Wednesday, May 27, 2020
Friday, May 8, 2020
Monday, May 4, 2020
SANITASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
SANITASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Pengertian
Undang-Undang
RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan
yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan. Narapidana berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan dan makanan yang layak (Pasal 14). Undang-undang No. 9 tahun 1960
tentang Pokok-pokok Kesehatan yang menyatakan bahwa: “Setiap warga negara
berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan
dalam usaha-usaha kesehatan Pemerintah”.
Sebagai
narapidana atau bukan, maka warga negara berhak memperoleh perlindungan dan
pelayanan kesehatan yang layak serta berkewajiban untuk berperan dalam
pembangunan. Dengan pemasyarakatan diharapkan narapidana dapat menunjukkan
kegairahan hidup bermasyarakat dan kembali menjadi warga yang berguna mempunyai
moral, berpengetahuan dan mempunyai kondisi fisik yang baik. Negara tidak
berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum ia
dipenjarakan. Masih banyaknya masalah sanitasi pada lembaga pemasyarakatan di
Indonesia yang dapat pula menjadi salah satu penyebab terjadinya rintangan
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemasyarakatan sehingga perlu mendapat perhatian
dan pemecahan yang serius. Disamping itu Lembaga Pemasyarakatan digunakan untuk
memasyarakatkan para pelanggar peraturan yang pada umumnya terdiri dari
berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang yang berbeda sehingga tidak
menutup kemungkinan sebagian dari mereka teridap penyakit menular (carrier). Seperti kita ketahui penyakit menular ditentukan oleh keadaan sanitasi
lingkungan dan hygiene perorangan yang buruk. Tempat tinggal yang sesak dan tidak hygienis
dapat merupakan sumber infeksi bakteri, virus bahkan jamur yang secara tidak
langsung melalui fasilitas-fasilitas seperti peralatan makan/minum, wc, handuk,
pakaian atau cara hidup yang tidak saniter. Sebagai contoh penyakit TBC, mudah menular melalui
udara (droplet infection), dan
penyakit kulit serta gastro-enteritis
melalui fasilitas-fasilitas yang tidak saniter.
Dengan
demikian, aspek sanitasi perumahan atau tempat tinggalnya (lembaga
pemasyarakatan) sangatlah memegang peranan penting dalam usaha pencegahan dan
pemberantasan penyakit-penyakit tersebut agar tidak menularkan pada orang lain,
mengingat kondisi fisik dan mentalnya yang buruk sehingga daya tahan tubuhnya
(imunitas) rendah terhadap serangan penyakit. Oleh karenanya perlu pemeliharaan
dan peningkatan sanitasi pada lembaga pemasyarakatan
B. Hambatan dalam
Penyelenggaraan Hygiene dan Sanitasi
Lembaga
Pemasyarakatan
Di
bidang kesehatan narapidana pada hakekatnya tak lepas dari kesulitan serta
hambatan yang perlu mendapat perhatian. Masalah pokok kesehatan yang harus
diperhatikan adalah bagaimana cara meningkatkan kesehatan narapidana baik
jasmani maupun rohani. Masalah-masalah yang berhubungan dengan hal terebut di
atas, antara lain:
1.
Keterbatasan dana.
Salah
satu kesulitan yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya ialah
pemberian jaminan makan bagi para narapidana yang sangat kecil. Hal-hal yang
memerlukan pemikiran bagaimana caranya biaya makan yang kecil tersebut dapat
menyediakan makan narapidana dengan gizi dan nilai makan cukup.
2.
Kurangnya tenaga kesehatan.
Lembaga
Pemasyarakatan sangat kekurangan tenaga ahli dibidang kesehatan (medis
paramedis) yang sebetulnya sangat penting dan perlu dalam pembinaan narapidana.
3.
Kurangnya fasilitas kesehatan dan
obat-obatan.
Lembaga Pemasyarakatan harus mempunyai Balai
Pengobatan/klinik, tapi kadang
ketersediaan alat-alat yang dibutuhkan, misalnya: selimut, alat
penyuntik, alat pengukur tekanan darah juga obat-obatan sangat minim bila
dibandingkan dengan jumlah narapidana yang ada.
4.
Kurangnya kesadaran narapidana
untuk memelihara kesehatan sendiri.
Banyak diantara narapidana masih kurang menyadari pemeliharaan
kesehatan bagi dirinya sendiri, misalnya perbuatan homoseksual. Perbuatan yang
mereka sengaja lakukan ini tanpa disadari dapat berakibat akan mengganggu
ketentraman dan ketenangan jiwa serta merusak mental narapidana itu sendiri.
C. Sanitasi Lembaga
Pemasyarakatan
Sanitasi
Lembaga Pemasyarakatan sangat penting diupayakan karena menyangkut kesehatan
narapidana. Untuk memperoleh gambaran sanitasi dari berbagai aspek yang perlu diupayakan,
maka diuraikan pokok-pokok sanitasi yang perlu diselenggarakan oleh pihak
pengelola Lembaga Pemasyarakatan.
1.
Lembaga Pemasyarakatan yang sehat.
Lembaga pemasyarakatan dapat digolongkan sehat
apabila sudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan di bidang:
a.
Physiologis.
b.
Psychologis.
c.
Perlindungan terhadap penyakit
menular.
Pencakupan ketiga kebutuhan di atas dapat
dipenuhi apabila:
1)
Konstruksi bangunan Lembaga Pemasyarakatan
yang baik sehingga dapat memberikan kondisi nyaman (comfort), santai (relax),
dan aman (security).
Keadaan bangunan Lembaga Pemasyarakatan sangat mempengaruhi kesehatan
narapidana, baik kesehatan jasmani maupun rohani. Unsur-unsur nyaman (comfort), santai (relax) dan aman (security)
sangat erat hubungannya dengan narapidana. Nyaman berarti dapat menimbulkan
kegembiraan, santai berarti ketenangan dan aman berarti menjamin narapidana
dari gangguan. Konstruksi bangunan yang memenuhi syarat dalam suatu Lembaga
Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a) Dinding/tembok harus kuat, bersih dan tidak menimbulkan kesan
yang menyeramkan/menakutkan serta dapat menangkal narapidana keluar. Dinding
dibuat dari bahan kedap air sebab dinding yang mudah mengisap air dapat
menyebabkan udara lembab. Kelembaban ruangan dapat menyebabkan reumatik,
neuralgia, penyakit saluran pernapasan serta gangguan syaraf. Dinding dicat
berwarna putih agar dapat memberikan pantulan cahaya terang.
b) Atap dibuat dari bahan yang
kuat, tidak mudah bocor dan tidak mudah terbakar.
c) Ventilasi ruangan yang
ditempati narapidana perlu diperhatikan, karena manusia membutuhkan udara
bersih berupa oksigen dan mengeluarkan zat asam arang (karbondioksida) dalam
proses pernapasan. Bila ventilasi kurang baik dapat menyebabkan konsentrasi zat
asam arang (karbondioksida) tinggi dan ketersediaan oksigen rendah. Apabila
konsentrasi zat asam > 4 % maka dapat terjadi gangguan kesehatan seperti
sesak napas, pusing, pingsan, koma bahkan mati. Ventilasi yang memenuhi syarat
minimal 20 % dari luas lantai.
d) Penerangan/pencahayaan di
ruangan Lapas cukup dengan intensitas 2 – 5 fc, untuk lorong 2 – 3 fc dan dapur
10 fc. Dinding maupun pintu dan jendela dicat dengan warna yang terang. Sinar
matahari diusahakan dapat masuk sebanyak mungkin ke dalam ruangan. Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan mata
dan susunan syaraf. Untuk malam hari,
penerangan cukup dengan lampu yang memenuhi syarat agar narapidana dapat
melakukan aktivitas misalnya membaca buku yang bermanfaat termasuk kegiatan
keagamaan/kerohanian. Selain itu penerangan lampu dapat berguna untuk memantau
narapidana di bidang keamanan. Penerangan yang kurang baik dapat mengakibatkan
narapidana merasa bosan dan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan sehingga
dapat mengganggu kesehatan.
Penerangan yang disarankan untuk ruang
tidur yang dipakai bersama harus disediakan cukup kuat sehingga petugas dapat
melihat seluruh ruangan tanpa harus masuk ke dalamnya. Kamar mandi, WC kekuatan
cahaya 3 – 5 fc; gang/lorong dan tangga 2-3 fc, harus mempunyai penerangan yang
cukup untuk mencegah terjadinya kecelakaan, untuk kamar yang dipakai untuk
membaca dan tidur adalah 25 fc.
e. Kamar-kamar dalam blok
harus diatur sesuai dengan persyaratan rumah yang sehat yaitu luas kamar
minimum 10 M2. Setiap narapidana harus menempati ruang tidur minimal 3 M2
dengan tinggi ruangan ± 3 m. Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm. Tempat
tidur dilengkapi bantal, kasur dan sprei yang bersih. Kamar tidur harus
dibersihkan secara rutin serta menjemur tikar dan bantal juga perlu
dilaksanakan untuk mencegah berkembangnya kutu busuk karena akan mengganggu narapidana
yang tidur dan dapat berfungsi sebagai penyebar penyakit. Pencegahan terhadap perkembangbiakan tikus
harus dilakukan di Lapas. Kamar tidur
untuk narapidana pria dan wanita dan antara orang dewasa dengan anak-anak di
bawah umur 16 tahun harus dipisahkan. Kapasitas tampung Lembaga Pemasyarakatan
diperhitungkan untuk maksimal 300 orang, hanya ditempati maksimal 4 orang per
kamar. Bila ukuran kamar tidak memenuhi syarat akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan fisik dan mental narapidana dan dalam waktu lama secara perlahan
dapat menimbulkan gangguan pikiran. Petugas Lembaga Hasil statistik menunjukkan
besarnya jumlah bunuh diri dan penyakit jiwa disebabkan terlalu banyaknya
penghuni di dalam satu ruangan. Di Indonesia pada umumnya penempatan narapidana
dilakukan secara bersama baik siang maupun malam yang sebenarnya kurang
tepat karena tidak memperhatikan faktor
privacy maupun kesusilaan.
a)
Regulasi Lapas mengatur bahwa
Kepala Lapas bertanggung jawab dalam kebersihan dan setiap narapidana wajib
membersihkan pakaian dan alat tidur yang digunakan. Seminar di Maracay,
Venezuela pada tanggal 2 – 19 April 1967 telah merumuskan bahwa syarat rumah
sehat antara lain harus dapat mendorong kebiasaan hidup sehat bagi para
penghuninya.
b)
Konstruksi bangunan harus dibuat
bebas serangga dan tikus karena dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Selain itu harus pula dipenuhi
kebutuhan-kebutuhan psychologis narapidana, misalnya hubungan narapidana dengan
keluarganya harus selalu dibina jangan sampai putus hubungan, agar harapan
untuk berbuat baik selalu timbul dalam jiwanya.
2)
Fasilitas-fasilitas kesehatan.
a)
Penyediaan air bersih.
Air
bersih untuk keperluan Lapas sebaiknya diperoleh dari PDAM agar terjamin mutu
dan jumlah sesuai kebutuhan. Tetapi dapat juga diusahakan air sumur gali atau
sumur bor yang penting dapat memenuhi syarat kualitas dan kuantitas agar dapat
membantu meningkatkan kebersihan ruangan, fasilitas, dan personal hygiene
sehingga dapat mencegah penularan penyakit di dalam lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan. Sumur tersebut harus jauh dari sumber pencemaran (baik dari
luar maupun dari dalam tanah yang masuk pada air). Apabila menggunakan sumber
air yang berasal dari PDAM, maka perlu memperhatikan kondisi sanitasi pada pengaturan
perpipaan, pengaliran air dan
distribusinya, serta dapat menghindarkan terjadinya cross conection, back
shiponage, back flow, kebocoran
dan juga perlindungan terhadap reservoirnya.
Jumlah
air bersih yang dibutuhkan narapidana dapat dihitung berdasarkan keperluan
penggunaan air untuk mandi, cuci pakaian dan kebersihan individu. Minimal
jumlah air yang harus disediakan adalah 150 Liter/orang/hari bagi narapidana
dan 100 Liter/orang/hari untuk karyawan lembaga pemasyarakatan. Perhitungan
kebutuhan air bagi karyawan lembaga pemasyarakatan ini didasarkan atas 50 %
kebutuhan masyarakat umum.
b)
Pembuangan tinja dan air limbah.
Jumlah kebutuhan WC dan urinoir harus seimbang dengan jumlah penghuni
pada tiap kamar. Fasilitas pembuangan tinja dan air limbah merupakan bagian
yang penting dan harus tersedia pada lembaga pemasyarakatan serta diawasi dan
dijaga kebersihannya.
Jumlah kamar mandi harus diperhitungkan dimana 1 kamar mandi disediakan
untuk maksimal 15 orang pria dan untuk wanita maksimal 12 orang. Fasilitas-fasilitas
tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat mendorong kebiasaan
hidup sehat. Sebaiknya disediakan kamar mandi dan jamban disetiap ruangan
dengan konstruksi sesuai standar sehingga narapidana dapat menggunakan
fasilitas ini dengan nyaman dan selalu memperhatikan kebersihannya. Menurut
Subekti bahwa dalam lembaga pemasyarakatan harus disediakan kamar mandi dan WC
yang baik di setiap ruangan, dijaga kebersihannya dan diberi dinding pemisah dengan
ruang tidurnya. Ukuran kamar mandi minimal 2 M2 dan WC minimal 1 M2. Tempat
mandi harus dilengkapi dengan bak mandi yang selalu bersih.
Selain itu penting juga diperhatikan perawatan dan kebersihan kamar
mandi dan WC, saluran serta selokan diusahakan agar aliran air lancar untuk
menghindarkan tempat perkembangan nyamuk, kecoak, cacing. Lantainya selalu
disiram dengan karbol atau lysol sebagai bahan desinfektan. Lantai harus kedap
air dan tidak licin mencegah terpeleset. Bangunan WC harus dibuat splash level setinggi 1,5 M – 2 M dari
lantai dan sediakan bak air untuk menyiram WC. Sediakan sabun untuk cuci tangan
(aseptik) setelah buang air besar atau kecil dan untuk mandi, gunakan sabun agar
tubuh bersih, segar dan terhindar dari penyakit kulit dan bau badan. Sediakan
tempat sampah karena sampah merupakan media yang baik bagi virus, jamur,
bakteri yang baik bagi sumber penularan penyakit.
c)
Tempat cuci
Tempat cuci pakaian maupun tempat cuci alat-alat makan haruslah
disediakan dan dipisahkan penempatannya. Tempat cuci pakaian janganlah
digunakan untuk tempat mandi karena air sabun akan mengakibatkan lantai menjadi
licin dan berlumut. Hal ini dapat menyebabkan kecelakaan dan akan mengganggu
bagi orang yang mandi. Untuk mencuci
alat-alat dapur perlu disediakan bak tersendiri yang airnya mengalir lancar.
d)
Sanitasi makanan/minuman.
Dapur harus mempunyai ventilasi yang cukup
memenuhi syarat kesehatan. Lubang asap (cerobong asap) dibuat cukup sehingga
asap dapat keluar bebas tanpa mengganggu pernafasan bagi penghuni lembaga.
Ventilasi dibuat dari tirai sedangkan
jendela diusahakan dapat membuka keluar. Dinding dan lantai dibuat dari bahan
yang tak mudah terbakar. Dapur harus dilengkapi dengan tempat sampah yang
dipergunakan untuk pembuangan sisa-sisa makanan. Saluran air kotor dari dapur
yang tertutup dan berhubungan dengan riool atau septic tank harus dilengkapi
dengan alat perangkap lemak/saringan karena kebanyakan air yang keluar dari
dapur banyak mengandung lemak. Perangkap lemak digunakan untuk mengontrol
bilamana terjadi penyumbatan pada saluran air yang diakibatkan oleh lemak.
e)
Apabila kegiatan dapur sudah
selesai, maka alat-alat dapur harus dibersihkan dari sisa-sisa bahan makanan
yang tercecer.
Persyaratan sanitasi dapur
adalah:
1)
Lantai dibuat dari bahan-bahan
yang mudah dibersihkan, kuat, halus dan tidak licin. Untuk menjaga kebersihan
harus dilengkapi dengan alat-alat pembersih lantai. Lantai dipasang agak miring
ke selokan dan hubungan lantai dengan dinding dibuat cekung (conus).
2)
Dinding dan langit-langit dibuat
dari bahan yang kedap air, pintunya menutup sendiri (self closing door) menghindari jalan masuk serangga dan tikus.
2.
Ruangan harus bebas dari bau-bauan
yang tidak baik, di atas tungku dipasang cerobong asap.
3.
Cukup tersedia tempat pencucian
alat-alat dapur, persediaan air bersih dan sabun deterjen.
4.
Sistem perpipaan (plumbing system) harus memenuhi syarat,
terutama mencegah kebocoran dan cross
conection.
5.
Tersedia fasilitas ruang ganti (locker facilities) untuk menyimpan
pakaian kerja.
6.
Tersedianya tempat penampung
sampah yang saniter.
Persiapan
makanan yang sehat dan teratur.
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia.
Makanan yang tidak mempunyai nilai gizi tinggi menyebabkan tubuh juga tidak
sehat. Untuk makanan narapidana tidak perlu makanan yang mewah dan mahal, akan
tetapi cukup sederhana dengan memenuhi syarat hygienis. Pada umumnya sistim makan
dalam lembaga pemasyarakatan secara prasmanan pengambilannya dilakukan bergilir
secara teratur dan banyaknya sudah diukur dan dibuat sama rata. Makanan
tersebut dibawa ke kamar masing-masing. Selain mendapatkan jatah di dalam
lembaga sering pula adanya kiriman dari luar terutama dari keluarganya. Hal ini
baik untuk selingan, karena selain menambah menu dan selera makan juga
mempengaruhi perkembangan jiwanya. Petugas harus bertanggung jawab untuk mengontrol cara pengolahan dan penyajian
makanan. Makanan jangan basi, harus bersih, segar dan jangan sampai ada
pengotoran dari luar, jauh dari gangguan tikus dan lalat. Di dalam
penyimpanannya sebaiknya ditaruh dalam lemari yang rapat tikus (rat-proof) dan bebas lalat (fly-proof) terutama bagi masakan yang telah
dimasak. Masakan yang sudah terlalu lama sehingga berubah bau dan warnanya
harus dibuang untuk menghindari adanya racun.
D. Baku Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
Membangun
suatu Lembaga Pemasyarakatan harus sesuai dengan reencana tata kota yang ada
serta memperhatikan mudahnya hubungan dengan instansi lain seperti kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, transportasi, telepon, pos, penyediaan air dan tenaga
listrik. Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan harus bebas banjir, bebas dari
genangan air kotor, limbah maupun air hujan yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan penghuninya. Permukaan air tanah tidak terlalu dangkal (± 6 M),
sehingga kelembaban ruangan dapat
terpelihara dan tidak terjadi gangguan lain seperti tersumbatnya saluran
pembuangan tinja. Karena itu perlu disediakan saluran-saluran pembuangan air
kotor yang memenuhi syarat kesehatan. Selain itu perlu pula dipikirkan
kemungkinan penggunaan fasilitas lingkungan yang ada disekitarnya. Penambahan
bangunan bila dipandang perlu tidak akan mengurangi kualitas lingkungan yang
telah ada secara keseluruhan. Perlu pula
diusahakan agar lokasi bangunan di daerah terbuka yang memungkinkan sinar matahari pagi dapat
sebanyak-banyaknya untuk kesegaran udara dan pencegahan/pemberantasan penyakit
menular.
Lembaga Pemasyarakatan harus menyediakan
sarana dan fasilitas berikut:
1. Ruang administrasi.
2. Ruang penerimaan.
1.
Ruang persiapan narapidana yang
akan dilepas.
2.
Ruang kunjungan.
3.
Ruang tinggal.
4.
Ruang untuk bermain catur, bridge,
olah raga ringan (day room).
5.
Ruang makan.
6.
Ruang untuk narapidana yang
melanggar tata tertib atau disiplin yang berlaku (Sel disiplin).
7.
Ruang untuk penempatan sementara bagi narapidana
baru (ruang admisi/orientasi).
8.
Ruang pembinaan yang terdiri dari:
a.
Ruang kelas.
b.
Workshop (bengkel kerja).
c.
Perpustakaan.
d.
Auditorium untuk tempat rekreasi,
upacara, ceramah, kesenian, pemutaran film pendidikan.
e.
Mushola.
f.
Gereja.
g.
Ruang sidang.
h.
Operation room/ruang pengumpulan data.
i.
Tempat rekreasi untuk sepak bola,
volley ball dan lain-lainnya.
j.
Dapur yang dilengkapi dengan
gudang penyimpanan bahan makanan.
k.
Garasi.
l.
Laundry/cucian.
m.
Ruang Mechanical.
n.
Gudang-gudang untuk penyimpanan:
1) bahan-bahan untuk bengkel kerja.
2)
barang-barang yang sudah jadi.
3) titipan uang
dan barang-barang berharga.
4) senjata dan alat keamanan lainnya.
o. Ruang
penjara.
p. Menara
penjara yang dilengkapi dengan lampu sorot.
q. Ruang rumah sakit.
Penentuan fasilitas-fasilitas tersebut
diatur sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, keselamatan, keamanan maupun keindahan. Jarak
masing-masing bangunan minimal 3 M agar dapat dihindarkan kemungkinan
terjadinya kebakaran. Khusus jarak antara septic tank dengan sumur minimal 10
M.
Sumber-sumber pencemaran seperti tempat
pembuangan sampah, pembuangan air kotor, industri dan lain-lain sebaik mungkin
dihindarkan keberadaannya dari lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Sebaiknya
perlu dibuatkan taman yang dapat memperbaiki kesehatan lingkungan.
SANITASI TEMPAT IBADAH
SANITASI
TEMPAT IBADAH
Sanitasi
tempat ibadah sangat penting dilakukan karena adanya kumpulan manusia yang
melakukan aktivitas ibadah dalam suatu bangunan dengan fasilitasnya.
A. Macam-macam Tempat Ibadah
Indonesia
ada bermacam-macam tempat ibadah menurut agama dan kepercayaannya, antara lain:
1.
Masjid.
2.
Gereja.
3.
Pura.
4.
Kelenteng.
5.
Vihara.
6.
Pesantren.
B. Persyaratan Sanitasi
Tempat Ibadah secara Umum
1.
Bangunan
a.
Pondasi kuat kedap air.
b.
Lantai kedap air.
c.
Dinding harus mudah dibersihkan
dan tidak licin.
d.
Atap dari bahan yang kuat dan
tidak mudah terbakar.
2.
Halaman
a.
Sistem pengeringan bak.
b.
Cukup luas untuk tempat parkir
kendaraan.
c.
Sistem pembuangan air hujan/air
kotor untuk saluran tertutup, pada tiap jarak 10 meter dibuatkan bak pemeriksaan
(bak control).
d.
Tempat sampah minimal tersedia 1
buah, dan setiap jarak 20 meter ditempatkan 1 buah.
C. Sanitasi Masjid
Masjid
adalah suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kegiatan ibadah sholat
lima waktu yang dilakukan secara berjemaah ataupun sendirian serta kegiatan
umat Islam lainnya.
1.
Hubungan Masjid dengan Kesehatan
a.
Pengeras suara diatur sesuai
kepentingan Masjid agar tidak mengganggu ketenangan rumah tangga disekitarnya.
Misalnya penggunaan pengeras suara sampai larut malam, akan menimbulkan gaduh
(50-80 dB) terhadap rumah tangga di sekitar Masjid.
b.
Sediakan rak penitipan
sepatu/sandal agar para jemaah tidak membawa sandal/sepatunya ke dalam ruang
sembahyang yang memungkinkan terjadinya
pengotoran pada ruangan ibadah sehingga mengganggu kesehatan.
c.
Tikar/karpet sembahyang jangan
dijadikan tempat istirahat atau tidur-tiduran oleh jemaah yang carrier penyakit menular karena dapat
menularkan penyakit tersebut pada jemaah yang lain.
d.
Ventilasi minimal 20 % dari luas
lantai mencegah ruangan berbau tidak sedap dan pengap yang dapat mengganggu
pernafasan para jemaah.
e.
Air wudhu harus memenuhi syarat
kualitas dan kuantitas air bersih agar tidak mengakibatkan penyakit (water borne diseases).
2.
Persyaratan khusus Sanitasi Masjid
Peralatan/perlengkapan
yang dianggap penting pada sebuah masjid adalah:
a.
Peralatan elektronik.
Penggunaan peralatan elektronik seperti: speker
pengeras suara tape recorder, radio
kaset, amplifier dan sebagainya sudah hampir merata di setiap Masjid. Ini
berarti bahwa teknologi elektronika telah masuk Masjid. Hal ini harus dapat
dipergunakan/dimanfaatkan sebaik-baiknya sesuai dengan keperluan kegiatan di
dalam sebuah Masjid seperti untuk keperluan adzan, khutbah Jum’at, sholat
jemaah, pengajian, tarawih, pembacaan Al-quran, ceramah, dan acara-acara
keagamaan lainnya yang bermanfaat bagi umat maupun masyarakat sekelilingnya. Pengeras
suara di Masjid hendaknya digunakan dalam hal yang penting saja, seperti kegiatan
tersebut di atas dan diatur supaya tidak mengganggu ketenangan rumah tangga disekitarnya.
Sebab berdasarkan pengamatan masih sering terjadi pengeras suara digunakan hingga
larut malam sebelum subuh. Pengurus
harus mengetahui cara penggunaan dan pemeliharaan peralatan elektronik dengan
baik.
b.
Rak sepatu/sandal
Mengingat
Masjid adalah tempat umum, oleh karena itu menjadi kewajiban bagi pengurus agar
menjaga keamanan sepatu/sandal dan barang bawaan jemaah. Untuk itu perlu
dibuatkan tempat penitipan sandal dan sebagainya. Kebiasaan jemaah membawa alas
kaki tidak sedap dipandang juga membuat kotor Masjid, sekalipun dengan kantong
plastik. Tempat penitipan sepatu/sandal dan barang-barang lain harus
ditempatkan tidak jauh dari pintu-pintu masuk dan dijaga oleh petugas khusus.
Tempat penitipan tersebut dapat dibuat dari tralis besi atau kayu, dan
hendaknya dirancang/diatur sedemikian rupa sehingga tidak merusak keindahan Masjid.
c.
Tikar sembahyang
Penggunaan
tikar sembahyang harus diatur sedemikian rupa sehingga ruang sholat nampak
rapih, serasi dan bersih. Perlu juga memperhatikan keserasian warna dinding Masjid
dan tikar sembahyang yang dipergunakan sehingga dapat menciptakan suasana
ruangan ibadah menjadi sejuk dan tenang. Guna menjaga kebersihan tikar/karpet
sembahyang harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan alat pembersih
khusus misalnya vacum cleaner. Untuk karpet yang sudah dilem pada lantai
harus diperhatikan kebersihannya dan jangan jadikan tempat istirahat atau tidur-tiduran oleh
pengunjung/jamaah.
d.
Lantai ruang sholat
Lantai ruang sholat harus selalu di pel (tikar sembahyang atau permadani
dibersihkan dijemur dijemur dan disikat agar tidak berdebu. Kebersihan ruang
ini harus menjaga mitra kesucian tempat beribadah kepada Allah. Saat sholat
Jum’at semua ruangan harus bersih dan rapi agar jemaah dapat mendirikan sholat
dengan khusu dan nyaman, seusai sholat
Jum’at hendaknya lantai tersebut dibersihkan kembali.
e.
Tempat wudhu dan WC/Urinoir
Tempat wudhu menggunakan air kran dan sebaiknya diletakkan pada bagian
kiri dan kanan Masjid dan dapat dibangun satu atap dengan bangunan Masjid
ataupun terpisah. Tempat wudhu pria dan wanita sedapat mungkin dapat diletakkan
terpisah, tetapi berhubungan dengan WC/Urinoir masing-masing.
Sebaiknya WC/Urinoir tidak diletakkan di bawah satu atap dengan Masjid.
Standar 1 WC/Urinoir per 60 pria dan
1 WC per 40 wanita.
Tempat wudhu dan WC/Urinoir harus dijaga
kebersihannya sehingga nyaman digunakan dan tidak menimbulkan bau dan gangguan
kesehatan.
D. Sanitasi Gereja
Gereja
adalah suatu bangunan yang diperuntukkan tempat ibadah bagi umat Kristiani,
baik Katholik maupun Kristen.
1.
Hubungan Gereja dengan Kesehatan.
a.
Jika pengunjung/umat yang hadir di
gereja over crowding menimbulkan
efek-efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral.
b.
Pencahayaan yang kurang mengganggu
penglihatan pengunjung membawa ayat-ayat kitab suci.
c.
Pengeras suara/sound system gereja yang tidak memenuhi
syarat akan mengganggu pendengaran jemaat.
d.
Ventilasi gereja yang tidak
memenuhi syarat dapat mengakibatkan pengap dan udara yang berbau.
2.
Persyaratan Khusus Sanitasi
Gereja.
a.
Ruang Kebaktian
1)
Sebaiknya satu ruang kebaktian
menampung 250 pengunjung.
2)
Ukuran ruang 5 M3 dan luas lantai
1 M2.
3)
Lantai kedap air dan rata.
4)
Luas jendela dan lubang angin
minimal 20 % luas lantai.
5)
Dilengkapi dengan pintu minimal 3
buah.
6)
Sinar sebaiknya datang dari arah
kiri dan kanan secara merata dengan ukuran 10 fc, sehingga jemaat dapat membaca
Alkitab dengan jelas.
b.
Perlengkapan Gereja
1)
Papan pengumuman
a)
Harus halus, tidak retak dan tidak
bergelombang.
b)
Cat yang dipergunakan tidak
memantulkan cahaya.
2)
Mimbar
a)
Lebih tinggi dari pada kursi
pengunjung.
b)
Konstruksi sederhana, kuat dan
nyaman dipakai serta dijaga kebersihannya.
c.
Tempat Cuci Tangan
1.
1 buah per 50 pengunjung.
2.
Dilengkapi sabun dan kain lap yang
bersih.
d.
Kamar Mandi
1.
Minimal 2 buah.
2.
Bersih.
e.
Kakus
1.
1 buah untuk 100 pria dan 1 buah
untuk 35 wanita.
2.
Tipe leher angsa.
3.
Penerangan minimal 5 fc.
4.
Tersedia alat gantungan pakaian.
Subscribe to:
Posts (Atom)