuan C. O. D.

Pereaksi:

1.    Pereaksi Oksigen.

Alkali Jodide Azid reagent.

500 gram Sodium Hydroxide (NaOH) atau 700 gram KOH.

135 gram NaJ atau 150 gram KJ dilarutkan dalam 1000 ml aquadest ditambah10 gram NaN3 dalam 40 ml aquadest.

2.    Reagen MnSO4.

MnSO 4 . 4H2O. . . . .     480 gram.

atau MnSO 4 . 2H2O    . . . . .     400 gram.

      atau MnSO 4 . 2H2O    . . . . .     360 gram.

Dilarutkan dalam aquadest sampai 1000 ml.

3.    Na2S2O3 5H2O 0.1 N.

Aquadest yang akan dipakai untuk melarutkan harus dihilangkan CO2nya dulu dengan jalan mendidihkan, dan kemudian didinginkan.

24.81 gram Na2S2O3 dilarutkan dalam aquadest sampai 1 liter, disimpan dalam botol dengan penambahan sedikit Chlorofom untuk pengawet.

4.    Na2S2O3. 0.025N.

Dibuat dengan mengencerkan yang 0. 1 N.

5.    KJ 20%.

Di timbang 20 gram kristal KJ dan dilarutkan sampai 100 ml, di simpan dalam botol coklat.

6.    Amylum 1%.

Larutkan 1 gram Amylum dalam aquadest panas (mendidih) yang mengandung NaC1 setengah jenuh, sampai 100 ml.

7.    Buffer Phosphat.

NaHPO4   . . . . .     8,35 gram.KH2PO 4   . . . . .     2.125 gram.

K2HPO 4   . . . . .     5.437 gram.NH4C1   . . . . .     0.425 gram.

Ditambahkan aquadest 250 ml.

8.    MgSO4 5.625gram ditambahkan 250 ml aquadest.

9.    CaC12    6.875gram  ditambahkan 250 ml aquadest.

10  .FeC13 0.0625gram ditambahkan 250 ml aquadest.

11.H2SO4 pekat=H2SO4 36N.

12.KJO3 0,1 N  (sebagai baku).

     375 mg KJO3 dilarutkan dalam 100 ml (dalam labu ukur dengan aquadest)

 

Cara kerja:

1.    Tentukan air pengencer segera.

Disini tidak dilakukan Oksidasi dengan KMnO4

Botol Oksigen berisi air pengencer dimasukkan kedalamnya:

-          1 ml pereaksi Oksigen.

-          1 ml MnSO4 (tunggu 5 menit).

-          4 ml H2SO4 pekat.

Dibolak-balik sampai larut kemudian tentukan oksigennya (O2).

2.    Tentukan Oksigen air kotor asli sebelum pengenceran (menurut Riedel Steward).

Botol Oksigen berisi air kotor, ditambahkan kedalamnya:

-          0,5 ml H2SO4 pekat sebagai pengasam.

-          0,01 N KMnO4 (atau 0,1 N) tetes demi tetes sampai dalam waktu 5 menit, warna merah muda tidak hilang.

-          0,01N atau 0,1 N Asam Oxalat sedikit demi sedikit untuk menghilangkan warna merah muda.

-          3 ml pereaksi Oksigen.

-          2 ml MnSO4: bolak-balik sampai rata betul dan amati harus terjadi endapan, bila tidak penambahan pereaksi O2  +  MnSO4 diulang. Diamkan sampai endapan yang terjadi mengendap semua.

-          5 ml H2SO4 pekat, bolak-balik sampai endapan terlarut semua.

-          Tentukan Oksigen (O2).

3.    Tentukan Oksigen dari contoh yang telah diencerkan.

(Menggunakan Methode Riedel Steward).

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 5

PEMERIKSAAN SAMPEL AIR

 

A.    Derajat Keasaman (pH=power hydrogen/potensial hydrogen)

Indikator yang digunakan yaitu BTB (Bromthymol Blue) rentang nilai pH 6,0 – 7,6. Indikator AP (Aqua Purple) rentang nilai pH 7,6 – 9,2.

Proses kerja:

1.    Masukkan contoh air kedalam 2 tabung komparator sampai tanda garis (tabung A dan B).

2.    Tambahkan larutan indikator BTB 0,75 ml ke dalam Tabung A, campur hingga homogen.

3.    Bandingkan dalam komparator dengan blangko tabung B (tabung yang tidak ditambah indikator).

4.    Putar piringan pH sampai mendapatkan warna yang sama.

Catatan:

Bila pH lebih besar dari 7,6 maka gunakan indikator AP.

 

B.  Aciditas

1.    Alat yang digunakan:

a.    Labu Erlenmeyer 250 ml (2 buah).

b.    Beaker glass 50 ml.

c.    Pipet ukur 1 ml.

2.    Proses kerja:

a.    Masukkan contoh air masing-masing 50 ml ke dalam labu 1 dan labu 2.

b.    Tambahkan indikator MO sebanyak 3 tetes  pada labu 1 dan tambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes pada labu 2.

c.    Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna. Pada labu 1 perubahan warna dari orange ke kuning sedangkan labu 2 dari tidak berwarna menjadi rose.

d.    Catat masing-masing volume titrasi.

Aciditas MO sebagai CaCO3

Aciditas PP sebagai CO2 (Aciditas jumlah)=

.

 

C.  Alkalinitas

1.    Alat yang digunakan:

a.    Labu erlenmeyer 250 ml (2 buah).

b.    Beaker glass 100 ml.

c.    Pipet ukur 1 ml.

2.    Proses kerja:

a.    Masukkan contoh air 100 ml dalam Labu 1.

b.    Tambahkan larutan pereaksi MO sebanyak 3 tetes.

c.    Masukkan larutan HCl 0,1 N ke dalam buret.

d.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

e.    Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai perubahan warna dari kuning menjadi orange.

f.     Catat volume HCL 0,1 N yang digunakankan.

g.    Masukkan contoh air sebanyak 100 ml kedalam labu 2.

h.    Tambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.

i.      Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai perubahan warna dari rose menjadi tidak berwarna.

j.      Catat volume HCl 0,1 N yang digunakan.

Alkalinitas MO (jumlah) sebagai HCO3

 

Alkalinitas PP sebagai CaCO3

                      = .........  mg/l.

 

D.  Aciditas PP sebagai CO2

Proses kerja:

1.    Bilas labu Erlenmeyer dengan sampel air.

2.    Masukkan sampel air sebanyak 5 ml ke dalam labu.

3.    Tambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes sehingga tidak berwarna.

4.    Masukkan larutan NaOH ke dalam buret.

5.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

6.    Titrasi dengan NaOH sampai perubahan warna menjadi merah muda (rose).

7.    Catat volume larutan NaOH yang digunakan.

Aciditas PP (jumlah) sebagai CO2 = x ml titrasi x 44 x mg/l CO2/l.

 

E.  Aciditas MO sebagai CaCO3

Proses kerja:

1.    Bilas labu Erlenmeyer dengan sampel air.

2.    Masukkan sampel air sebanyak 5 ml ke dalam labu.

3.    Tambahkan indikator MO sebanyak 2 tetes sehingga berwarna merah.

4.    Masukkan larutan NaOH ke dalam buret.

5.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

6.    Titrasi dengan NaOH sampai perubahan warna dari merah menjadi biru.

7.    Catat volume larutan NaOH yang digunakan.

Aciditas MO sebagai CaCO3 =  x ml titrasi  x 50 = 50 x mg CaCO3/l.

F.   Alkalinitas jumlah (MO) sebagai HCO3

1.    Labu Erlenmeyerdibilas dengan air sampel.

2.    Masukkan air sampel sebanyak 5 ml ke dalam labu.

3.    Tambahkan indikator MO sebanyak 2 tetes hingga berwarna kuning.

4.    Masukkan larutan HCl ke dalam buret.

5.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

6.    Titrasi dengan HCl sampai perubahan warna kuning sehingga menjadi  orange.

7.    Catat volume HCl yang digunakan.

Alkalinitas jumlah (MO) sebagai HCO3 = x ml volume titrasi x 50 = 50x mg CaCO3/l.

 

G.  Alkalinitas PP sebagai CaCO3

1.    Tabung dibilas dengan air sampel.

2.    Masukkan air sampel sebanyak 5 ml ke dalam tabung.

3.    Tambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes hingga berwarna rose.

4.    Masukkan larutan HCl ke dalam buret.

5.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

6.    Titrasi dengan HCl sampai perubahan warna dari warna rose menjadi kuning.

7.    Catat volume larutan HCl yang digunakan.

Alkalinitas PP sebagai CaCO2 = x ml titrasi x 50 = 50x mg CaCO3 /l.

 

H.  Sisa Chlor (Cl2)

Proses kerja:

1.    Masukkan contoh air ke dalam 2 tabung komparator sampai tanda garis (10 ml).

2.    Tambahkan Orthotolidine ± 0,5 ml dalam salah satu tabung, campur  sampai homogen.

3.    Bandingkan dalam komparator dengan blangko tabung yang tidak ditambah Orthotolidine.

4.    Putar piringan pH sampai mendapatkan warna yang sama.

Catatan:

Bila sisa chlor > 1,0 ppm contoh air diencerkan.

 

I.       Ammonia (NH4+)

Proses kerja:

1.    Masukkan contoh air  ke dalam tabung komparator sampai tanda garis (10 ml).

2.    CNSTambahkan K Na Tartrat 10 % sebanyak 5 tetes dan tambahkan larutan Nessler 0,5 ml. Campur sampai homogen. Tunggu ± 3 menit.

3.    Bandingkan warna yang terjadi dengan standar Amonia (NH4+ ) yang ada pada alat komparator dengan blangko sampel yang tidak ditambah reagen (larutan pereaksi).

4.    Baca hasilnya dalam satuan ppm (Mg/liter).

 

J.    Besi (Fe)

Fe Total

Proses Kerja:

1.    Masukkan contoh air ke dalam tabung komparator sampai tanda garis (10 ml).

2.    Tambahkan H2SO4 4N sebanyak 0,5 ml dan KMNO4  sebanyak 0,1 N sebanyak 1-2 tetes (atau sampai berubah warna rose).

3.    Tunggu ± 1 menit setelah sebelumnya dicampur sampai homogen.

4.    Tambahkan NH4CNS 20 % sebanyak 1 ml dan campur sampai homogen.

5.    Bandingkan warna yang terjadi dengan standar Fe yang ada pada alat komparator dengan blangko sampel yang tidak ditambah reagen.

 

K.  Kekeruhan

1.    Alat yang digunakan yaitu: tabung Nessler 100 ml (2 bh), measuring pipette/pipet ukur 1 ml.

2.    Masukkan contoh air dalam tabung Nessler sampai tanda batas (100 ml).

3.    Buat larutan pembanding pada tabung Nessler yang lain dengan ukuran yang sama. Isi dengan aquades dan larutan standar SiO2 sampai menampakkan kekeruhan yang sama dengan pemeriksaan.

4.    Catat volume larutan standar yang dibutuhkan (ml).

Kekeruhan =

 = ...................Mg/l SiO2

= ...................  unit skala SiO2.

Catatan:

Bila menggunakan tabung Nessler ukuran 50 ml, maka perhitungannya adalah:

Kekeruhan =

                   = ............................. Mg/l SiO2

= ............................. unit skala SiO2.

Setiap mengambil larutan standar dari botol penyimpanan harus dicampur dahulu.

 

L.  Nitrit (NO2)

Proses kerja:

1.    Sediakan alat:

a.       Tabung nessler 100 ml (2 buah).

b.      Pipet ukur 1 ml (1 buah).

c.       Sendok plastik (1 buah).

2.    Masukkan sampel air ke dalam tabung nessler 100 ml sampai tanda batas dan tambahkan reagen nitrit sepucuk sendok (ujung sendok).

3.    Campurkan bolak-balik dan diamkan selama 30 menit.

4.    Jika terjadi perubahan warna merah artinya NO2 positif.

5.    Siapkan pembanding dari 100 ml aquades ditambah reagen nitrit kemudian campurkan bolak-balik.

6.    Titrasi larutan tersebut dengan standar nitrit sampai kedua tabung menjadi sama (warna pembanding sama dengan warna pemeriksaan).

7.    Catat volume larutan standar NO2 yang dibutuhkan.

NO2 =

       =

 

       = ............... Mg/l.

 

 

M.     Clorida (Cl)

 

1.    Alat yang digunakan:

a.    Labu Erlenmeyer 250 ml (1 buah).

b.    Beaker gelas 100 ml (1 buah).

c.    Pipet ukur 1 ml (3 buah).

d.    Sendok plastik/sendok penyu (1 buah).

e.    Kertas lakmus biru.

2.    Bahan:

a.    HNO3 10 %.

b.    K2ClO4 1 %.

c.    AgNO3 0,1N.

d.    MgO bubuk.

3.    Proses kerja:

a.    Masukkan sampel air ke dalam labu sebanyak 100 ml.

b.    Tambahkan HNO3 10 % sampai asam (bila sampelnya sudah asam tidak perlu ditambah HNO3).

c.    Tambahkan bubuk MgO sampai netral/sedikit basa.

d.    Kocok kuat-kuat.

e.    Tambahkan (0,5 ml) K2ClO4 1%.

f.     Masukkan larutan AgNO3 0,1 N  ke dalam buret.

g.      Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

h.    Titrasi dengan AgNO3 0,1 N  sampai terjadi endapan merah bata.

i.      Catat volume larutan AgNO3 0,1 N yang digunakan.

 

Cl= .

 

N.  CO2  Agresif

1.    Alat yang digunakan:

a.    Botol nessler tutup asah 250 ml.

b.    Beaker gelas 50 ml.

2.    Proses kerja:

a.    Masukkan sampel air ke dalam botol nessler tutup asah 250 ml sampai penuh.

b.    Cara memasukkannya melalui dinding botol dan tidak boleh terjadi  gelembung udara (aerasi).

c.    Ambil 50 ml kemudian sisanya ditambah dengan 3 tetes indikator PP.

d.    Masukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam buret.

e.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

f.     Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi warna rose mudah.

g.    Catat volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan.

h.    Tambahkan 2 tetes indikator MO.

i.      Masukkan larutan HCl 0,1 N pada buret yang lain.

j.      Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

k.    Titrasi dengan HCl 0,1 N sampai menjadi orange.

l.      Catat volume larutan HCl 0,1 N yang digunakan.

Kadar CO2 /l.

Kadar HCO3 = [{C x D} – (a x B)]  x 6,1 x HCO3/l.

Catatan:

Titrasi I membutuhkan a ml NaOH 0,1 N Faktor B.

Titrasi II membutuhkan c ml HCl 0,1 Faktor D.

 

 

 

O.  Kesadahan

1.    Kesadahan Total

a.    Masukkan 50 ml air sampel ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml.

b.    Tambahkan 1 ml R // buffer D.

c.    Tambahkan kristal NaCN seujung sendok dan indikator EBT seujung sendok.

d.    Masukkan larutan EDTA 0,01 M ke dalam buret.

e.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

f.     Titrasi dengan EDTA 0,01 M sampai berwarna biru.

g.    Catat volume larutan EDTA 0,01 M yang digunakan.

Kesadahan =

 

2.    Kalsium

a.    Masukkan air sampel 50 ml ke dalam labu Erlenmeyer 150 ml.

b.    Tambahkan NaOH 1 N sebanyak 1 ml.

c.    Tambahkan seujung sendok indikator Murexid.

d.    Masukkan larutan EDTA 0,01 M ke dalam buret.

e.    Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

f.     Titrasi dengan EDTA 0,01 M sampai berwarna violet (ungu).

Ca

 

3.    Magnesium

Mg =

 

 

 

 

P.   Oksigen Terlarut (DO=Dissolved Oxygen) Metode Winkler

1.    Alat yang digunakan:

a.    Botol oxygen (botol winkler).

b.    Pipet ukur 1 ml, 5 ml.

2.    Proses kerja:

a.    Ukur volume botol winkler dan catat hasilnya.

b.    Isi dengan sampel air hingga penuh, kemudian tutup.

c.    Tutup dibuka dan tambahkan 0,7 ml H2SO4  pekat.

d.    Tambahkan 3-4 tetes KMnO4  0,1 N atau sampai berwarna merah mudah (rose).

e.    Tunggu 5 menit sampai warna hilang, kemudian tambah lagi dengan asam oxalat 0,1 N tetes demi tetes sampai warna rose hilang. Tunggu 5 menit dan tambah 2 ml MnSO4 dan 3 ml R // oksigen.

f.     Apabila endapan yang timbul berwarna coklat artinya Oksigen +, sedangkan apabila endapan yang timbul berwarna putih artinya Oksigen –

g.    Kemudian tambah dengan 2 ml H2SO4 pekat campur sampai larut.

h.    Dari larutan tersebut di atas diambil 200 ml dan masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml.

X =

p  = jumlah volume pereaksi yang ditambah selain 2 ml H2SO4 pekat.

v  = volume botol oksigen.

i.        Masukkan larutan Natrium Thioulfat (Na2S2O3) 1/80N ke dalam buret.

j.        Catat skala awal dari larutan dalam buret (sebaiknya dimulai dari skala 0) dan larutan tidak boleh melewati skala di ujung bawah buret atau habis.

k.    Titrasi dengan Natrium Thiosulfat 1/80N sampai terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda.

l.      Tambahkan 1-2 ml indikator amylum 0,2 %.

m.  Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

n.    Catat volume larutan Natrium Thiosulfat 1/80N.

DO =

Q.  Nitrit (NO2)

Metode yang digunakan: Aquaquant kit Merck-14408

Proses kerja:

1.    Masukkan air sampel 20 ml ke dalam tabung aquaquant.

2.    Tambahkan 1 sendok reagent Nitrit (NO2- AN) dan campur.

3.    Tunggu 3 menit.

4.    Baca dalam aquaquant dan bandingkan dengan warna standar dengan cara menggeser-gesernya sampai memperoleh warna yang cocok (dengan blangko larutan sampel).

 

R.  Kesadahan

Proses kerja:

1.    Isi tabung dengan 5 ml sampel air.

2.    Tambahkan 1 indikator tablet campur.

Catatan:

Warna hijau          => 0o D (0o British).

Hijau violet          => 0,05oD (0,063o British).

Violet kehijauan   => 0,1oD (0,125o British).

Violet kemerahan => 0,5oD (0,63o British).

Merah                   => 0,5oD (0,63o British).

3.    Titrasi dengan titrant sampai hijau.

4.    Hitung berapa tetes yang dibutuhkan. (1 tetes = 1,8o Perancis = 1,25o Inggris).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 6

PEMERIKSAAN PRODUK MAKANANDAN MINUMAN

SECARA KIMIA

 

A.  Minuman yang mengandung Alkohol

1.    Kadar Alkohol.

Bukalah tutup botol/kaleng anggur/anggur beras kencur/bier.

Ukurlah sebanyak 100 ml.

a.    Masukkan kedalam labu yang dipakai untuk distilasi, tambahkan 50 ml aquades pada labu Erlenmeyerdan 100 mg CaCO3 (kristal).

Untuk anggur beras kencur tambahkan sedikit malam, gunanya untuk mencegah terjadinya letupan-letupan dari beras.

b.    Pasanglah pendingin, aliran air dipasangkan pada pendingin tersebut, bukalah kran air selama melakukan destilasi. Pemanasan diatur. Hasil destilasi ditampung dalam gelas ukur sebanyak 95 ml dan tambahkan 5 ml aquades.

c.    Ukurlah berat jenis (specific gravity) dengan piknometer/hidrometer pada suhu 25ºC.

d.    Hasil penentuan berat jenis (BD) tersebut dibandingkan/disesuaikan dengan tabel pada Pharmacopea untuk alkohol, hasil tersebut dihitung sebagai kadar alkohol (Etanol=C2H5OH).

2.    Methanol.

Methanol sangat beracun dimana keracunan tersebut dapat menyebabkan kebutaan pada mata. Oleh karena itu untuk pemeriksaan minuman beralkohol pemeriksaan methanol harus dilakukan. Untuk pemeriksaan ini dilakukan secara kwalitatif.

Pereaksi:

     Pereaksi 1:

     Larutan KMnO4

      3 gram KMnO4 dalam aquades yang mengandung 15 ml H3PO4.

Pereaksi 2:

Larutan Asam Oxalat.

5 gram Asam Oxalat dalam aquades 100 ml yang mengandung 50 ml H2SO4pekat (BD = 1,84).

Pereaksi 3:

Larutan Rose Aniline (Basic fuchsine).

100 mg Rose aniline (Basic fuchsine) dalam 60 ml aquadest panas, dinginkan,

tambahkan 1 gram NaHSO3 dalam 10 ml aquadest. Kemudian tambahkan 1 ml HCl pekat dan encerkan sampai 100 ml. Larutan tersebut setelah ditangguhkan harus tak berwarna atau sekurang-kurangnya warnanya hampir hilang, disimpan dalam lemari es dan hindarkan dari sinar  matahari.

Cara Kerja:

a.    Hasil destilasi tersebut diatas yang telah diketahui kadar alkoholnya, diencerkan dengan aquadest sehingga didapatkan alkohol berkadar 5%.

b.    Siapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing diberi kode 1 dan 2.

Kode 1 = untuk bahan

Kode 2 = untuk blanko

Tabung 1: isikan 2 ml hasil distilasi yang telah diencerkan menjadi 5%.

Tabung 2: isikan 2 ml aquadest yang diberi beberapa tetes Methanol.

c.    Tabung 1 dan tabung 2 ditambahkan 0,5-1 ml pereaksi 1, tangguhkan selama 10 menit ....... warna violet.

d.    Warna larutan tersebut dihilangkan dengan menambahkan 1 ml pereaksi 2, kocok, tangguhkan 1 menit sampai warna hilang.

e.    Setelah warna violet hilang tambahkan 2 ml pereaksi 3 dan kocok pelan-pelan tangguhkan paling cepat 20 menit untuk mendapatkan warna sempurna.

Amati kedua tabung tersebut, tabung 1 dan tabung 2 harus berbeda. Bila tabung 2 jelas akan berwarna violet, karena memang mengandung  Methanol, bila tidak maka pereaksi telah rusak, harap dibuat yang baru.

3.    Minyak Fussel (Fussel Oil).

Minyak fussel terdiri dari bahan-bahan penyebab rasa yang berbeda dalam cairan yang baru disuling. Terutama alkohol tingkat tinggi dan ester-esternya. Minyak fussel ini selalu terdapat dalam Whyski.  Makin lama disimpan makin banyak terdapat minyak fussel. Seperti yang telah disebutkan susunan utama dari minyak fussel ialah: amylalkohol, isobutyl alkohol, propyl alkohol dan isopropyl alkohol dalam jumlah yang kecil dan ester-esternya dari alkohol.

Pereaksi:

1.    Pereaksi Salysil aldehida:

1 ml salysil aldehide pekat encerkan dengan ethanol 95% samapai 100 ml.

2.    Standar minyak fussel:

0,25 ml amyl alkohol pekat diencerkan dengan ethanol sampai 100 ml.

3.    H2SO4 pekat

Cara kerja:

1.    Siapkan 2 (dua) tabung reaksi masing-masing diberi kode 1 dan 2.

Kode 1 = untuk bahan

Kode 2 = untuk standar

2.    Pada tabung 1 diisikan hasil destilasi sebanyak 2 ml, pada tabung 2 diisikan 1,5 ml aquadest dan 0,5 ml standar minyak fussel.

3.    Kedua tabung masing-masing tambahkan salysil aldehyde 5 tetes dan dikocok.

4.    Kedua tabung masing-masing tambahkan 5 ml H2SO4 pekat melalui pinggir tabung (hati-hati) supaya terbentuk cincin coklat (kuning) yang baik (jangan sampai terkocok).

5.    Bandingkan antara tabung 1 dan tabung 2, warna yang timbul antara kuning sampai coklat menandakan minyak fussel positif.

Persyaratan kadar alkohol pada minuman, mempunyai persyaratan sendiri-sendiri, bisa dipakai standar pada Departemen Perindustrian.

 

 

 

 

 

 

 

 

B.  Syarat-ayarat Mutu Alkohol (Ethanol)

yang Terkandung Dalam Minuman

 

Macam Minuman

Kadar Alkohol (%)

Anggur

11-18

Anggur Buah

9-18

Anggur Obat

9-18

Bier

3-5

Liquor

minimum 24 *

Whisky

minimum 30

Genever

minimum 30

Brandy

minimum 30

Cognac

minimum 35

Gin

minimum 38

Arak

minimum 38

Rum

minimum 38

Vodka

minimum 40

                                                           

*) Termasuk minuman keras (adalah yang mengandung Ethanol 20-55 %).

    Yang dimaksud dengan minuman yang mengandung Alkohol (Ethanol).

-       Anggur (dari buah anggur).

-       Anggur Obat.

-       Anggur buah-buahan.

-       Bier dan anggur putih (destilasi dari anggur tersebut), dan dari karbohidrat yang telah difermentasikan menjadi Alkohol.

 

C.  Minuman Yang Tidak Mengandung Alkohol

(Minuman Ringan)

Yang termasuk dalam minuman ringan antara lain: Sirup, Limun, Sari buah, Air soda dan lain-lain. Pemeriksaan terutama dilakukan untuk menentukan kadar Gula (Sacharoce).

Syarat-syarat mutu kadar gula (Sacharoce):

1.    Syrup:

Syrup no. 1 ........... minuman 65%.

Syrup no. 2 ........... 60 – 65 %.

Syrup no. 3 ........... 55 – 65 %.

2.    Limun............ minimum 10 %.

Untuk penentuan kadar gula ada beberapa cara:

- Volumetri.

- Gravimetri.

- Polarimetri

Yang dipakai disini adalah cara Volumetri.

Secara kimia gula dibagi dalam 2 (dua) golongan:

1.    Gula Reduksi.

2.    Bukan Gula Reduksi.

Sebagai contoh dari Gula Reduksi ialah:Dextrose, Levulose, Galaktose,    Laktose dan Maltose.Gula bukan Reduksi ialah: Sacharose dan Rafinose.

Sacharose (Sucrose) adalah gula yang berasal dari tumbuh-tumbuhan misal gula

tebu, gula beat, gula maple dan macam-macam tumbuhan lain.

Syrup: dibentuk oleh hydrolisa dari gula tebu mentah dikenal dengan Gula Invert.Laktose adalah gula, berasal dari binatang dan diperoleh dari binatang menyusui, tidak mudah dihidrolisa seperti Sucrose.

Laktose adalah gula yang mereduksi tetapi tidak dapat diragikan oleh ragi roti dan dengan demikian mungkin dipisahkan oleh peragian dari Dextrose dan sama dengan peragian pada gula.

Untuk identifikasi macam-macam gula dapat dilihat pada buku teori Kimia Organik.Cara penetuan kadar gula secara Volumetri dapat dipakai dengan macam-

macam cara antara lain:

-       Lane-Eymon titrasi.

-       Munson dan Walker.

-       Yodine Thio Sulfate.

-       Tauber.

Secara lengkap untuk cara-cara tersebut diatas dapat dilihat pada: Chemical analysis of food and foods products.

Cara Lane Eymon (Cause De Baunan Pereaksi)

Pada cara ini dipakai Pereaksi Cause De Baunan S.

Pereaksi:

Reagen I (satu): C.B.I.

CuSO4. 5H2O             ..................        35 gram.

H2O                                      ..................      250 gram.

H2SO4 pekat                ..................          5 gram.

Larutkan dengan H2O sampai dengan 1000 ml.

Reagen II (dua): C.B.II.

KNa tartart (Garam Siegnete) .................       150 ml.

NaOH                                      .................       90 gram.

Larutkan dengan H2O sampai 1000 ml.

Reagen III (tiga): C.B.III.

K4Fe (CN)6     ................        5 %

Glukose           ................        1 %

(untuk penetuan faktor).

Untuk setiap kali titrasi dibuat campuran ketiga macam C.B. tersebut.

C.B.I.  ..................      10 ml

C.B.II. ..................      10 ml

C.B.III ..................       5 ml

Oleh karena gula reduksi dapat mereduksi larutan Limdi tembaga maka sifat ini dipakai sebagai dasar titrasi untuk menentukan kadar gula reduksi. Karena Suchrose sendiri tidak mempunyai sifat reduksi, maka harus diubah dulu menjadi gula reduksi alah dengan menghidrolisa dengan HCl, maka 95 bagian suchrose menjadi 100 bagian gula invert.

C12H22O11       +          H2O    ............. C6H12O6    +  C6H12O6: 342 /  360 = 0,95

                  342                                    18                         180

              Suchrose                    Dextrose          Levolose

Karena itu untuk merubah gula invert menjadi sucrose hasilnya harus dikalikan dengan 0,95.

Kesimpulan:

% Suchrose = (% gula invert sesudah inversi -  % gula invert sebelum inversi) x 0,95.

Penetuan Faktor:

Larutan Glukose 1 % dimasukkan kedalam Buret Campuran C.B.I., C.B.II dan C.B. III dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dididihkan diatas kompor. Kemudian lakukan titrasi (langsung diatas kompor dan harus selalu mendidih, sambil diamati perubahan warna yang terjadi tetes demi tetes titrasi dilakukan secara teratur).

Perubahan warna yang terjadi:

Biru .......... Jernih ....... sampai mulai timbul warna hitam, titrasi dihentikan.

Volume pada Buret dibaca : misalkan habis 5 ml, maka:

  = 1000     ............... 1000 mg = 1 gram.

Faktor =

Faktor = 10 x 5 = 50

Perhitungan:

Kadar gula reduksi =   x Faktor x Pengenceran = ......... mg %.

                                                = ......... gram %.

Pengenceran: misalkan 10 ml sirup diencerkan menjadi 100 ml, maka pengencerannya adalah 100 : 10 = 10 kali.

Kadar gula invert = kadar gula reduksi, tetapi hasil dari gula yang telah dilakukan inversi dengan HCl.

Cara kerja:  Gula Reduksi

Dipipet 10 ml contoh bahan (bila tidak mengandung protein langsung dikerjakan, bila mengandung protein perlu dihilangkan dulu, lihat pada susu) masukkan dalam labu ukur dan netralkan dengan NaOH dan penunjuk P.P. Encerkan sampai tanda dengan aquadest, masukkan kedalam Buret (bila ada endapan harap disaring lebih dulu). Siapkan larutan C.B.I, C.B.II dan larutan C.B.III, didihkan, titer dan hasilnya dibaca, dihitung seperti perhitungan diatas.

Gula invert:

10 ml contoh (bahan) dimasukkan kedalam labu dan tambahkan 10 ml HCl (untuk inversi), rendam dalam air hangat selama 10 menit (tepat), kemudian segera dinginkan dengan merendam dalam air dingin supaya inversi segera berhenti. Netralkan dengan NaOH 10 % dengan penunjuk P.P.

Encerkan sampai tanda dengan aquadest, masukkan dalam Buret dan titrasi dengan C.B.I, C.B.II, C.B.III (mendidih) hasilnya dibaca dan dihitung.

Gula Sacharose (Sucrose):

( % Gula invert - % Gula Reduksi ) x 0,95

Catatan : Untuk penentuan kadar gula dalam susu supaya proteinnya diendapkan dulu, karena protein dalam susu bersifat mereduksi larutan lindi tembaga, sebab itu harus dihilangkan dulu.

Caranya:

25 ml susu + 40 ml aquadest + 10 ml CuSO4 (69,25 gram/l) + 35 ml NaOH 0,1 N encerkan sampai 500 ml campur dan seterusnya disaring, filtratnya dipakai untuk test dari pada gula.

 

D.  Protein

Distruksi dilakukan untuk menghancurkan bahan-bahan tersebut dan mendapatkan Nitrogen, jadi hasil protein yang terkandung dalam bahan. Nitrogen yang terkandung direaksikan dengan Reagen Nesslers sehingga didapatkan warna endapan kuning sampai coklat. Hasil distruksi dilakukan pembacaan dengan Spectrofotometer.

Reagensia:

CuSO4 . 5 H2O            .........   1 %

  H2SO4                         .........   pakat

  NaOH 10 %                .........   10 gram / 100 ml aquadest.

 

 

 

 

Reagen Nesslers:

R / 5 gram KJ + 5 ml H2Otetesi larutan HgCl2 dalam air (1:20) hingga terbentuk endapan merah yang bila dikocok tidak hilang. Saring filtratnya diencerkan sampai 100 ml dengan KOH 15 %. Tangguhkan 48 jam, cairan jernih yang diatas yang dipakai.

Standar Protein:

R/ Timbang teliti 471 mg (NH4) 2SO4 dilarutkan dalam labu ukur 1000 ml, larutan ini tiap 1 ml setara dengan 0,05 mg Nitrogen (N).

Cara kerja:

1 gram contoh (teliti) dimasukkan kedalam labu Kyedahl. Kemudian ditambahkan 1 ml CuSO4 . 5H2O 1 %, diamkan semalam. Esoknya dipanaskan dalam kamar asam dengan nyala yang kecil dan mulut labu ditutup dengan corong dan kedudukan labu diletakkan agak miring dan dijepit dengan standar. Pemanasan supaya diawasi dan kipas angin harus selalu diatur agar gas SO2 yang terbentuk dapat segera keluar diudara bebas. Pemanasan diteruskan sampai bahan tersebut mencair semua (semula keadaannya seperti arang). Setelah mencair semua dinginkan, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit H2O2 pekat. Waktu penambahan H2O2 harus didinginkan dahulu karena H2O2

mudah terurai karena pemanasan, setelah itu baru dipanaskan lagi pelan pelan sampai kita dapatkan hasil akhir yang jernih, dinginkan.

Netralkan dengan NaOH 10 % dan dipindahkan kedalam labu, encerkan sampai tanda (100 ml). Pada waktu penambahan basa harus diperhatikan, karena penambahan basa yang terlalu berlebihan protein akan mengendap.

Siapkan tiga tabung Nesslers:

  Tabung untuk: bahan-standar-blanko

  Berisi:

  Ekstrak                        1 ml          -              -

  Aquadest                     9 ml      9,8 ml       10 ml

  Larutan standar              -          0,2 ml          -

Nessler R                          2            2               2

  Diamkan 5-10 menit, dibaca pada Spectrofotometer pada gelombang 480.

  Perhitungan:

   x  x  x ml St x setara = mg%.

Hasil tersebut diatas merupakan hasil sebagai Nitrogen, oleh karena itu untuk merubah menjadi protein dikalikan dengan 6,38.

 

E.  Penentuan Kadar Air  (Moisture)

Ada 3 cara untuk penentuan kadar air:

1.    Pengeringan  dengan oven.

2.    Dengan infrared.

3.    Distilasi dengan toluene.

1.    Cara Pengeringan dengan OVEN

Pengeringan dengan Oven dipilih karena cara ini lebih teliti daripada dengan cara lainnya dan merupakan langkah dalam persiapan dari contoh-contoh untuk analisa berikutnya, kecuali jika diperlukan hasil yang cepat dan dibutuhkan ketelitian yang sempurna.

Peralatan:

-       Oven pengering, lebih baik dengan hembusan udara yang berputar.

-       Desikator (untuk mencegah dari kelembaban udara).

-       Tempat contoh (dari Aluminium dengan ukuran yang sesuai).

-       Timbangan listrik / analitik dengan kapasitas 200 gram dan berskala sampai 0,1 gram.

Cara Kerja:

Kerjakan dengan memakai dua contoh.

Timbang sejumlah contoh (5-10 gram) dapat juga lebih kecil dari ukuran tersebut asal teliti cara penimbangannya. Masukkan dalam tempat Aluminium tersebut (yang telah diketahui beratnya) dan masukkan kedalam oven yang dapat diatur suhunya antara 100-105 ºC selama 4 jam, kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai dingin.Setelah dingin ditimbang kembali, kehilangan berat adalah banyaknya kandungan air yang terdapat pada bahan tersebut.

 

 

Perhitungan:

Kadar Air =  = ........... % air.

 

F.   A B U

Kandungan abu dari susu adalah salah satu sifat yang paling mantap (constan). Meskipun pada literatur-literatur tertentu menyatakan bahwa kadar abu dari susu bervariasi dalam jenjang (range) 0,6 – 0,9 %, tetapi jarang kadar abu berada (menurun) dibawah 0,68 % atau miningkat diatas dari 0,74 % nilai rata-rata (umumnya sekitar 0,7 %).

Cara kerja:

Masukkan kedalam cawan porselin yang telah ditimbang dengan menggunakan pipet pengukur berat contoh susu sebanyak 20 gram. Tambahkan 6 ml asam Nitrat (HNO3) dan uapkan sampai kering, bakar pada temperatur dibawah pijar sampai abu bebas dari Carbon. Dinginkan dalam desikator, timbang dan hitung beda berat sebagai berat abu.

 

G.  Bahan-Bahan Pengawet.

Ekstraksi bahan-bahan pengawet dengan Ether-Ethyl.

Cara Braverman:

Cara ini adalah cara yang cepat dan cara kerja yang sederhana untuk penunjukkan dari ekstraksi bahan-bahan pengawet yang larut dalah ether. Menghindarkan pembentukan dari emulsi yang menyusahkan seperti lemak-lemak dan protein- protein dihilangkan dengan mengendapkan dengan CuSO4 larutan dan NaOH larutan. Bahan-bahan pengawet diekstraksi dengan Ethyl-Aether dan kemudian diidentifikasi.

Cara Kerja: 

Timbang 50 gram bahan kedalam Beaker glass, jika dalam bentuk pasta atau padatan tambahkan 50 ml aquadest dan aduk secara merata.

Jika bahan merupakan cairan pakailah 100 ml langsung, tambahkan 5 ml NaOH 10 % dan aduk baik-baik. Tambahkan 10 ml CuSO4  35 % , aduk secara merata. Taruh diatas hot plate (kompor) didihkan, aduk baik-baik, langsung disaring dan langsung masukkan kedalam labu pemisah. Dinginkan dengan air yang mengalir, tambahkan 5 ml asam chlorida (4N) dan campur, tambahkan Ethyl-Aether 75-100 ml dan kocok, biarkan terpisah.

Air yang berada dibawah dipisahkan, cuci larutan aether yang tertinggal tiga kali dengan aquadest sebanyak 5 ml. Pindahkan larutan pencuci sebelum penambahan pencuci berikutnya. Rindahkan larutan Ethyl-aether (ekstak) kedalam cawan penguap dan uapkan aethernya.

Jika tidak ada kristal endapan maka pengawet negatif, jika timbul kristal endapan itu mungkin dari:

Asam Benzoate, Asam Salysilat, Methyl p-hydrohybenzoate dan sejenisnya Furoic acid, Sacharin,  Dulcin dan lain-lain atau beberapa ekstraksi buah-buahan.

Asam Benzoate

Mungkin dibuktikan dengan bau, kristal yang timbul dengan sublimasi dari endapan, dengan pembentukan Ethyl-Benzoate dengan ciri khas bau buah-buahan pada waktu pemanasan, suatu larutan alkohol dari sublimasinya dengan larutan H2SO4 consentrated (pekat), dengan pembentukan warna daging dengan cepat pada penambahan larutan Ferry Chlorida pada suatu larutan sublimat (menyublim) dalam air.

Asam Salysilat

Dapat dibuktikan dengan penunjukkan warna violet dengan larutan FeCl3. Bahan-bahan lain juga memberi warna dengan larutan Ferry Chlorida, tetapi mereka tidak akan timbul dengan penambahan asam Salysilat.

Didalam suatu hal terjadi keraguan, gunakan test Jorissen.

Pada suatu endapan yang dilarutkan dalam air teteskan 4-5 tetes dari larutan KNO2 (Pot, Nitrit) atau NaNO2 (Sod Nitrit) 10 %, 4-5 tetes asam asetat, dan 1 tetes larutan CuSO4 1 %, panaskan jika timbul warna merah maka Asam Salysilat positif. Phenol akan memberi reaksi yang sama.

Saccharin

Dapat dibuktikan dengan merasakan rasa manis dan dengan merubah bentuk menjadi Asam Salysilat, yang mana kemudian dapat ditunjukkan seperti diatas.

Kerjakan seperti berikut:

Pindahkan endapan tersebut dengan ether kedalam cawan dari Nikel dan uapkan ether tersebut. Tambahkan 10 ml NaOH 10 % dan uapkan sampai kering. Panggang selama satu ham atau lebih dan campur dengan hati-hati diatas nyala Bunsen. Campur dengan aquadest dan pindahkan kedalam suatu labu pemisah. Asamkan dengan Chlorida, buatlah ekstraksi dengan Aeteher Ethyl dan cuci seperti petunjuk diatas.

Pindahkan Aether yang tertinggal pada suatu cawan penguap dan aethernya diuapkan. Lakukan test endapan hasil penguapan tersebut terhadap Asam Salysilat. Jika test untuk asam salysilat negatif sebelum dicampur dan positif setelah dicampur, Sacharin telah ada pada contoh asli.

Sublimat (sisa uap): dilarutkan dengan aquadest (panas) dengan lempeng tetes.

Bahan (2–3 tetes) + 1 tetes FeCl3 5% ... Violet ... Asam Salysilat.

Bahan (2–3 tetes) + 1 tetes FeCl3 5% ...Daging (endapan coklat).. Asam Benzoate.

Untuk pekerjaan kwantitatif cara kerjanya sama, hanya pekerjaannya harus lebih teliti dan semuanya terukur. Dan pada sisa penguapan (sublimasi) dilarutkan dengan alkohol netral dan kemudian dititer dengan NaOH (Sodium Hydroxid) 0,1 N dengan penunjuk PP 1 %.

  1 ml NaOh 0,1 N .... setara dengan 13,81 mg Asam Salysilat.

  1 ml NaOH 0,1 N ... setara dengan 12,21 mg Asam Benzoate.

Bahan-bahan organik ada beratus-ratus yang dipakai sebagai bahan pengawet. Secara umum untuk mengetahui bahan-bahan organik dan pemanis dapat dibagi menjadi dua cara:

1.    Yaitu yang mudah menguap (terurai) Volatile, bahan itu dapat disuling dan selanjutnya diidentifikasi.

2.    Bila dapat larut dalam pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air, bahan- bahan tersebut diatas diekstraksi dengan menggunakan pelarut dan kemudian diidentifikasi.

Contoh: Asam Benzoate, Asam Salysilat, Sacchaarin dan lain-lain.

 

 

 

H.  Logam-Logam Dalam Makanan.

1.    Persiapan Pengabuan.

Secara umum ada dua cara untuk menghancurkan dari campuran unsur-unsur organik.

Ke-1: Wet Ash (Abu Basah) atau Acid Digestion.

Ke-2: Pengabuan secara biasa yaitu dengan pemanasan atau dengan bantuan suatu campuran Alkali untuk logam-logam yang mudah menguap, misalnya Arsen atau Raksa.

Acid Digestion: diutamakan untuk: Arsen, Raksa dan Timah.

a.    Wet-Ash (Acid Digestion).

Tergantung pada jenis makanan dan apakah pencemaran menyeluruh pada bahan makan yang mungkin terjadi pada ikan, atau apakah itu banyak terjadi pada bagian luar dari bahan, seperti dalam hal pemberian zat-zat insecticida pada buah- buahan.

    Timbang, umumnya 100 gram-200 gram, kadang bervariasi antara 5 gram-5 lbs, tergantung pada kandungan logam-logam didalamnya, kupaslah jika mungkin letakkan bahan yang telah ditimbang atau yang telah dikuliti pada labu Kyedahl. Tambahkan padanya 50 ml Asam Nitrat pekat dan kemudian dengan hati-hati tambahkan 20 ml Asam Sulphat pekat. Panaskan dengan hati-hati sampai tidak keluar asap. Tambahkan Asam Nitrat sedikit demi sedikit sampai semua bahan organik dihancurkan.

Titik tercapainya penghancuran ini sampai tidak ada warna kegelapan pada larutan tersebut, dan hasilnya tidak berbau SO3, dinginkan tambahkan aquadest 75 ml dan 25 ml larutan Amonium Oxalat jenuh, untuk membantu menghilangkan uap Nitrogen. Uapkan lagi untuk menghilangkan uap SO3. Dinginkan dengan aquadest, pindahkan pada labu ukur 500 ml dan encerkan sampai tanda. Pakailah larutan tersebut untuk analisa logam-logam.

b.    Pengabuan Dengan Pemanasan (Pembakaran).

Timbang bahan yang akan dianalisa dan masukkan dalam cawan porselin. Penimbangan antara 5-200 gram tergantung pada jumlah logam yang terkandung pada bahan makanan tersebut.

Tambahkan larutan Al (NO3)3 + Ca (NO3)2 sebanyak 2-5 ml.

R/ 40 gram Al (NO3)3 .9H2O.

20 gram Ca (NO3)2 .4H2O.

Tambahkan Aquadest sampai 100 ml.

Keringkan pada oven dengan mengatur suhu pada 100ºC.

Abukan pada Muffle semalam, bila mungkin, dan tidak lebih 45 ºC.

Bila tidak mendapatkan abu bersih, dinginkan dan tambahkan lagi pada abu tersebut larutan Al (NO3)3 + Ca (NO3)2 atau Asam Nitrat 2-3 ml, jika diperbolehkan keringkan dan abukan lagi.

Jangan menambahkan Asam Nitrat jika kita memerlukan abu yang alkali, misalnya, jika diperkirakan mengandung Arsen. Larutkan jika diperkirakan pekerjaan tersebut telah selesai, dan lakukan pekerjaan analisa dengan cara berikutnya.

2.    Logam-Logam Berat.

Pada umumnya cara analisa kwalitatif untuk menunjukkan adanya logam-logam berat didalam bahan makanan dapat dipakai cara menurut golongan Sulfida.

Cara Kerja:

Pindahkan Wet-ash kedalam beaker glass, endapkan dan netralkan. Tambahkan 1 ml HCl (Asam Chlorida) 1 : 3 pada tiap-tiap 10 ml larutan Wet ash (abu) dan hangatkan pada suhu 50 ºC.

Jika tidak timbul warna atau sedikit endapan yang dihasilkan pada reaksi tersebut berarti logam-logam berikut tidak ada: Perak, Arsen, Antimon, Timah, Kuffer Raksa, Bismuth, Thalium, dan Cadmium.

Timbal (Plumbum) bersisa sebagai PbSO4, pada cara abu basah (Wet-ash), pada reaksi ini, jika beberapa endapan tersisa untuk Plumbum harus dilakukan analisa tersendiri, dengan larutan Ammonium-Acetat.

Jika campuran larutan contoh (bahan) dan Hydrogen-Sulfida kemudian disaring dan dibuat alkali dengan Ammonium-Hydroxida, timbul endapan yang mana salah satunya dalam bentuk berikut: Aluminium, Zink, Choromium, Mangaan Besi, Cobalt, dan Nikel.

Sebagian dari percobaan ini tidak ada nilainya karena beberapa makanan mengadung besi, dimana akan memberikan hasil positif pada percobaan ini.

Reinsch-Test (Arsen, Antimon, Bismuthdan Raksa.

Cara ini sangat sederhana dan juga tidak begitu sensitif. Cara ini didasarkan pada pembentukan dari pada Arsen dari suatu larutan seperti Kuffer-Arsenide. Cara ini sering digunakan secara langsung tanpa mengadakan penghancuran dari pada bahan organik.

Cara kerja:

Tempatkan 200 ml makanan cair atau minuman, atau campuran makanan padat dalam air, dalam air, dalam suatu cawan atau tempat yang semacam, dan asami dengan 1 ml Asam Chlorida dan sepotong logam Kuffer.

Jaga, dan cairan didihkan perlahan-lahan selama 1 jam dan tambahkan aquadest untuk mengganti air yang menguap. Jika pada akhir pekerjaan warna Kuffer (tembaga) tetap bersinar maka logam-logam tersebut negatif. Jika timbul kilapan seperti perak (mengkilap) maka: Raksa positif, jika timbul warna hitam atau coklat (kelabu), maka kemungkinan logam-logam diatas selain Raksa adalah positif.

Ambil logam tembaga tersebut dan cucilah dengan alkohol, ether dan keringkan. Masukkan dalam suatu tabung reaksi kecil yang pada mulutnya dikecilnya beri objek glass, panasi pelan-pelan dengan api kecil.

Jika timbul sublimate dan bila diamati dengan mikroscope maka Arsen akan membentuk pada objek glass tersebut sublimat berbentuk As2O3 hablur octa hedral. Untuk Antiomon (Sb2O3) berbentuk  amoorph.

Untuk Raksa pada tabung yang telah disempitkan diatas dengan adanya sublimasi dimasukkan sedikit hablur Jodium, panasi pelan-pelan dan hati-hati sekali, maka karena uap Jodium yang terjadi terbentuklah HgJ2 yang berwarna merah. Bismuth tidak menyublim.

3.    Gutzeit Untuk Arsen.

Dalam suatu tabung reaksi atau botol kecil (Guitzeit-Generator) masukkan bahan yang akan diperiksa, kemudian tambahkan Asam 6N, sedikit logam Zinkum (bila dipakai basa KOH maka logam yang dipakai adalah Aluminium). Tutuplah dengan kapas atau glass wool yang dibasahi dengan larutan Plumbum Asetat 10 %.

Plumbum Asetat dipakai untuk menghilangkan Sulfida yang mungkin terkandung pada bahan-bahan tersebut (terbentuknya Plumbum Sulfida), kemudian diatasnya diberi tutup karet yang berlobang dan dipasangkan tabung yang sempit dan panjangnya lebih kurang 2,6 mm-2,7 mm. Pada ujung tabung dipasangkan kertas yang mengandung HgCl2 atau HgBr2. Dengan adanya Arsen maka akan timbul warna kuning sampai coklat pada kertas saring tersebut.

Reaksi 1:

              3 KOH + Al.........       K3Al103 + 3 Hn

              Atau:

              Zn + 2 HCl         ..........           ZnCl2 + 2 Hn

 

              AsO43- + SO32-   ..........           AsO3- + SO42-

 

              AsO33- + 6 Hn    ..........           AsH3 + 3 OH 1-

Kalau zat mengandung Sulfida (As2S3) maka As2S3 ini dengan KOH membentuk reaksi sebagai berikut:

As2S3  + 6OH1-           ........    AsO33- + AsH3- + 3 H2O ion Sulfoarsenit

AsS33- + 6 Hn              ........    AsH3 + 3 HS1- garam Arsen

HS1- + H2O                 ........    H2S + OH1-

H2S + Pb Asetat          .......     PbS + 2 CH3COOH

AsH3 + 3 HgCl2          .......     As (HgCl)3 + 3 HCl (kuning)

AsH3 + As(HgCl)3      .......     As2Hg3 + 3 HCl (coklat)

4.    Cyanide (Griqnard Reaksi).

Dengan memakai kertas Aman pikrat-Na2CO3.Sepotong kertas yang telah dibasahi dengan Asam Pikrat dan dikeringkan dan tetesi dengan larutan Na2CO3.

Bahan yang diperiksa dimasukkan kedalam botol kecil atau Erlenmeyer dalam jumlah bahan yang agak banyak 50 gram dan tambahkan 50 ml aquadest. Gantungkan kertas pikrat tersebut pada botol tersebut dan tutup, hangatkan campuran tersebut selama 15 menit pada 50ºC pada water bath. Terdapatnya Asam Cyanida memberi warna merah-rose pada kertas pikrat.

5.    ABU.

50 gram contoh bahan dimasukkan kedalam porselin-crucible, basahi dengan 1 ml larutan Na2CO3, keringkan didalam oven, kemudian dengan hati-hati masukkan kedalam muffle-furnance dengan suhu 50ºC sampai menjadi abu berwarna abu-abu atau putih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 7

PETUNJUK TEKNISPENGUKURAN KUALITAS

PARAMETER KIMIA UDARA

 

A.  Rencana Pengambilan Sampel

Tahap pertama rencana program pengambilan sampel udara adalah:

1.    Pemilihan lokasi yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan data yang diperlukan.

2.    Prosedur pengambilan sampel untuk setiap tempat yang akan diambil.

Pengambilan sampel adalah suatu rangkaian dalam rantai kegiatan pengawasan kualitas udara. Sampel udara yang akan diambil untuk parameter yang dianalisa  harus representatif atau dapat mewakili kondisi udara asalnya, jika tidak maka dapat menyebabkan kekeliruan/salah dalam pengambilan keputusan.

 

B.  Parameter Kimia Udara.

Parameter yang diukur di dalam kegiatan pengawasan kualitas untuk parameter kimia, meliputi:

1.    Parameter debu melayang (suspended particulate matter).

2.    Sulfur dioksida.

3.    Karbon monoksida.

4.    Nitrogen oksida.

5.    Kadar oksidan (ozon).

6.    Hydro karbon.

7.    Hydrogen Sulfida.

 

C.  Lokasi Pengambilan Sampel.

Tahap awal untuk mengumpulkan data tentang parameter pencemaran udara yang akan diukur, maka perlu ditentukan lokasi pengambilan sampel yang dapat mewakili suatu lokasi pengambilan sampel yang dapat mewakili uatu kondisi lingkungan yang akan diukur. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan daerah, dan hail pemetaan ini merupakan masukan untuk menentukan titik lokasi pengambilan sampel udara.

Pada umumnya, lokasi pengambilan sampel dalam pengukuran udara paralel dengan bentuk sumber pencemaran. Misalnya, bila sumber  pencemar berbentuk lingkaran, maka titik pengambilan sampel juga berbentuk lingkaran dengan jarak tertentu dari sumber tadi. Bila sumber pencemar berbentuk garis, maka lokasi pengambilan sampel juga berbentuk garis paralel dengan sumber.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah arah angin. Lokasi untuk pengambilan hendaknya terletak di daerah yang searah dengan angin bertiup.

 

D.    Pengukuran Parameter Kimia Udara

1.    Partikel Debu.

    Partikel debu melayang (Suspended Particulate Metter) adalah suatu kumpulan senyawa dalam bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron.

Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang, dan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga mengganggu daya tembus pandang mata dan juga dapat mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.

a.    Prinsip kerja metode Gravimetri.

Metode ini merupakan metode yang telah dianjurkan dalam rancangan Baku Mutu Lingkungan di Indonesia. Di samping itu, WHO juga telah menganjurkan pemakaian metode ini untuk pengukuran partikel debu. Dalam penulisan berikut ini akan diuraikan Gravimetric High Volume Methode sebagai metode pembanding. Prinsip kerja metode ini ialah dengan cara melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas (glass fiber filter). Baik sebelum maupun sesudah pengambilan contoh, saringan serat gelas tersebut ditimbang untuk menentukan jumlah partikel debu di udara. Selama pengambilan contoh udara, kecepatan aliran udara yang dilewatkan melalui filter dijaga agar tetap konstan yaitu dengan menggunakan suatu alat yang disebut flow controller. Demikian juga perlu digunakan lapse time meter yang dapat mencatat kurun waktu pengambilan contoh Total volume contoh udara dihitung dengan memperhatikan kecepatan aliran dan waktu sampling tersebut di atas.

Metode ini dapat digunakan untuk mengumpulkan contoh partikel debu melayang dalam jumlah yang banyak, sehingga akan dapat dilakukan analisa lanjutan bilamana diperlukan.

b.    Prosedur kerja

Udara ambien dihisap dengan pompa hisap berkecepatan 1,1 sampai dengan 1,7 m3/menit dari bawah atap rumah sampler dengan melewati suatu saringan. Partikel debu dengan diameter 0,1 sampai 100 mikron akan masuk bersama aliran udara dan terkumpul pada permukaan saringan serat gelas. Metode ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam. Apabila kandungan partikel debu sangat tinggi, maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 sampai 8 jam.

c.    Peralatan

1)   Sampler yang terdiri dari face plate, gasket, tempat saringan, pengontrol aliran udara, pengatur waktu dan motor. Sampler ini harus mampu menghisap udara dengan kecepatan antara 1,1 sampai 1,7 m3/menit dan udara dilewatkan melalui saringan berukuran 20 x 25 cm.

2)   Pelindung sampler (sampler shelter)

Alat sangat penting untuk melindungi seluruh komponen alat dari segala gangguan yang tidak diinginkan.

3)   Alat pencatat aliran udara. Alat ini berguna untuk mencatat kecepatan aliran udara, untuk periode waktu selama 24 jam.

4)   Pengatur aliran udara.

Alat ini berguna untuk mengatur aliran udara contoh dengan daya sekitar 0,008 m3/menit.

5)   Meteran waktu. Harus mampu menunjukkan sampai minimal 1440 menit (24 jam) dengan ketelitian 1 menit.

6)   Timbangan analitis. Dapat menimbang filter berukuran 20 x 25 cm, dengan kepekaan 0,1 mg.

7)   Saringan serat gelas ukuran luas 400 cm2.

d.    Cara Pengambilan Contoh

1)   Persiapan filter. Filter yang akan dipakai diperiksa dahulu dari kemungkinan lobang/kerusakan dan perlu diberi nomor. Sebelum digunakan filter disetimbangkan dengan memasukkan kedalam desikator selama 24 jam. Filter ditimbang ampai ukuran miligram, dan jangan dilipat sebelum digunakan dalam pengambilan contoh udara.

2)   Pengambilan contoh. Filter serat gelas dipasang pada tempat yang telah ditentukan, dengan bagian yang kasar menghadap ke atas. Setelah pengambilan sampel (24 jam) catat jumlah waktu yang diperlukan, nomor filter, nomor seri alat HV, lokasi serta keterangan lain pada amplop manila yang telah disiapkan. Filter yang telah dipakai diambil, dilipat pada bagian panjang filter, hingga permukaan yang mengandung partikel debu sampel yang saling bersentuhan. 

e.    Cara Analisa

Untuk analisa gravimetri, filter yang telah  dipakai  sebelumnya disimpan dalam desikator selama 24 jam kemudian ditimbang. Bila diperlukan, filter yang sudah ditimbang dapat disimpan untuk analisa selanjutnya. Berat SPM dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

6

SPM= berat partikel debu, µg/m3

Wf   = berat akhir filter, gram

Wi   = berat awal, gram

Vt    = volume udara contoh, m3.

106  = faktor konversi dari gram ke µg.

Catatan: Untuk pengukuran kadar kimia debu, tergantung dari jenis industri dan jenis pencemar udara.

 

 

2.    Sulfur Dioksida.

   Salah satu bahan polutan yang dapat mencemari udara ialah gas sulfur dioksida. Gas SO2 ini ditimbulkan sebagai akibat proses pembakaran bahan fosil untuk energi. Disamping itu gas SO2 timbul dari hasil kegiatan industri peleburan (smelting), industri asam sulfat dan pengilangan minyak.

   Gas SO2 merupakan  gas yang tidak dapat terbakar, tidak berwarna dan dapat berada di udara baik dalam bentuk gas maupun yang terlarut dalam butiran-butiran air.

a.       Prinsip kerja metode Pararosaniline

Metode Pararosaniline berdasarkanberdasarkan pada prinsip kerja penyebaran gas SO2 di udara dalam larutan potassium tetrachloromercurate dan akan terbentuk dichlorosulfitomercurate kompleks yang tahan terhadap oksidasi oleh zat asam dari udara.

Dari metode ini akan terbentuk suatu warna yang intensitasnya dapat diukur sebagai gambaran kadar SO2 di udara.

Intensitas warna dapat diukur dengan Colorimeter atau spectrophotometer. Metode ini dianjurkan karena peralatan yang digunakan relatif cukup sederhana. Untuk pengukuran SO2 pada konsentrasi antara 25 sampai 1000 µg/m3, dapat diukur dengan menggunakan prescribe sample conditions. Sedangkan untuk kadar di bawah 25 µg/m3 dapat diukur dengan cara memperbesar contoh udara yang dihisap. Salah satu aset metode ini ialah didapatnya suatu keadaan sampel yang relatif  stabil sesudah pengambilan contoh. Apabila sampel disimpan dalam suhu 3oC selama 30 hari, maka tidak dijumpai adanya ga SO2 yang hilang.

b.      Proses kerja

   Metode ini didasarkan pada reaksi Schiff. Pada awalnya reaksi ini digunakan untuk menguji formaldehyde dan kemudian dimodifikasi untuk mengetes SO2  oleh Steigmann dan Kozlyaeva. Metode ini digunakan oleh EPA di USA. Dalam pengukuran SO2ada kemungkinan gangguan-gangguan dari beberapa bahan oksidan, seperti NOx, Ozone, Besi, Mn dan Cr. Namun demikian gangguan tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan dengan penambahan larutan sulfamic acid, asam phosphat atau dapat juga dengan penundaan waktu analisa.

c.       Peralatan

1)      Absorber

Ada dua type yang dianjurkan, masing-masing untuk pengambilan sampel dalam waktu 30-60 menit, dan 24 jam.

Spesifikasi absorber ialah:

a)      Tube penghisap: pipa polypropylene 162 dengan gari tengah 32 mmm, dilengkapi dengan penutup yang terdiri dari 2 bagian, terbuat dari polypropylene. Hendaknya tidak memakai tutup karet.

b)      Disperser: dari pipa gelas dengan diameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm, panjang 152 mm diameter luar akhir 0,3-0,8 mm, dengan posisi 6 mm dari dasar pipa absorbsi.

2)      Pompa hisap udara.

3)      Flow control devise.

4)      Filter dengan poroity 0,8-2,0 mikron atau saringan erat gelas. Alat ini berguna untuk menangkap partikel debu dalam aliran udara yang masuk untuk melindungi flow control device.

5)      Spectrophotometer. Alat ini mampu untuk mengukur aborben dengan gelombang 548 nm.

6)      Termometer, untuk mengukur suhu dengan accuracy 1 derajat Celcius.

7)      Hygrometer, wind meter.

d.      Reagensia

1)      Air destilasi. Air yang digunakan harus bebas dari bahan-bahan oksidasi.

2)      Reagen absorbsi. Bahan ini sangat beracun, sehingga bila mengenai kulit harus segera dicuci dengan air. Larutan penyerap ini ialah Potasium tetrachloromercurate (TCM).

3)      Sulfamic acid 0,6 persen, dalam keadaan baru.

4)      Formaldehyde 0,2 persen, dalam keadaan baru.

5)      Larutan iodine 0,1 N dan 0,01 N.

6)      Larutan indikator.

7)      Larutan Sodium thiosulfat 0,1 N dan 0,01 N.

8)      Larutan sulfat standar.

9)      Reagen Pararosaline.

e.       Cara pengambilan contoh.

Metode ini pada umumnya digunakan untuk waktu pengambilan 30 menit, 1 jam, ataupun 24 jam. Apabila sampel terpaksa harus disimpan lebih dari satu hari sebelum dianalisa, maka sampel harus disimpan dibawah uhu 5 oC dalam refrigerator (kulkas).

Untuk sampling time selama 30 menit dan 1 jam:

Masukkan 10 ml TCM (larutan absorbsi) ke dalam impinger seperti yang telah diatur dalam sampling sistim. Atur kecepatan aliran udara 0,5 sampai 1 liter/menit. Selama dan sesudah sampling, lindungi larutan penyerap dari cahaya matahari secara langsung. Penentuan volume udara sampel dihitung dengan pengalian antara kecepatan aliran dengan waktu dalam menit. Haru dicatat pula kondisi meteorologi setempat, seperti: suhu, kelembaban, arah angin dan kecepatan angin.

Untuk sampling time selama 24 jam:

Masukkan 50 ml larutan TCM dalam absorber yang lebih besar dan atur kecepatan aliran udara 0,1 liter/menit, dengan rangkaian sampling. Hal-hal lain seperti pada kegiatan sampling 30 menit.

f.        Cara analisa

Analisa dengan menggunakan spectrophotometer, pada panjang gelombang 548 nm.

3.    Karbon Monoksida.

   Karbonmonoksida merupakan salah satu bahan polutan yang umum terjadi di udara. Gas ini terutama terjadi karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar kendaraan bermotor, bahan bakar pemanasan dan juga sebagai akibat proses industri. Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, stabil dan lebih ringan dari udara. Pada konsentrasi yang tinggi, gas ini dapat menyebabkan perubahan physiologi sampai berakibat kematian. Pemaparan pada konsentrasi yang rendah selama beberapa jam dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

a.       Metode Non Disperi Infra Red (NDIR)

Pengukuran kadar CO di udara ambien disarankan menggunakan metode NDIR ini karena beberapa keuntungan antara lain: otomatis dapat dipakai untuk mengukur secara kontinyu tidak terlalu peka pada perubahan kecepatan aliran udara tidak membutuhkan bahan kimia basah dan responnya cepat.

Cara kerja metode NDIR didasarkan pada aborbsi dari radiasi infra merah oleh CO. Energi dari suatu sumber cahaya yang memancarkan radiasi diteruskan langsung melalui sel acuan dan sel sampel. Sinar tersebut kemudian dilewatkan ke dalam sel-sel yang berlawanan yang masing-masing mengandung suatu detektor yang selektif dari CO. Gas CO dalam sel akan menyerap radiasi infrared hanya pada frekwensi tertentu, demikian juga detektornya. Setiap CO yang masuk dalam sel sampel akan menyerap radiasi yang menurunkan temperatur dan tekanan dalam sel detektor yang kemudian menggeser diafragma. Pergeseran ini dideteksi secara elektronik dan dibesarkan untuk dapat dibaca pada suatu signal.

b.      Peralatan

1)      CO analyzer, lengkap dengan:

a)      Hot filament, untuk sumber radiasi infrared.

b)      Sektor rotasi

c)      Sel sampel

d)      Sel acuan

e)      Detektor

f)       Pompa

g)      Komprehensif operation

h)      Prosedur kalibrasi

i)       Prosedur perawatan.

2)   Kantong plastik fleksibel dengan kapasitas 5 liter.

3)      Pompa kecil, dengan kecepatan 500 cm3/menit untuk mengisi kantong plastik dengan contoh udara.

c.       Reagensia

1)      Tabung udara yang mengandung CO kurang dari 0,1 mg CO per m3  sebagai titik nol.

2)      Gas CO untuk kalibrasi

a)    Tabung gas CO yang mempunyai sertifikat kualitas laboratorium, berisi gas CO 46 mg CO/m3 atau 40 ppm.

b)   Tabung gas CO dengan konsentrasi yang lebih rendah untuk membuat kurve tes linier.

d.      Cara Pengukuran

Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat CO analyzer dikalibrasi, sesuai, sesuai dengan petunjuk yang ada.

1)      Pengukuran CO di udara secara kontinyu, dilakukan dengan menjalankan CO analyzer di tempat yang ingin diketahui kadar CO. Pengoperasian harus sesuai dengan petunjuk alat yang dipakai. Jika dijumpai penyimpangan pada saat kalibrasi maka hasilnya harus disesuaikan dengan cara mensubstitusikan ke dalam kurve kalibrasi yang tersedia.

2)      Pengukuran CO secara integrated dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan contoh-contoh udara dengan bantuan pompa kecil kapasitas 500 cm3/menit dalam kantong plastik.  Contoh udara yang terkumpul dianalisa dengan cara memasukkan ke dalam CO analyzer melalui lubang masukan. 

e.       Cara Penghitungan

Untuk menghitung kadar CO tergantung dari CO analyzer yang dipergunakan. Jika CO analyzer menyatakan konsentrasi maka kadar CO dapat langsung dibaca. Tetapi bila skala pada alat menunjukkan angka, maka kadar CO dihitung dengan cara membandingkannya dengan kurve yang telah disediakan.

 

4.    Nitrogen Oksida.

Nitrogen monoksida dan Nitrogen dioksida merupakan polutan oksida nitrogen utama yang paling umum terjadi. Polutan ini disebabkan oleh adanya proses pembakaran pada suhu tinggi. Gas NO akan dioksidasi menjadi NO2 di atmosfer. NO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sedikit larut dalam air. Sedangkan NO2, merupakan gas yang berwarna coklat kemerahan dengan bau yang tajan khas, bersifat korosif dan mudah teroksidasi. NO dan NO2 dapat diukur secara terpisah maupun bersama-sama sebagai Oksida Nitrogen (NOx).

a.       Prinsip kerja metode Saltzman

Metode ini merupakan metode manual yang telah dipergunakan di Amerika dan Eropa. Metode Saltzman didasarkan pada reaksi specifik dari ion nitrit dengan reagen pembentuk warna. Warna azo atau jelas yang terjadi dapat diukur secara kolorimetrik. NO2 di udara diubah menjadi ion nitrit melalui kontak dengan larutan penyerap yang mengandung reagen pembentuk warna. Metode ini cukup peka untuk mendeteksi kadar NO2 yang rendah sampai beberapa µg/m3 untuk periode sampling 10 menit dengan laju alir 0,4  l/menit.

b.      Peralatan

1)      Alat penyerap (absorber). Alat ini seluruhnya terbuat dari gelas dengan diameter pori maksimum 60 µg sesuai.

2)      Alat pengukur aliran udara. Alat ini dapat mengukur aliran secara tepat antara 0,3 dan 0,6 l/menit.

3)      Pompa udara. Pompa hisap yang memenuhi syarat dipakai untuk mengambil sampel dengan aliran yang ditentukan dengan interval 2 jam.

4)      Pipet 1 ml, berskala dengan pembagian 9,1 ml, dan pipet volumetric 10 ml.

5)      Gelas ukur berskala 50 ml dengan pembagian

c.       Reagensia

1)      Larutan  induk, adalah 0,1 % (1 Naftil). Etilen diamin dihidrokhlorid 0,1 gram dilarutkan dalam 100 ml air.

2)   Reagen penyerap.

5 gr asam sulfanilat dilarutkan dalam 800 ml air suling (aquadest).

Campuran ini harus diaduk secara mekanik. Tambahkan 140 ml asam acetat glacial dan 20 ml larutan 0,1 N ke dalam campuran yang sudah dingin  (larutan 1) dan diencerkan sampai menjadi 1 liter. Reagen ini disimpan dalam lemari pendingin (dalam botol coklat) dapat tahan selama 2 bulan. 

3)   Larutan standar Natrium Nitrit (larutan induk) 2,03 gr/l.

Larutan standar dibuat dengan cara menimbang Natrium Nitrit 2,03 gr yang berbentuk butiran padat dan dilarutkan dengan aquades sampai 1 liter dalam labu ukur. Larutan ini tahan sampai 3 bulan.

4)   Larutan Natrium Nitrit 0,0203 gr/l.

Larutan selalu dibuat baru dengan cara menggunakan pipet 10 ml larutan induk kemudian diencerkan dalam 1 liter. 

d.      Prosedur

Dua buah absorber yang berlubang-lubang halu, tabung pengaman, flow meter dan pompa dipasang menurut urutannya. Bagian atas dari aborber dihubungkan dengan bahan dari gelas. Diantara gelas-gelas yang dihubungkan perlu dibubuhi peluma tygon atau perekat tabung dari karet murni. Mengingat alat pengukur aliran udara bekerja untuk vacum yang cukup besar, maka perlu dilakukan suatu operai percobaan. Jika diinginkan flow meter (alat pengukur aliran udara) untuk sampling diletakkan sebelum bubler  dan perlu dicek untuk meyakinkan bahwa tidak ada NO2yang hilang. Dalam area yang mengandung kadar debu tinggi, disarankan untuk menggunakan filter supaya flow meter terbebas dari debu.

Masukkan reagen absorbing ke dalam masing-masing absorber dengan jumlah yang sama, sehingga menutupi bagian berlobang paling sedikit 4 cm. Absorber yang besarnya  sekitar 125 ml, dapat digunakan untuk sampel perjam dan volume 40-50 ml biasanya sudah cukup. Untuk waktu sampling yang singkat, 10 menit atau lebih menggunakan absorber dengan reagen sebanyak 10 ml. Sampel udara dialirkan melalui bubler sehingga diperoleh warna yang cukup.

e.       Analisa

Setelah sampel dikumpulkan dan diabsorbsi timbul warna merah ungu. Pembentukan warna akan sempurna dalam waktu 15 menit. Warna dapat tahan lama jika tutup betul-betul rapat. Jika volume menyusut pada saat pengambilan contoh, volume dibuat seperti volume asal dengan menambahkan aquades. Dengan menggunakan sampel cell yang mempunyai lebar tabung 1 cm, absorben dari sampel masing-masing bubler dan absorben yang tidak terpapar diukur dengan kolorimeter atau spectrophotometer dengan panjang gelombang 550 nm.

Konsentrasi NO2 dalam sampel µdihitung berdasarkan:

NO2 (ug/m3)=

Dimana:

A          =jumlah absorben dari sepasang bubler

Y          =volume reagen absorben yang ada  dalam bubler (ml)

S           =Kemiringan dari kurva kalibrasi absorben (µg/ml)

V          =Volume tandar contoh udara (m3)

46,0      =Berat molekul NO2

69,0      =Berat molekul N2NO2

0,74      =Faktor empiris

 

5.    Ozon dan Oksidan.

Istilah oksidan merupakan zat di dalam udara selain oksigen yang memiliki ifat dapat mengoksidasi. Ozon (O3), Nitrogen dioksida dan peroksiasetil nitrat (PAN) merupakan oksidan yang umum terdapat di udara perkotaan. Oksidan dapat terjadi di udara dengan adanya sinar matahari yang kuat.

Untuk keperluan pengukuran, biasanya okidan dibagi menjadi dua, ialah O3 dan total oksidan.

 

a.       Prinsip metode Kemiluminisen.

Metode ini merupakan suatu metode yang otomatis berdasarkan pada reaksi fase gas dari etilen dan Ozon. Ozon ini dapat bereaksi dengan etilen berlebihan dan menghasilkan ozonida yang membebaskan cahaya pada penguraiannya. Intensitas cahaya ini diukur secara fotometris dan berbanding langsung dengan kadar O3 di udara.

Alat analisa yang didaarkan pada prinsip ini umumnya dapat dipercaya, mudah dioperasikan, spesifikasi tinggi dan sangat peka.Metode ini dipergunakan untuk mengukur O3 pada kisaran dari 10-2000 µg/m3 (0,005-lebih 1 ppm). Untuk pengukuran normal dianjurkan memakai skala 0-500 µg/m3 (0-0,25 ppm) dan dari 0-1000 µg/m3.

b.      Peralatan

Sebagian besar analizer yang diperdagangkan terdiri dari saringan debu, tabung gelas reaksi, tabung fotomultiplaiser dan pompa vakum. Beberapa analizer dilengkapi dengan sumber O3 untuk uji alat secara cepat. Pabrik harus memberikan cara mengoperasikan secara manual dan intruksi yang berisi uraian lengkap untuk penggunaan lapangan.

c.       Reagensia

Reagen yang dipakai ialah etilen dengan tingkat 99,8 %.

d.      Kalibrasi

Ozon dihasilkan dengan kadar yang tetap dan aliran udara bersih secara kontinyu  dalam tabung kuarsa yang disinari ultra ungu. Kadar O3 ditentukan dengan menggelembungkan aliran udara melalui larutan BKIN (buffer kalium iodida netral) dan penentuan kadar iodin dalam larutan dengan menggunakan alat spectrophotometer.

Alat kalibrasi yang dipergunakan ialah:

1)      Sumber ozon dan sistem pengenceran.

2)      Penyerap.

Disarankan menggunakan impinger yang dapat diperoleh pada penjual alat laboratorium.

3)      Pompa udara dan pengatur aliran.

Alat pengatur aliran dapat mengatur kecepatan 0,2-1,0 liter per menit melalui impinger.

4)      Termometer, dengan ketelitian 1,0   derajat Celsius.

5)      Barometer.

6)      Meter aliran, untuk mengukur aliran udara yang melewati lampu dengan kecepatan 2 – 15 liter per menit.

Cara kalibrasi dan bahan reagen yang dipakai harus memperhatikan manual instruksi dari pabrik pembuatnya.

 

6.    Hidrogen Sulfida.

a.       Metode

Untuk pengukuran H2S dipakai metode Methylen blue.

b.      Cara Kerja

Sampel udara yang diduga mengandung  H2S diserap ke dalam 50 larutan Cadmium sulfat dengan bantuan pompa hisap udara dengan kecepatan 1 cm3 selama 30 menit.

c.       Analisa

1)      Contoh udara sebanyak 50 ml ditambah dengan 0,6 cc pereaksi amine sulfuric acid dan ferri chlorida.

2)      Contoh diukur dengan spectrophotometer pada panjang  gelombang 670 nm.

3)      Larutan blanko dipakai sebagai titik nol.

4)      Sebagai larutan pembanding dipakai larutan standar sulfida yang equivalen dengan 0-5 µg H2S/ml.

d.      Perhitungan

Untuk perhitungan kadar  H2S dipakai rumus:

H2S (ppm) =

 

 

 

7.    Hidrokarbon

a.       Metode ini mencakup suatu pengumpulan komponen yang direncanakan untuk pengukuran hidrokarbon total secara semi kontinyu dalam udara ambien. Prinsip kerja metode ini adalah dengan memasukkan sampel udara ke dalam detektor ionisasi nyala untuk pengukuran hidrokarbon.

Pengukuran hidrokarbon total mencakup senyawa-senyawa lain yang terionisasi dalam nyala hidrokarbon dan memberikan respon pada detektor. Gangguan yang disebabkan oleh udara dalam sampel dapat dihilangkan dengan menggunakan udara sebagai carier gas yang hidrokarbonnya telah direduksi sampai kurang dari 0,1 ppm, dengan cara melewatkannya melalui alat oksidasi katalitik.

b.      Peralatan

1)      Analisator Hidrokarbon

Penggunaan alat ini biasanya telah telah ada petunjuknya sesuai dengan manual dari pabrik pembuatnya. 

2)      Diagram analisator yang komponen utamanya adalah:

a)      Khromatograph gas dengan detektor ionisasi nyala hidrogen dan alat yang sesuai.

b)      Particulate filter untuk melindungi valve.

c)      Pompa sampling.

d)      Pengoksidasi hidrokarbon untuk mengoksidasi kontaminan yang biasanya selalu ada di udara.

e)      Reaktor katalistik.

c.       Regensia dan bahan-bahan

1)      Kalibrasi campuran gas. Disamping methan dan karbon monokida, butane dapat juga sebagai campuran.

2)      Gas pembawa (carier gas): Helium, Nitrogen ataupun udara keemurnian tinggi yang mengandung kurang dari 1,3 mg/m3 (2 ppm) hidrokarbon sebagai methana.

3)      Bahan bakar: hidrogen atau campuran gas yang inert dengan hidrogen.

4)      Zero gas (gas untuk meng-nol-kan alat), udara yang mengandung tidak lebih 0,1 ppm hidrokarbon dan 0,1 ppm karbonmonoksida.

d.      Analisa

1)      Baca konsentrasi senyawa hidrokarbon total pada alat pembaca.

2)      Untuk memperoleh pengukuran udara non methana dilakukan dengan jalan mengurangi konsentrasi hidrokarbon total.